Tampilkan postingan dengan label Cerita Sufi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita Sufi. Tampilkan semua postingan

Senin, 05 Agustus 2019

Nasehat nasehat mbah mun sarang yang sangat bagus yg harus kita tauladani

Innalillahi wainna ilaihi Raajiun


Indonesia bersedih, indonesia menangis, Ummat Islam kehilangan salah satu Panutan, salah satu Murobby, salah satu kiai sepuh NU, Kiai Pondok Sarang Mbah Maimun Zubair pada hari selasa tgl 06 Agustus 2019 telah kembali keharibaanya, Beliau meninggal saat menunaikan ibadah haji, beliau meninggal di Kota Makkah, beliau dimakamkan di Ma'la Makkah Almukarromah, ba'da Dhuhur Waktu KSA, atas permintaan putra dari guru beliau Assayid Ahmad bin Muhammad bin Alawy bin Abbas Almaliky.
Beliau telah meninggal namun nasehat dan petuah beliau senantiasa kita ingat dan kita ikuti,

6 PESAN INDAH MBAH MAIMUN ZUBAIR

K.H Maimun Zubair Dawuh,


1. jika engkau melihat seekor semut terpeleset dan jatuh di air, maka angkat dan tolonglah...barangkali itu menjadi penyebab ampunan bagimu di akhirat.

2. Jika engkau menjumpai batu kecil di jalan yang bisa menggangu jalannya kaum muslimin, maka singkirkanlah, barangkali itu menjadi penyebab dimudahkannya jalanmu menuju surga.

3. Jika engkau menjumpai anak ayam terpisah dari induknya, maka ambil dan susulkan ia dengan induknya, semoga itu menjadi penyebab Allah mengumpulkan dirimu dan keluargamu di surga.

4. Jika engkau melihat orang tua membutuhkan tumpangan, maka antarkanlah ia...barangkali itu mejadi sebab kelapangan rezekimu di dunia.

5. Jika engkau bukanlah seorang yang mengusai banyak ilmu agama, maka ajarkanlah alif ba' ta' kepada anak2 mu, setidaknya itu menjadi amal jariyah untukmu..yang tak akan terputus pahalanya meski engkau berada di alam kuburmu.

6. Jika engkau tidak bisa berbuat kebaikan Sama sekali Maka Tahanlah tangan dan lisanmu dari menyakiti, setidaknya Itu menjadi sedekah untuk dirimu.

Al-Imam Ibnul Mubarak Rahimahullah berkata:

رُبَّ عَمَلٍ صَغِيرٍ تُعَظِّمُهُ النِّيَّةُ ، وَرُبَّ عَمَلٍ كَبِيرٍ تُصَغِّرُهُ النِّيَّةُ

“Berapa banyak amalan kecil, akan tetapi menjadi besar karena niat pelakunya. Dan berapa banyak amalan besar, menjadi kecil karena niat pelakunya”

Jangan pernah meremehkan kebaikan, bisa jadi seseorang itu masuk surga bukan karena puasa sunnahnya, bukan karena panjang shalat malamnya tapi bisa jadi karena akhlak baiknya dan sabarnya ia ketika musibah datang melanda

Rasulullah SAW bersabda:

« لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ ».

“Jangan sekali-kali kamu meremehkan kebaikan sedikitpun, meskipun (hanya)bertemu dengan saudaramu dalam keadaan tersenyum".(HR. Muslim)

Mari selalu berusaha dan berprilaku positif, semangat meraih hasil terbaik serta saling mendoakan akan keberkahan.. Aamiin...Semoga bermanfaat

Selamat jalan mbah.. insyaAllah husnul khotimah..

Rabu, 12 Juni 2019

Rahasia Para Ahli Surga | Hasan Al Basri

"Rahasia Zuhud Hasan Al Bashri"

A'udzubillahiminasyaithoonirrojiim Bismillahirrahmanirrahim

Suatu ketika Hasan Bashri ditanya : Apa rahasia zuhudmu di dunia ini???
Beliau menjawab

1. Aku tau rezeki ku tidak akan di ambil orang lain, karena itu hatiku selalu tenang

2. Aku tau amalku tidak akan diambil orang lain, karena itulah aku sibuk beramal sholeh

3. Aku tau Allah Ta'ala selalu memperhatikanku, karena itulah aku malu jika Allah melihat ku sdg dalam bermaksiat

4. Dan aku tau kematian itu sudah menungguku, karena itulah aku selalu menambah bekal untuk hari pertemuan dg Rabb ku..

Wallahu a'lam

Rabu, 17 Oktober 2018

Karomah sahabat Nabi Muhammad SAW.

TONGKAT BERCAHAYA THUFAIL IBNU AMAK', RA.

عصا يتلعلع بالنور

Dikisahkan ada seorang sahabat Nabi Muhammad ﷺ Namanya Thufail ibni Amak’,
Beliau رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ dari suatu kampung yang sangat jauh,
perbatasan Yaman dengan Mekkah, Beliau رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ  ingin melihat Nabi Muhammad ﷺ,
ketika bertemu nabi Muhammad ﷺ dia jatuh cinta pada Nabi Muhammad ﷺ.
ketika bertemu Nabi Muhammad ﷺ dia ceritakan pada Nabi Muhammad ﷺ
“Ya Rasulullah aku berasal dari tempat yang sangat jauh,
tidak kuat aku jalan siang hari karena panas”
Lalu Rasulullah ﷺ berkata ” lalu apa mau mu wahai Thufail?”,
Beliau رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ berkata :
“Ya Rasulullah ini tongkatku, tolong pegang tongkat ku ini agar
  kalau sudah malam keluar cahaya agar aku bisa berjalan”
“Baiklah” sabda Rasulullah ﷺ , di pegang tongkat itu oleh Nabi Muhammad ﷺ,
 maka pulanglah Thufail رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ini menggunakan ontanya.
Di perjalanan ketika sampai waktu maghrib tongkatnya mengeluarkan cahaya
terang benderang hingga terlihat jalanan yang Beliau رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ lalui,
sampai subuh hilang cahaya nya begitu seterusnya sampai Beliau رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ tiba
di kampungnya Beliau رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ tancap tongkatnya di depan rumahnya.
Orang tanya sama Beliau رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ, “Dari mana wahai Thufail?”
“Aku dari Makkah”
“Bagaimana? kau bertemu dengan orang yang kau bilang Nabi Akhir zaman?”
“Bertemu”
“Kau dikasih makan?”
“Dikasih makan”
“Kau dihormati?”
“Sangat dihormati”
" Orangnya hitam atau putih? ”
“Putih”
“Pernah kau melihat wajah seperti dia”
“Belum pernah”
“Bahkan suaranya belum pernah aku mendengar suara sebagus itu,
 aku juga belum pernah mencium harum seharum itu orang ini”
Lalu setelah Thufail رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ bertemu dengan istri dan anak nya
kemudian Beliau رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ tidur, datang maghrib keluar cahaya terang benderang dari
tongkat yang dia tancap di depan rumah nya tadi,
datang orang sekampung berkumpul di depan rumahnya Thufail رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ,
“Thufail dari mana cahaya ini? apakah kau sihir?”
“Tidak, aku meminta dengan hormat kepada Rasulullah ﷺ.
  Nabi Muhammad bin Abdullah agar aku di berikan cahaya
  supaya aku bisa kembali ke kampung halaman karena aku berjalan di malam hari”
“Thufail kalau begitu mari kita bersama-sama kesana bertemu Nabi Muhammad ﷺ ”
Akhirnya satu kampung ke Makkah,
“Ya Rasulullah aku membawa satu kampung mereka mau masuk islam ingin melihat wajahmu”
Lalu Nabi Muhammad ﷺ keluar menemui mereka, semua yang ada di situ menyatakan,
“Benar Thufail benar,
 tidak pernah aku melihat wajah manusia seindah ini,
 tidak pernah kami mencium manusia yang seharum ini,
 kami yang tidak mandi berhari hari, bau nya badan kami hilang karena
 harumnya badan Nabi Muhammad ﷺ menempel di baju kami,
 Asyhadu an laa ilaahailallah wa Asyhadu anna Muhammaddar rasulullah”
Sungguh, Mulianya dirimu YaRasulullah
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد
Allahumma Sholli 'Ala Sayyidina Muhammad, Wa 'ala Aali Sayyidina Muhammad.

Semoga bermanfaat

Sumber:
Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam.

Selasa, 02 Oktober 2018

Imam Nawawi dan Lailatul Qodar

Imam Muhyiddin Abu Zakariya' Yahya al-Nawawi

Imam al-Nawawi lahir di daerah Nawa pada pertengahan bulan Muharram 631 H. dan wafat pada 24 Rajab 676 H.

Tatkala berusia 7 tahun, pada malam 27 Ramadhon beliau tidur disamping ayahnya, lalu di pertengahan malam beliau bangun dan membangunkan ayahnya. Beliau berkata: "Ayah, cahaya apa yang memenuhi rumah ini?" Mendengar suara Imam al-Nawawi ini semua keluarganya terbangun, namun mereka tidak ada yang melihat cahaya itu. Ayah imam Nawawi berkata: "Lalu aku mengetahui bahwa malam itu adalah malam lailatul qodar."

Tatkala berusia 10 tahun, beliau membantu ayahnya berjualan di Toko. Namun kesibukan berjualan ini sama sekali tidak menganggu konsentrasi belajar beliau. Sambil berjualan beliau selalu membaca al Quran. Pernah suatu waktu, beliau dipaksa oleh temannya untuk bermain, namun beliau menolak sambil menangis karena tidak mau menyia-nyiakan waktunya.

Ketika berusia 18 tahun, beliau pergi ke Damasykus. Di kota ini beliau belajar kepada banyak ulama', hingga beliau menguasai berbagai bidang ilmu, terutama ilmu fiqih dan hadis.

Meski telah menjadi ulama' besar, beliau tetap berpenampilan sederhana. Jika seseorang berjumpa beliau, maka dia akan mengira beliau adalah seorang petani dari Nawa yang berkunjung ke kota Damasykus.

Dalam hal makan dan minum, beliau cuma makan satu kali dalam sehari semalam. Itupun sekedar untuk bisa melanjutkan hidup.

Berbeda dengan kebanyakan orang, beliau lebih mengutamakan ilmu daripada nikah. Mungkin beliau tidak ingin konsentrasi ibadah dan belajar-mengajarnya hilang dengan sesuatu yg tidak beliau butuhkan. Cerita lucu masih ada hubungan dengan soal ini disampaikan oleh muridnya, Imam Ibn al-Atthor. Beliau bercerita bahwa pada masa awal-awal belajar, imam al-Nawawi membaca keterangan fuqaha':

أن من موجبات الغسل التقاء الختانين.

Beliau mengira " التقاء الختانين" bermakna suara di dalam perut. Karena itu, setiap perutnya berbunyi, beliau melakukan mandi besar. Sampai-sampai beliau sakit karena terlalu sering mandi.

Terakhir, suatu saat beliau pergi ke Kairo untuk berziarah ke makom imam Syafii ra. Namun tatkala melihat kubah makom itu, beliau berhenti dan tidak melangkah sedikitpun kearah makom itu. Ketika ditanya, beliau menjawab: "jika imam Syafii masih hidup dan aku melihat tenda beliau maka aku harus berhenti dengan hanya melihatnya."

Paling terakhir, karya-karya beliau adalah Syarah Muslim, Raudhoh al-Tholibin, al-Minhaaj, Riyaadus Sholihin Min Kalaami Sayyidil Mursalin, al-Tibyan fi Aadaabi Hamalah al-Quran, al-Tahrir fi Alfaadzi al-Tanbih, al-'Umdah fi Tashhih al- Tanbih, al-Idah fi al-Manasik, al-Irsyaad wa al-Taqrib, al-Arba'in al-Nawawah, Bustan al-'Arifin, Manaaqib al-Syafii, Mukhtashor al-Ghobah, al-Fatawa al-Musammah bi al Masaail al-Mansyurah, Adaab al-Mufti wa al-Mustafti, Masaail Takhmis al-Ghonaim, Mukhtashor al-Tadznib, Daqaaiq al-Raudhoh, Tuhfah Thullab al-Fadhoil, al-Tarkhish fi al-Ikrah wa al-Qiyam, Muktashor Adaab al-Istifta', al-Majmu' Syarh al-Muhazzab, Tahzib al-Asma' wa al-Shifaat, Syarh al-Wasith, Syarh al-Bukhori, Kitab al-Amaali, al-Khulashoh fi Ahadits al-Ahkam, Thobaqat al-Fuqaha', al-Tahqiq, Tuhfah al-Tholib al- Nabih, Muhimmat al-Ahkam, al-Ushul wa al-Dhowabith, al-Isyarat fi Bayani al-Asma' al-Muhimmat fi Mutun al-Asaanid, Tuhfah al-Walid wa Raghbah al-Raaid, Khulashah al-Ahkam fi Muhimmat al-Sunan wa Qawaid al-Islam, Ruh al-Masail fi al-Furu', Uyun al-Masaail al-Muhimmah, Ghoitsu al-Naf'i fi al-Qiraaat al-Sab'i, al-Mubham min Huruf al-Mu'jam, Mir'aat al-Zaaman fi Tarikh al-A'yan, dll.

Minggu, 02 September 2018

Sufi dikalangan Sahabat

Di zaman Rasulullah SAW. Hiduplah seorang pemuda bernama Zahid berusia 35 tahun namun belum juga menikah dan kesehariannya ia tinggal di "Suffah" masjid Madinah*.

Suatu hari ketika sedang mengasah  pedangnya, tiba-tiba Rasulullòh SAW datang dan mengucapkan salam.

Zahid terkejut dan menjawab salam beliau agak gugup.

“Wahai saudaraku Zahid selama ini engkau sendiri saja,” Rasulullah SAW menyapa,

“Allah bersamaku ya Rasulullòh,” kata Zahid sambil tertunduk tak kuasa melihat keagungan beliau.

“Maksudku kenapa selama ini engkau membujang saja, apakah engkau tidak ingin menikah?” kata Rasulullah SAW.

Zahid menjawab, “Ya Rasulullòh, aku ini seorang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan wajahku tak tampan, siapa yang mau pada diriku ya Rasulullòh?”

”Asal engkau mahu, itu urusan yang mudah!!!!” Sabda Rasulullòh SAW sambil tersenyum.

Kemudian Rasulullòh SAW memerintahkan sahabat beliau untuk membuat surat yang berisi tujuan untuk melamar kepada wanita bernama Zulfah binti Sa'id, anak seorang bangsawan Madinah yang terkenal kaya raya dan sangat cantik jelita.

Akhirnya, surat itu dibawa ke rumah Zahid dan diserahkan sendiri oleh Zahid surat itu ke rumah tuan Sa'id.

Disebabkan di rumah tuan Sa'id sedang ada tamu, maka Zahid setelah memberikan salam kemudian memberikan surat tersebut dan segera  diterima di depan rumah Sa'id.

“Wahai saudaraku Sa'id, aku membawa surat dari Rasulullòh yang mulia ini untuk diberikan padamu, saudaraku.”

Tuan Sa'id menjawab, “Adalah suatu kehormatan buatku.”

Lalu surat itu dibuka dan dibacanya.

Ketika membaca surat tersebut, Said agak terperanjat karena tradisi Arab dalam hal perkawinan, selama ini, biasanya seorang bangsawan harus kawin dengan keturunan bangsawan dan yang kaya harus kawin dengan orang kaya,

Akhirnya tuan Sa'id bertanya kepada Zahid, “Wahai saudaraku, betulkah surat ini dari Rasulullòh?”

Zahid menjawab, “Apakah engkau pernah melihat aku berbohong???”.

Dalam suasana yang mulai tidak nyaman seperti itu, tiba tiba Zulfah datang dan berkata, “Wahai ayah, kenapa sedikit tegang terhadap tamu ini? bukankah lebih baik dipersilahkan masuk?”.

“Wahai anakku, ini adalah seorang pemuda yang sedang melamar engkau untuk menjadi istrinya,” kata ayahnya.

Disaat itulah Zulfah melihat Zahid sambil menangis sejadi-jadinya dan berkata, “Wahai ayah, banyak sekali pemuda yang tampan dan kaya raya, mereka semuanya menginginkan aku, aku tak mau ayah pada pemuda ini!”. Seakan Zulfah merasa dirinya terhina dengan keinginan zahid itu.

Maka tuan Sa'id berkata kepada Zahid, “Wahai saudaraku, engkau tahu sendiri bahwa anakku tidak mau.. bukan aku menghalanginya...

dan sampaikan hal ini kepada Rasulullah bahawa lamaranmu ditolak.”

Mendengar nama Rasululloh disebut ayahnya, Zulfah berhenti menangis dan bertanya kepada ayahnya, “Wahai ayah, mengapa ayah membawa-bawa nama rasulullòh?”

Akhirnya tuan Said berkata, “Lamaran atas dirimu ini adalah perintah Rasulullòh .”

Maka Zulfah istighfar beberapa kali dan menyesal atas kelancangan perbuatannya itu dan berkata kepada ayahnya, “Wahai ayah, kenapa tidak sejak tadi ayah berkata bahwa yang melamar ini Rasulullòh, kalau begitu segera aku harus dinikahkan dengan pemuda ini.

Kerena ingat firman Allah dalamAl-Qur’an surah An Nur 24 : Ayat 51.“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan. Kami mendengar, dan kami patuh/taat”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS.An Nur 24:Ayat 51)

Zahid takjub tiada terperi pada hari itu, ia merasa jiwanya melayang layang ke angkasa dan baru kali ini merasakan bahagia yang tiada taranya dan segera melangkah pulang.

Sesampainya di masjid Madinah ia bersujud syukur. Rasullòh yang mulia pun tersenyum melihat gerak-gerik Zahid yang sangat berbeda dari biasanya.

“Bagaimana Zahid?”

“Alhamdulillah diterima ya Rasulallah,” jawab Zahid.

“Apakah Sudah ada persiapan?"

Zahid menundukkan kepala sambil berkata, “Ya Rasul, kami tidak memiliki apa-apa.”

Akhirnya Rasulullòh menyuruhnya pergi ke Abu Bakar, Utsman, dan Abdurrahman bin Auf untuk membantunya mendapatkan bekal uang untuk menikah .

Setelah mendapatkan uang yang cukup banyak, Zahid pergi ke pasar untuk membeli persiapan perkawinan.

Tak berapa  lama kemudian setibanya di pasar, bersamaan itu pula ada pengumuman Jihad untuk menegakkan Agama Allah azza wa jalla.

Zahid Mulai bingung Untuk menentukan Sikap "menikah Atau Berjuang demi Agama Allah?".

Akhirnya ia mencoba kembali lagi Ke masjid Madinah.

Ketika Zahid sampai di masjid Madinah, ia melihat kaum Muslimin sudah siap-siap dengan perlengkapan senjata,

Zahid bertanya, “Ada apa ini?”

Sahabat menjawab, “Wahai Zahid, hari ini orang orang kafir akan menghancurkan kita, apakah engkau tidak mengetahui?”.

Zahid istighfar beberapa kali sambil berkata, “Wah... jika begitu uang untuk menikah ini akan aku beliakan baju besi dan kuda yg terbaik saja, aku lebih memilih jihad bersama Rasulullòh dan menunda pernikahan ini."

Para sahabat menasihatinya, “Wahai Zahid, nanti malam kamu akan berbulan madu, tetapi mengapa engkau hendak berperang?”.

Zahid menjawab dengan tegas, “Itu sudah ketetapan Hati ini bersama Al musthofa Rasulullòh untuk ber jihad

"Subhanallah".

Lalu Zahid membacakan Ayat Al QurAn di hadapan Shahabat Nabi sebagai berikut, “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu kuatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih baik bagi kamu daripada cinta Allah dan Rasul-Nya (dengan) berjihad di jalan-Nya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS AtTaubah: Ayat 24).

Akhirnya Zahid maju ke medan pertempuran dengan hebatnya beliau bertempur, banyak dari kaum kafirin tewas di tangannya

Namun pada akhirnya beliau menemui kesyahidannya, gugur demi membela  Rasulullah dan Islam.

Peperangan kemudian usai sudah,  kemenanganpun direbut para tentara  Rasululloh.

Senja yang penuh dengan keberkahan saat itu ketika Rasullullah memeriksa satu persatu yang telah gugur di jalan Allah, sebagai Syuhadanya  Allah azza wa jalla.

Tidak berapa lama nampak dari kejauhan sosok pemuda yang bersimbah darah dengan luka bekas sabetan sabetan pedang,

Rasulullòh menghampiri jasad pemuda itu sambil meletakkan kepalanya di pangkuan manusia agung ini seraya memeluknya sambil menangis tersedu-sedu.

"Bukankah Engkau Zahid yang hendak menikah malam ini? tapi engkau memilih keridhoan Allah, berjihad bersamaku?."

Tak lama kemudian Rasulull9h ter senyum dan memalingkan muka ke sebalah kiri karna malu,

karena ada sesosok bidadari cantik jelita dari Surga menjemput Ruh Mulia pemuda ini, namun tersingkap kakinya, sehingga nampak keindahan betisnya dan hal itu membuat Rasulullòh Malu.

Rasulullòh berkata, “Hari ini Zahid sedang berbulan madu dengan bidadari yang lebih cantik daripada Zulfah."

”Lalu Rasulullòh membacakan Al-Qur’an;

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.

Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka,

dan mereka berbahagia hati terhadap orang-orang yang masih tinggal dibelakang yang belum menyusul mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (Ali Imran : 169-170)

"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapikamu tidak menyadarinya.” (Al Baqarah : 154).

Pada saat itulah para sahabat meneteskan air mata dan Zulfahpun berkata, “Ya Allah, alangkah bahagianya calon suamiku itu, jika aku tidak dapat mendampinginya di dunia, maka izinkanlah aku mendampinginya di akhirat.”

Gunaydin,  sahabat semoga pagi ini adalah awal yg indah untuk memulai langkah perjalanan hari ini.
Dengan melabuhkan cinta pada sang rosul, niscaya kita akan dirindukan oleh surga.

Kamis, 30 Agustus 2018

Slogan Pondok PETA Tulungagung Jawa Timur

"DI SINI TIDAK ADA PENYESALAN, YANG ADA CINTA KEPADA ALLAH DAN RASUL-NYA. DISAMPING MENGERTI HAKNYA SEBAGAI HAMBA DAN HAKNYA TERHADAP SESAMA"

Ketika ada seorang Habaib dari Surabaya menanyakan tentang maksud kalimat tersebut, maka Syekh Abdul Djalil Mustaqim menjelaskan dengan perincian berikut :

1. DI SINI TIDAK ADA PENYESALAN
Yang dimaksud DI SINI adalah Di Dunia Ini. Beliau mengatakan bahwa penyesalan yang akan benar benar terjadi adalah besuk ketika DI SANA (Akhirat)
Bahkan ketika jasad seseorang akan dimasukkan ke liang lahat maka ruh orang tersebut akan didatangi "teman-teman" mereka semasa hidup di dunia.
Teman itu adalah amal perbuatan yang mereka lakukan selama hidup di dunia

Amal yang baik akan datang dalam bentuk yang menyenangkan dan berbau harum.

Amal yang buruk akan datang dalam bentuk yang menjijikkan, menakutkan, dan berbau busuk.

Maka pada saat itulah seseorang akan merasakan penyesalan yang sesungguhnya.

Oleh karena itu sebenarnya PENYESALAN DI DUNIA ini adalah semu adanya.

2. YANG ADA CINTA ALLAH DAN RASUL-NYA.
Senyampang kita hidup DI SINI (dunia) kita diajarkan agar kita pergunakan untuk belajar dan berusaha cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.

Segala bentuk peribadatan yang kita lakukan supaya didasari rasa cinta kepada Allah SWT.

Sedangkan cinta kepada Rasul-Nya dibuktikan dengan mengikuti sunah sunah Kanjeng Nabi Muhammad SAW dan memperbanyak membaca sholawat atas Beliau SAW.

3. DI SAMPING MENGERTI HAKNYA SEBAGAI HAMBA.
Selain kita berupaya untuk cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, kita juga dituntut mengerti hak kita sebagai hamba Allah SWT.

HAK KITA sebagai hamba Allah SWT adalah :
- MENGABDI (beribadah)
- RIDHO atas ketentuan ketentuan-Nya

4. DAN HAKNYA TERHADAP SESAMA
Hak kita terhadap sesama manusia dan makhluk lainnya :
- Kita diwajibkan berinteraksi dengan sesama manusia sesuai dengan tuntutan agama
- Kita juga harus mengerti bahwa mereka sebagai hamba Allah juga memiliki hak untuk menapaki garis nasib dan jalan hidup mereka masing-masing

Sumber :
Buku : "Jejak Jejak Mbah Djalil"
Penulis : Purnawan Buchori
Penerbit : Pondok PETA Tulungagung
Halaman : 193

Selasa, 28 Agustus 2018

Waliyullah dari Gresik

Diceritakan pada Suatu hari Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi berkata :



“Kelak akan ada seorang muridku yang memiliki kekeramatan sama denganku namanya adalah Abu Bakar Assegaf.”

Akhirnya diketahui ternyata beliau adalah Sayyidina Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf wali quthub, asal Gresik.

Dikatakan bahwa maqom (kedudukan) Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf telah mencapai tingkat Shiddiqiyah Kubro. Maqom puncak di mana tidak ada lagi maqom di atasnya kecuali kenabian. Hal itu telah diakui oleh para wali yang hidup sezaman dengan beliau.

Al-Imam Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar berkata :

“Demi fajar dan malam yang sepuluh dan yang genap dan yang ganjil. Sungguh Al-Akh Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah mutiara keluarga Segaf yang terus menggelinding (maqomnya) bahkan membumbung tinggi menyusul maqom-maqom para aslafnya (leluhurnya).”

Al Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad berkata :

“Sesungguhnya Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang Quthb Al-Ghaust juga sebagai tempat turunnya pandangan (rahmat) ALLAH SWT.”

Al-Arif Billah Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi pernah berkata di rumah Al-Habib Abu Bakar Assegaf di kala beliau membubuhkan tali ukhuwah antara beliau dengan Al-Habib Abu Bakar Assegaf, pertemuan yang diwarnai dengan derai air mata.

Habib Ali berkata kepada para hadirin ketika itu:

“Habib Abu Bakar ini adalah Raja Lebah (Rajanya para Wali di zamannya). Beliau adalah saudaraku di jalan ALLAH. Pandanglah beliau, karena memandang beliau adalah Ibadah.”

Al-Habib Husain bin Muhammad al-Haddad berkata :

“Sesungguhnya Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang khalifah. Beliau adalah penguasa saat ini, beliau adalah Pemimpin Para Wali di masanya, beliau telah berada pada Maqom As-Syuhud yang mampu menyaksikan (mengetahui) hakekat dari segala sesuatu.”

Di antara ucapan Al Quthb Al-Habib Abu Bakar Assegaf adalah :

“Jika seorang wali meninggal, mereka pasti mengangkat seseorang untuk menggantikannya, mewarisi hal (keadaan)nya dan menduduki kedudukannya. Jika pengganti yang terpilih belum memiliki kemampuan itu untuk menerima hal tersebut, mereka menitipkan hal tersebut kepada salah seorang wali sebagai wakil sampai sang pengganti mampu untuk membawa sirr tersebut.
Kadang-kadang Allah mengujinya dengan menggerakkan lisan masyarakat yang mengganggu harga dirinya, mencela dan menyakitinya sehingga keadaannya menjadi sempurna dan menjadi mampu membawa sirr tersebut. Saat itulah mereka berikan warisannya.”

Diriwayatkan bahwa beliau mengalami suatu penyakit yg parah hingga tampak bekas hitam di dada beliau. Hal ini dikarenakan beliau adalah Penyandang Bala’ bagi umat manusia. Beliau berkata, “Apa yang kalian lihat menimpa diriku sebenarnya bukanlah musibah, itu adalah kenikmatan di atas kenikmatan, aku merasakan kesenangan dan kelezatan dengannya. Sedangkan rintihan, keluhan yang kalian dengar dariku hanyalah sesuatu yang manusiawi, pengakuan atas kelemahanku dan kebutuhanku kepada Allah SWT. Sekarang aku menikmati dua kesenangan. Nikmat sabar dan syukur”

Beliau juga berkata,
“Saat aku sakit, Al-Musthofa SAW datang menjengukku dan aku dalam keadaan sadar (yaqodhoh).
Aku berpelukan dengan Beliau SAW di tempat ini (sambil menunjuk tempat yang biasa beliau duduki).

Sayidina Al-Faqih Al-Muqoddam juga pernah datang ke tempat ini setelah sholat Ashar dan aku dalam keadaan terjaga.
Aku sedang duduk di atas sajadah, tiba-tiba Sayidina Al-Faqih Al-Muqoddam datang diapit dua orang lain.

Salah seorang di antara mereka berkata :

“Kenalkah kau orang ini?”
Katanya seraya menunjuk orang yang di tengah.

“Tidak,” Jawabku.

“Beliau adalah kakekmu, Sayidina Al-Faqih Al-Muqoddam,” Kata orang itu.

Para auliya’ bersepakat bahwa Maqom Ijtima’ (bertemu) dengan Nabi SAW dalam waktu terjaga, adalah sebuah maqam yang melampaui seluruh maqom yang lain.
Hal ini tidak lain adalah buah dari mutaba’ah dzohir batin beliau terhadap sunnah-sunnah Nabi SAW.

Beliau juga pernah berkata, “Aku adalah Ahluddarak, barang siapa yang memohon pertolongan ALLAH melaluiku, maka dengan izin ALLAH aku akan membantunya, barang siapa yang berada dalam kesulitan lalu memanggil-manggil namaku maka aku akan segera hadir di sisinya dengan izin ALLAH.”

Ijazah beliau :

Dalam acara rutinan rauhah 3 Jumadal Ula, 1355 H. Pada acara rauhah di Kediaman beliau di Gresik, al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf menuntun orang-orang yang hadir di acara tersebut dengan kalimat jalalah berikut ini:

لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْمَوْجُودْ فِيْ كُلِّ زَمَانْ
لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْمَعْبُودْ فِيْ كُلِّ مَكَانْ
لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْمَذْكُورْ بِكُلِّ لِسَانْ
لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْمَعْرُوفْ بِاْلاِحْسَانْ
لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِى شَأْن
لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْأَمَانْ اَلْأَمَانْ مِنْ زَوَالِ الْاِيْمَانْ
وَمِنْ فِتْنَةِ الشَّيْطَانْ، يَا قَدِيْمَ الْاِحْسَانْ
كَمْ لَكَ عَلَيْنَا مِنْ إِحْسَانْ،
اِحْسَانُكَ الْقَدِيمْ ,يَا حَنَّانْ يَا مَنَّانْ،
يَا رَحِيمُ يَا رَحْمنْ, يَا غَفُورُ يَا غَفَّارْ، اِغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا
وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينْ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ.

Setelah beliau menuntun hadirin dengan dzikir di atas beliau bercerita:

”Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang sholeh dia adalah al-Qodhi Abdullah al-Baghdadiy. Dia berkata : “Aku pernah melihat Nabi Muhammad shalallahu a’laihi wa sallam di dalam mimpi dan beliau terlihat pucat sekali lalu aku berkata kepada Nabi Muhammad shalallahu a’laihi wa sallam : “Kenapa engkau wahai Nabi, wajah engkau pucat sekali ?”

Lalu Nabi Muhammad shalallahu a’laihi wa sallam menjawab : “Di malam ini telah meninggal 1.500 orang dari ummat-KU, dua dari mereka meninggal dalam keadaan iman dan sisanya meninggal tanpa membawa iman (su’ul khotimah).”

Aku berkata lagi kepada Nabi Muhammad shalallahu a’laihi wa sallam : “lalu apa kiat-kiat dari engkau untuk orang-orang yang bermaksiat agar mereka meninggal dengan membawa iman?” Nabi Muhammad shalallahu a’laihi wa sallam berkata: “Ambilah kertas ini dan baca shalallahu a’laihi wa sallam, siapa orang membacanya dan membawanya lalu dia memindah dari satu tempat ke tempat yang lain ( menyebarkan dan mengajarkan ) maka termasuk dari golongan-KU dan akan meninggal dalam keadaan membawa iman, akan tetapi siapa orang yang telah mendengarkannya dan dia tidak membacanya, tidak menyebarkannya maka dia lepas dari aku dan akupun lepas darinya.” Seketika itu aku langsung terbangun dari tidurku dan aku lihat kertas tersebut yang telah ada di genggamanku ternyata di dalamnya berisi tulisan yang penuh barokah, tulisan tersebut adalah :

بسم الله الرحمن الرحيم
لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْمَوْجُودْ فِيْ كُلِّ زَمَانْ
لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْمَعْبُودْ فِيْ كُلِّ مَكَانْ
لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْمَذْكُورْ بِكُلِّ لِسَانْ
لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْمَعْرُوفْ بِاْلاِحْسَانْ
لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِى شَأْن
لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْأَمَانْ اَلْأَمَانْ مِنْ زَوَالِ الْاِيْمَانْ
وَمِنْ فِتْنَةِ الشَّيْطَانْ، يَا قَدِيْمَ الْاِحْسَانْ
كَمْ لَكَ عَلَيْنَا مِنْ إِحْسَانْ،
اِحْسَانُكَ الْقَدِيمْ ,يَا حَنَّانْ يَا مَنَّانْ،
يَا رَحِيمُ يَا رَحْمَانْ, يَا غَفُورُ يَا غَفَّارْ، اِغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا
وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينْ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ.

Berkah beliau semoga kita dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang husnul khotimah dan kelak dikumpulkan bersama sayyidi ahlil jannah Rasulullah shalallahu alaihi wa Wasallam. Amin…

Sabtu, 25 Agustus 2018

Kesaktian dan Karomah Para Wali

Macam macam karomah yang di miliki para waliyullah

Setiap Nabi yang di utus Allah SWT. Mempunyai mukjizat atau kelebihan yang diberikan kepadanya agar supaya ummatnya percaya bahwa ia adalah manusia pilihan
. Ragam mukjizat tentulah kita sudah banyak mengetahui, diantaranya Nabi Ibrohim yang tidak terbakar api, nabi musa tongkat menjadi ular,mampu membelah lautan,Nabi sulaiman dapat berbicara dengan hewan Nabi Muhammad SAW. dengan Alquranya dan masih banyak lagi mukjizat nabi nabi yang lain.
Demikian juga dengan para Waliyullah beliau juga diberi suatu kelebihan namanya adalah Karomah, banyak sekali cerita mengenai karomah ulama al muslimin yang pernah kita dengar, namun sebagian yang lain tidak terdengar karomahnya, bukan berarti beliau tidak punya karomah namun mungkin beliau beliau menutupinya dari kita dan yang lainya.
Pada kesempatan kali ini kita akan membahas jenis jenis karomah para wali dengan contoh contoh Wali Allah yqng dekat dengan kita atau wali Allah al mutaakhirin. Yang jelas dari karomah karomah yang kita dengar tersebut sebenarnya karomah kembali kepada tiga pembagian
1. إنْقِلاَبُ الحَالِ
2. طَيُّ الأَرضِ
3. طيُّ الزَّمَانِ

Yang Pertama إنْقِلاَبُ الحَالِ
adalah kemampuan untuk dapat merubah sesuatu menjadi seauatu yang lain semisal racun menjadi sirup, air dan udara menjadi benda keras, mulut menjadi aliran sungai dll.
pernah dilakukan oleh salah satu sahabat saat ditantang oleh kaum kuffar (ahli membuat racun),  jika ia mampu lepas atau tidak mati setelah minum racun yang pemimpin kafir tersebut maka ia dan kaumnya akan masuk islam, sahabat akhirnya menerima tantangan tersebut, kemudian yang terjadi adalah racun tidak berefek sama sekali,
Cerita yang sama sering kita dengar bahwa gus mik, katanya sering minum khamr, apakah benar hal itu? Khamr kan minuman keras haram hukumnya mana mungkin gus mik minum khamr, disinilah انقلاب الحال dilakukan, khamr atau minuman keras yang beliau minum sebenarnya sudah berubah menjadi air atau sirup sebelum beliau meminumnya. atau kerongkongan beliau sudah berubah menjadi tempat pembuangan air limbah ke sungai dsb.

Yang kedua طَيُّ الأرْضِ
yang mempunyai arti menciutkan bumi, seringkali kita mendengar ulama fulan sholatnya tidak dimasjid kampung namun solatnya di Makkah, bagaimana mungkin dan bagaimana caranya, memang tidak logis menurut akal manusia biasa, ada yang menjawab mungkin saja mereka kan sakti mereka bisa kesana dengan terbang, apakah hal ini benar, apakah mereka terbang? sebenarnya tidak demikian.. terus bagaimana? sebenarnya jawabanya adalah : bumi telah diciutkan atau dipersempit bagi para Auliya sehingga jarak yang jauh bagi kita dekat sekali bagi para wali allah bahkan mungkin dunia ini satu langkah bagi beliau semua.jadi wajar jika dalam sekejap mereka dapat berganti posisi dan tempat. adapun yang mengatakan mereka terbang juga tidak logis, kenapa demikian? Bayangkan jika mereka terbang bagaimana kondisi tubuh mereka mereka akan butuh minim 8 jam terbang jika kecepatanya seperti pesawat, apa mungkin tanpa alat manusia bisa terbang dengan cepat tanpa merusak tubuh mereka.

Yang ketiga طَيُّ الزَّمَانِ menyempitkan zaman atau waktu, jadi yang di maksud dengan menyempitkan atau memangkas waktu adalah : para wali Allah mampu menjadikan waktu yang lama menurut kita sebagai manusia biasa ini bisa dipersempit oleh beliau beliau para wali Allah, semuanya tentunya dengan izin ALLAH jangan heran jika kita sering mendengar cerita bahwa Wali Allah sehari bisa hatam quran berpuluh puluh kali, padahal manusia biasa paling sehari semalam maksimal hatam 1 atau 2 kali saja logikanya waktu 7 jam bisa diubah para wali menjadi 1 atau 2 jam dalam kehidupan mereka.

Wallahu A'lam bis Showaab.

Selasa, 07 Agustus 2018

Sudah Terbukti,Tiada Guna Dunia di kejar

BUKTI BAHWA DUNIA ITU LAYAKNYA SEORANG GADIS BELIA 

Diceritakan Bahwa Sahabat Nabi Muhammad SAW. Selalu gagal jadi orang miskin, padahal kita banyak berharap kaya tapi malah tidak juga kaya, malah hutang dimana mana, simak cerita berikut, semoga menginspirasi kita.

Jika tiba-tiba kondisi ekonomi "down", jangan sedih, jangan panik, ingat  kisah bisnis Abdurrahman bin Auf, tentang investasinya membeli kurma busuk.

Suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata, Abdurrahman bin Auf r.a akan masuk surga terakhir karena terlalu kaya.
Ini karena orang yang paling kaya akan dihisab paling lama.

Maka mendengar ini, Abdul Rahman bin Auf r.a pun berfikir keras, bagaimana agar bisa kembali menjadi miskin supaya dapat masuk syurga lebih awal.

Setelah Perang Tabuk, kurma di Madinah yang ditinggalkan sahabat menjadi busuk. Lalu harganya jatuh.

Abdurrahman bin Auf r.a pun menjual semua hartanya, kemudian memborong semua kurma busuk milik sahabat tadi  dengan harga kurma bagus.

Semuanya bersyukur..Alhamdulillah..kurma yang dikhawatirkan tidak laku, tiba-tiba laku keras! Diborong semuanya oleh Abdurrahman bin Auf. Sahabat gembira.
Abdurrahman bin Auf r.a pun juga gembira.

Sahabat lain gembira sebab semua dagangannya laku.
Abdurrahman bin Auf r.a gembira juga sebab...berharap
jatuh miskin!

Masya Allah....hebat

Abdurrahman bin Auf r.a merasa sangat lega, sebab tahu akan bakal masuk surga dulu, sebab sudah miskin.

Namun.. Masya Allah
Rencana Allah Subhanahu wa ta'ala itu memang terbaik..

Tiba-tiba, datang utusan dari Yaman membawa berita, Raja Yaman mencari kurma busuk.

Rupa-rupanya, di Yaman sedang berjangkit wabah penyakit menular, dan obat yang cocok adalah KURMA BUSUK !

Utusan Raja Yaman berniat memborong semua kurma Abdurrahman bin Auf r.a dengan harga 10 kali lipat dari harga kurma biasa.

Allahu Akbar....
Orang lain berusaha keras jadi kaya. Sebaliknya, Abdurrahman bin Auf berusaha keras jadi miskin tapi selalu gagal. Benarlah firman Allah:

"Wahai manusia, di langit ada rezki bagi kalian. Juga semua karunia yang dijanjikan pada kalian " (Qs. Adz Dzariat, 22 )

Jadi.. yang banyak memberi rezeki itu datangnya dari kurma yang bagus atau kurma yang busuk?

Allah Subhanahu wa ta'ala lah yang Memberi rezki, rizqi itu karena kasih sayang Allah pada hambaNYA, siapapun tidak bisa lari dari rizqinya dan tidak pula bisa mengejar nya.
" Mengejar rizqi..jangan mengejar jumlahnya tapi barokahnya
( Ali bin Abi tholib )

Selasa, 24 Juli 2018

Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi dan lelaki tua

Al Habib 'Ali bin Muhammad Al-Habsyi (Shohibul Maulid Simtud Dhuror), yang didatangi seorang lelaki. Orang itu datang menghampiri Beliau dan memohon Doa pada Al Habib Ali Al Habsyi.

Lelaki itu berkata :
"Ya Habib Doakan aku."
.
Habib Ali bertanya :
"Doa apa yang kau minta?."
.
Lelaki itu berkata :
"Doakan supaya aku menjadi Hamba yang dicintai Allah Swt."
.
Jawaban lelaki itu membuat Habib Ali tertegun dan heran, karena kebiasaan Orang yang minta Doa pada Beliau senantiasa mengenai kelapangan rezeki, menginginkan kebahagiaan dan lain-lainnya... Tetapi lelaki ini berbeda Doanya.

Habib Ali bertanya lagi :
"Kenapa kau meminta untuk menjadi Hamba yang di Cintai Allah Swt?."
.
Lelaki itu menjawab :
"Ketahuilah wahai Habib, aku memiliki seorang anak yang masih kecil, betapa aku teramat sayang dan mencintai anakku, ketika aku sedang mengendong anakku, tiba-tiba dia mengeluarkan kotoran, tetapi tidak ada sedikitpun rasa jijik, apalagi marah didalam Hatiku...Bahkan buah hatiku aku peluk dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang dan tetap aku menciumnya."
. "Sehingga aku ingin ketika aku menjadi Hamba yang di Cintai oleh Allah Swt...Kelak ketika aku kembali Kepada-Nya, aku ingin Allah mau menerimaku karena Kasih Sayang-Nya, aku ingin menjadi Hamba yang dicintai-Nya...Sehingga kesalahanku, keburukanku tidak akan dipandang oleh-Nya, tetapi yang dipandang hanyalah kebaikanku, dan aku ingin Allah Swt Mencintaiku sebagaimana aku mencintai anak yang didalam pelukanku tadi."


Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad nabiyil umiyi wa'ala aalihi washohbihi wasalim

Minggu, 22 Juli 2018

KEDEKATAN SANTRI DAN KIAI JAMAN OLD YANG PENUH BAROKAH..

Sebantal Berdua Santri & Kiai

Ibrahim itulah nama santri tersebut itu datang jauh dari pelosok Sumatera Selatan ke Cirebon. Menemui seorang Kiai di Buntet Pesantren yang disebut-sebut oleh Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari sebagai penjaga langit tanah Jawa. Kiai Abbas namanya.

Kiai Abbas menatap tajam pada sosok di depannya. Menganggukkan kepala tanda beliau berkenan menerima Ibrahim.

“Saya tidur dimana, Pak Kiai?” tanya Ibrahim salah tingkah melihat Sang Kiai masih terus menatapnya.

‘Ya di rumah ini. Itu kamarmu.”

Ibrahim terkejut. Santri lainnya diarahkan menuju pondok, sementara ia malah diminta menetap di rumah Sang Kiai.

Maka hari-hari selanjutnya, Ibrahim menerima gemblengan berbagai ilmu khusus langsung dari Kiai Abbas. Belajar langsung bertatap muka dengan Sang Kiai adalah anugerah luar biasa.

Tapi keberuntungan Ibrahim tidak hanya sampai di sana. Sebagai Kiai NU yang disegani di wilayah Jawa Barat, Kiai Abbas sering bepergian ke sejumlah wilayah. Ibrahim dibawanya turut serta.

Berpuluh-puluh tahun kemudian Ibrahim mengenang bahwa suatu ketika ia mendampingi Kiai Abbas dalam suatu pertemuan tingkat tinggi para ulama NU di Jawa Tengah. Sebagai santri kesayangan, Ibrahim bukan saja melayani keperluan Sang Kiai selama dalam perjalanan, tapi juga turut duduk dan mengikuti berbagai pembahasan.

Dalam perjalanan pulang, tak hentinya Kiai Abbas memuji kehadiran seorang Kiai dari Jombang yang sangat dikaguminya: Kiai Wahab Chasbullah, salah seorang pendiri dan penggerak roda organisasi NU. Ibrahim mengenang bahwa Kiai Abbas terus menerus menceritakan diskusinya dengan Kiai Wahab. Kiai Abbas tak bisa menutupi kekagumannya betapa hebatnya pemikiran Kiai Wahab yang disampaikan dalam pertemuan para Kiai tadi.

Ibrahim penasaran. “Kiai Wahab itu yang mana yah?”

Kiai Abbas tersenyum, “Yang semalam tidur berbagi bantal denganmu. Itulah Kiai Wahab.”

Ibrahim terkejut. Tidak menyangka bahwa sosok sederhana yang semalam berbagi bantal (yang satu meletakkan kepala di atas bantal menghadap ke utara, dan satunya menghadap ke selatan) ternyata itulah Kiai yang tengah diceritakan Kiai Abbas dengan rasa hormat dan kagum.

Pertemuan para ulama NU memang dilakukan dengan sederhana. Selepas diskusi panjang, para Kiai beristirahat dengan alas tikar seadanya dan berbagi bantal. Satu-satunya kemewahan adalah tumpukan kitab kuning dan argumentasi yang dilakukan para Kiai saat berdiskusi. Selebihnya sederhana. Itu dulu.

Sosok Kiai Wahab Chasbullah, penerus Rais Akbar KH Hasyim Asy’ari ini, merupakan Kiai yang luar biasa baik kedalaman ilmunya dan keaktifannya berorganisasi. Kecintaannya pada tanah air melegenda dalam syair Ya Lal Wathan.

Santri muda Ibrahim kelak mendirikan Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an (PTIQ) khusus Pria tahun 1971 dan Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Khusus Perempuan tahun 1979 dan sekaligus sebagai Rektornya, serta dua puluh tahun memimpin Komisi Fatwa MUI (1980-2000) dengan segala kontroversinya. Gelarnya sudah panjang saat itu: Prof KH Ibrahim Hosen, LML. Makna tatapan tajam Kiai Abbas saat menerimanya sebagai santri khusus tempo doeloe terjawab sudah.

Kelak, pada Muktamar NU ke 25 di Surabaya tahun 1971, Mbah Wahab Chasbullah sudah sepuh dan sakit namun Kiai Bisri Syansuri tidak mau menggantikan beliau selama Mbah Wahab masih ada. Maka terpilihlah Mbah Wahab kembali menjadi Rais Am. Yang menarik, dalam perumusan nama-nama pengurus, Mbah Wahab mengirim utusan meminta kesediaan Ibrahim Hosen sebagai salah seorang Rais Syuriah PBNU untuk turut membantu beliau.

Memori sebantal berdua kembali hadir di benak Ibrahim Hosen.

Namun beberapa hari kemudian Mbah Wahab meninggal dunia. Sehingga Mbah Bisri yang naik menggantikan, dan formasi kepengurusan berubah. Ibrahim Hosen dengan tawadhu’ menolak masuk dalam kepengurusan dan memilih mencurahkan waktu sebagai Rektor PTIQ.

Merasa mendapat keberkahan dari tinggal dan belajar khusus dengan Kiai Abbas Buntet, Abah saya, Prof KH Ibrahim Hosen LML, menceritakan ulang kisah sebantal berdua dengan Kiai Wahab Chasbullah kepada saya lebih dari 30 tahun yang lalu. Berkah...berkah...berkah!

Demikianlah kisah sebantal berdua antara seorang santri Buntet dengan kiai besar NU dari Tambakberas, Jombang.

Alhamdulillah untuk kedua kalinya saya sempat ‘sowan’ ke makam Kiai Wahab Chasbullah beberapa waktu lalu. Meneruskan tradisi penghormatan santri pada para Kiai. Lahumul fatihah...

Penulis
Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia - New Zealand
dan Dosen Senior Monash Law School

Trik Cari jodoh ala mbah kholil Bangkalan Madura

Inilah Trik yang dipakai oleh Mbah Yai Kholil Bangkalan ketika mencarikan Jodoh untuk Mbah Yai Hasyim Asy'ari

Mbah Yai Hasyim ketika nyantri di Bangkalan beliau ditugasi untuk mengurus kuda milik Mbah yai Kholil hingga kesempatan untuk beliau ngajipun tidak terlalu banyak. Suatu ketika Mbah Kholil kedatangan tamu dari Jawa dan kebetulan tamu tersebut adalah seorang Kyai namun santrinya tak sampai ratusan hanya puluhan saja.setelah tamu tersebut ditanya apa keperluanya, tamu tersebut akhirnya mengutarakan keperluannya kepada Mbah yai Kholil.

Tamu:“Mbah Kholil,saya datang kesini kyai pertama niat silaturahmi dan yang kedua saya hendak menikahkan putri saya berhubung dia sudah dewasa kiranya patut saya carikan jodoh apalagi usia saya juga sudah ada di ambang pintu ajal yang tak lama lagi Allah pasti memanggil ruh saya Kyai.jika ada Kyai,saya mohon petunjuk dan izin Kyai untk mencarikannya”.

Tanpa berfikir panjang Mbah Kholil langsung memanggil Mbah Hasyim yang ada di belakang rumah beliau yang sedang ngurusi kuda.spontan Mbah Hasyim yang mendengar suara gurunya memanggil langsung lari tunggang langgang menghadap sang guru.
Mbah Hasyim:Iya Kyai Njenengan manggil saya?”
Mbah Kholil:“Iya”.

Tanpa banyak tanya lagi Mbah Hasyim langsung diam merunduk,lalu Mbah Kholil berkata kepada tamu beliau.ini dia calon menantumu yang akan meneruskan perjuanganmu.tamu pun terkejut tegang dan tak habis fikir sambil bergumam dalam hatinya,masa iya sih santri mblasaken seperti ini akan mengurus pesantrenku?..saya tidak yakin bila anak ini banyak ilmunya.

Di sisi lain Mbah Hasyim pun terkejut pula sambil begumam dalam hatinya,masa iya ya Mbah Kholil tega akan menjodohkan saya dengan putrinya ulama’yang begitu mulia dan santrinya banyak nan berwibawa serta alim?
Mbah Kholil lalu menyambung dawuhnya apa yang keduanya pikirkan.

Mbah Kholil:sudahlah kamu tamu)pulang saja dan siapkan selamatannya di rumahmu.tiga hari lagi aqad nikah dilaksanakan. Dan kamu Hasyim kembali ke belakang!”

Mbah Hasyim pun kembali ke tempat tugasnya dengan hati yang risau,pikiran kacau balau dan perasaan galau,sembari bertanya-tanya dalam hati kecilnya:bagaimana saya bisa menjalani ini semua,kenapa guru tidak memberi tau saya sebelumnya atau paling tidak menawarkannya?”

Gundah gulana bimbang ragu dan bingung terus berkecamuk dalam fikiran Mbah Hasyim.Di saat-saat seperti itulah Hidayah Allah ditampakkan.Mbah Hasyim teringat dimana suatu hari saat Mbah Kholil molang kitab beliau Dawuh sederhana saja:"

"Barang siapa di antara kalian yang ingin tercapai hajatnya maka bacalah sholawat nariyah sebanyak-banyaknya dan pada waktu ijabah sangat dianjurkan yaitu setelah separuh malam hingga menjelang subuh”.

Saat malam kira-kira jam 12 malam,Mbah Hasyim melaksanakan apa yang pernah diucapkan gurunya itu yaitu membaca Shalawat Nariyah sebanyak-banyaknya,dan menjelang Subuh beliau ketiduran dan hal ajaib dimana dalam mimpi tidur sekejapnya beliau bermimpi bertemu Imam al-Bukhari dan mengajarkan kepada beliau hadits shahih selama 40 tahun lamanya,lalu beliau terbangun serta terkejut tidak percaya atas mimpinya itu.

Di malam yang kedua terjadi lagi,dalam mimpinya beliau bertemu Imam as-Syafi’i dan mengajarkan kepada beliau kitab-kitab Fiqih dari bebagai Madzhab yaitu Imam as-Syafi’i sendiri Hanafi Maliki dan Hanbali selama 40 Tahun lamanya.

Di malam ke tiga beliau bermimpi bertemu dengan Imam al-Ghazali dan Junayd al-Baghdady yang mengajarkan beliau kitab-kitab tasawwuf selama 40 tahun.setelah beliau bangun,beliau terkejut dan bertanya dalam pikirannya apa makna dari semua mimpi ini.

Keesokan harinya beliau hendak bertanya kepada gurunya namun tidak ada kesempatan karena beliau justru disuruh siap-siap berangkat ke rumah calon mertua untuk melangsungkan aqad nikah.

Lalu keduanya pun berangkat hingga ditempat tujuan langsung dilakukan Aqad Nikah selesai itu Mbah Kholil akan pulang ke Bangkalan. Sepatah katapun tak ada yang keluar terucap dari Mbah Kholil mulai dari Bangkalan hingga sampai di tempat akad pernikahan. Baru Mbah Kholil hendak pulang beliau dawuh kepada Mbah Hasyim lalu kepada mertuanya dan disaksikan banyak santri dan tamu undangan.
Kepada Mbah Kholil: “Hasyim Jangan Nyelewang-Nyeleweng ya! Ibadah ikut yang dicontohkan Nabi melalui ulama’nya dan ikutilah ulama’nya Allah agar selamat, Allah pasti bersamamu.” Kepada mertua Mbah Hasyim dikatakan: “Jangan ragu dengan Hasyim dia sudah ngaji 120 tahun lamanya.”

Baik Mbah Hasyim, mertua dan para tamu tidak begitu paham serta kebingungan menafsiri dawuh Mbah Kholil karena mereka pikir ini gak masuk akal kapan ngajinya sampai 120 tahun sementara usia beliau belum sampai 50 tahun. Lalu Mbah Kholilpun balik ke Bangkalan.

Esoknya Mbah Hasyim diuji mertuanya sembari ingin membuktikan se alim apakah menantunya yang dijagokan gurunya itu. Dan beliaupun dengan agak gugup berada di masjid sementara di tempat yang biasa mertuanya duduk sudah disediakan 2 kitab tafsir dan hadits, sudah disiapkan ujian membaca kitab.

Nah keajaiban pun dimulai tanpa harus menengok apalagi memegang kitabnya Mbah Hasyim langsung membaca dengan fasih dan hafal diluar kepala serta membahasnya laiknya Masyayikh yang sudah kenyang dengan segudang ilmu, tak satupun ada yang salah.

Ustadz dan santri senior yang tidak yakin dengan kemampuan beliaupun pun menjadi takjub begitupula mertuanya yang mengintip dari celah jendela rumahnya pun ikut takjub.
Dari hari itu hingga seterusnya Mbah Hasyimlah yang molang semua kitab-kitab klasik yang tebal dari berbagai cabang ilmu agama Islam. Itulah beberapa karomah Mbah Kholil kepada Mbah Hasyim dan masih banyak lagi karomah-karomah beliau kepada santri-santri beliau yang lain.

Semoga Allah Senantiasa Mengalirkan tetesan-Tetesan Barokah dan Manfaat dari beliau-beliau ini kepada kita dan anak cucu kita sehingga kita tetap berada di jalur Ahlussunnah wal Jamaah.

Lahumul Fatihah...

Minggu, 15 Juli 2018

Uwais Al Qorni Berjalan diatas Air


AULIA ALLAH YANG SHALAT DI ATAS AIR (UWAIS AL-QARNI رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ

*Al Kisah.........,,,*
_"Sebuah kapal yang penuh dengan muatan dan dengan 200 orang penumpang termasuk para pedagang yang datang dari sebuah pelabuhan di Mesir._

_Ketika kapal itu berada di tengah lautan maka tiba-tiba petir menyambar bersama ombak yang kuat dan besar membuat kapal itu terombang-ambing dan hampir tenggelam._

_Berbagai usaha dilakukan untuk menghindari pukulan ombak ribut tersebut, namun semua usaha mereka sia-sia belaka._

_Semua orang yang berada di atas kapal itu sangat cemas dan menunggu apa yang akan terjadi pada kapal dan diri mereka._

_Dari antara penumpang kapal tersebut terdapat seorang laki-laki yang sedikitpun tidak merasa cemas._

_Dia kelihatan tenang sambil berdzikir kepada Allah ﷻ._

_Kemudian laki-laki itu turun dari kapal yang sedang terombang-ambing dan berjalanlah dia di atas air dan mengerjakan shalat di atas air._

_Melihat laki-laki yang berjalan di atas air tersebut maka beberapa orang peniaga yang bersama-sama dalam kapal itu berkata ;_
“Wahai wali Allah, tolonglah kami. Janganlah tinggalkan kami!”

_Namun laki-laki itu tidak memandang ke arah orang yang memanggilnya._

*Para peniaga itu memanggil lagi ;* “Wahai wali Allah, tolonglah kami. Jangan tinggalkan kami!”

_Pada kali yang kedua ini laki-laki itu menoleh ke arah orang-orang yang memanggilnya dengan berkata ;_
“Ada apa wahai tuan-tuan?”
Seolah-olah laki-laki itu tidak mengetahui apa yang sedang terjadi.

*Beberapa peniaga itu berkata ;*
“Wahai wali Allah, tidakkah tuan menganggap masalah besar tentang kapal yang hampir tenggelam ini?”

*Wali Allah itu berkata ;*
“Dekatkan dirimu kepada Allah ﷻ.”

*Para penumpang itu berkata ;*
“Wahai wali Allah apa yang harus kami lakukan?”

*Wali Allah itu berkata ;*
_“Tinggalkan semua harta kalian niscaya jiwa kalian akan selamat.”_

Para penumpang berkata ;
“Wahai wali Allah, kami siap meninggalkan semua harta kami asalkan jiwa kami semua selamat.”

Wali Allah itu berkata lagi,
“Turunlah kalian semua ke atas air dengan membaca Bismillah.”

Maka sambil membaca *Bismillah* satu persatu mereka turun ke atas air dan berjalan menghampiri wali Allah yang sedang duduk di atas air sambil berdzikir.

_Tidak berapa lama kemudian maka kapal yang menanggung muatan seharga. Ratusan tusan juta itu pun tenggelam ke dasar laut._

_Dengan demikian maka habislah semua barang-barang perniagaan yang mahal-mahal terbenam ke laut._

_Semua penumpang jadi bingung dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, lalu mereka berdiri di atas air sambil melihat kapal yang tenggelam itu._

_Salah seorang dari para peniaga itu bertanya kepada wali Allah,_
“Wahai wali Allah, siapakah sesungguhnya tuan ini?

Wali Allah itu menjawab ;
*“Saya "AWAIS AL-QARNI.”*

*Peniaga itu berkata lagi,*
_“Wahai wali Allah,Sesungguhnya di dalam kapal yang tenggelam itu terdapat harta yang dikirim oleh seorang jutawan Mesir untuk fakir-miskin Madinah.”_

*Wali Allah berkata ;*
_“Sekiranya Allah mengembalikan semua harta kalian, adakah kalian betul-betul akan membagikannya kepada orang-orang miskin di Madinah?”_
*Peniaga itu berkata ;*
_“Betul tuan, kami tidak akan menipu wahai wali Allah.”_

_Setelah wali itu mendengar pengakuan dari peniaga itu, maka dia pun mengerjakan shalat dua rakaat di atas air, kemudian dia memohon kepada Allah ﷻ agar kapal itu ditimbulkan kembali sekalian dengan harta-harta dan segala muatan yang ada didalamnya._

_Tidak berapa lama kemudian kapal itu terangkat sedikit demi sedikit sehingga terapung kembali di atas air._

_Semua barang perniagaan dan lain-lain tetap seperti semula tiada yang kurang suatu apapun._

_Setelah itu maka semua penumpang kembali naik ke atas kapal dan meneruskan pelayaran ke tempat yang dituju._

_Ketika sampai di Madinah maka peniaga yang telah berjanji dengan wali Allah itu tadi terus menunaikan janjinya dengan membagi-bagikan harta kepada fakir miskin Madinah, sehingga tiada seorang pun yang tertinggal._

*Uwais رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ adalah tabi’in yang paling utama berdasarkan nash dalam riwayat lainnya, dari ‘Umar bin Al Khattab رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ, Rasulullah ﷺ bersabda;*

إِنَّ خَيْرَ التَّابِعِينَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ وَلَهُ وَالِدَةٌ وَكَانَ بِهِ بَيَاضٌ فَمُرُوهُ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمْ

_“Sesungguhnya tabi’in yang terbaik adalah seorang pria yang bernama. Uwais. Ia memiliki seorang ibu dan dulunya berpenyakit kulit (tubuhnya ada putih-putih). Perintahkanlah padanya untuk meminta ampun untuk kalian.”_
(HR. Muslim no. 2542)

Ini secara tegas menunjukkan bahwa Uwais رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ adalah tabi’in yang terbaik.

Sumber :
Kitan Tahnbihul Ghafilin

*Pengarang Kitab Tanbihul Ghafilin adalah: "Abu al-Layts al-Samarqandi"(wafat pada tahun 373H atau 983 M).*

Nama lengkapnya adalah: "Abu al-Layts Mudar Nasir ibn Muhammad al-Samarqandi", seorang Sufi dan Ahli Hukum mazhab Hanafi yang disegani.*

*Sebuah nama yang diambil dari nama kota "Samarkand" yang terletak di negara "Uzbekistan".*

Wallahu a'lam.

اللهم صل على سيدنا محمد

Dahsyatnya Cinta dan Kesetiaan


Kisah Nyata dari Para SAHABAT NABI MUHAMMAD SAW.

Jauh Hari Sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul, Abul Ash bin Rabi' menghadap beliau dan mengatakan :“Saya ingin menikahi Zainab, putri sulung Anda”
Sebuah contoh kesantunan dan tatakrama.

Nabi Muhammad SAW. menjawab, “Aku tak mau melakukannya sebelum meminta izin padanya”. Sesuai syariat yang nanti akan diwahyukan kepadanya.

Kemudian Nabi MUHAMMAD SAW. menyampaikannya pada Zainab. “Anak pamanmu mendatangiku dan menyebut-nyebut namamu. Apakah engkau rela ia menjadi suamimu?”

Wajahnya memerah dan ia tersenyum. Malu-malu.

Nabi saw. kemudian menikahkan Zainab dengan Abul Ash. Bermulalah dahsyatnya sebuah kisah cinta. Dari pernikahan berkah ini lahirlah Ali dan Umamah.

Tiba masanya muncul sebuah masalah baru.

Yaitu, terkait diutusnya Nabi Muhammad saw sebagai Rasul Allah. Saat itu Abul Ash sedang bepergian beberapa saat lamanya. Ketika ia kembali, Zainab sudah memeluk Islam dan mengimani risalah yg dibawa ayahnya. Abul Ash pun mengetahuinya.
Zainab berkata, “Aku punya sebuah berita besar untukmu”.

Abul Ash berdiri, lalu meninggalkan Zainab.
Zainab mengejarnya, kemudian ia berkata:
“Ayahku diutus sebagai nabi dan aku telah memeluk Islam.”

Abul Ash menjawab, “Bagaimana sikapmu? Beritahu aku!”

Zainab menimpali, “Aku takkan mendustakan ayahku. Karena ia bukan pendusta. Ia adalah orang jujur dan sangat dipercaya. Bukan hanya aku yang berislam kepadanya. Ibuku dan saudara-saudaraku juga melakukannya. Ali bin Abi Thalib sepupuku juga beriman. Anak bibimu, Usman bin Affan juga memeluk Islam. Sahabatmu Abu Bakar juga menyatakan Islam".

Kalau Aku.... kata Abul Ash.
“Aku tak mau nanti orang-orang mengatakan Abul Ash menghinakan kaumnya, kafir dengan nenek moyangnya demi istrinya. Ayahmu pasti akan tertuduh. Mohon maaf. Hargailah sikapku?"
Sebuah dialog cinta yang jauh dari memperturutkan ego dan gengsi.

Zainab tersenyum, “Jika bukan aku, siapa lagi yang akan memaklumimu? Tapi suamiku, aku adalah istrimu. Aku ingin membantumu dalam kebaikan hingga engkau bisa memutuskannya dengan benar.”

Zainab membuktikan kata-katanya selama 20 tahun. Ia bersabar. Setia dengan cintanya. Setia dengan akidahnya.

Abul Ash tetap berada dalam sikapnya. Hingga sampailah saat hijrah nabawi. Zainab menghadap ayahnya.

“Ya Rasulallah, mohon izin aku ingin menetap bersama suamiku.” Bukti cintanya yang sangat dalam. Dan Nabi saw mengizinkannya dengan penuh sayang.

Zainab menetap di Mekah. Saat terjadi Perang Badar, suaminya memutuskan bergabung berperang bersama pasukan Quraisy. Menarget Nabi Muhammad dan kaum muslimin.
Suaminya memerangi ayahnya.

Bermalam-malam ia menangis dan merintih, tenggelam dalam duka. Ia panjatkan doa dan bermunajat penuh kepasrahan.

“Ya Allah... aku takut jika setiap matahari terbit akan menerima kenyataan bahwa anakku menjadi yatim atau aku kehilangan ayahku...”

Abul Ash bertempur masih dengan keyakinanya. Meski ia sendiri tak benar-benar yakin akan sikapnya.
Usailah pertempuran Badar. Abul Ash tertawan. Beritanya sampai ke Mekah.

Dengan penuh cemas ia menanyakan tentang kabar ayahnya
“Kaum Muslimin menang” ia mendapat kabar demikian.
Ia bersujud pada Allah, mensyukuri karunia-Nya.
Ia juga bertanya berita tentang suaminya.

Mereka menjawab, “Ia ditawan oleh mertuanya.”
Ia bergegas ingin menebus suaminya. Ia kirimkan kalung perhiasan.
Ia tak punya apa-apa yang berharga selain perhiasan dari ibunya yang ia kenakan. Perhiasan yang selalu melekat di dadanya. Kalung itu kemudian dibawa saudara kandung Abul Ash menghadap Rasulullah saw.

Nabi Muhammad saw terhenyak ketika melihat kalung istrinya, Khadijah yg sangat dikenalnya.

“Tebusan siapa ini?”

“Tebusan Abul Ash bin Rabi`”

Ada tetesan air mengalir dari pelupuk mata beliau, seraya berbisik pelan, ”Ini adalah kalung Khadijah.” Sebuah ungkapan kesetiaan yang terpatri dalam hati. Tak luntur meski jasad pemiliknya sudah bertahun-tahun terpendam dalam tanah.
Beliau kemudian berdiri dan berkata, “Wahai manusia… Lelaki ini tidak aku cela sebagai menantu.”
Sebuah narasi pengakuan dan sikap adil yang nyata.

"Mengapa kalian tak bebaskan ia dari tawanan? Mengapa kalian tak mengembalikan kalung tebusannya kepada Zainab?"

Para sahabat menjawab , “Labbaik, wahai Rasulullah”
Kesantunan dan ketaatan tertulis dalam sejarah.

Nabi saw kemudian memberikan kalung tersebut kepada Abul Ash dan berkata, “Sampaikan kepada Zainab agar jangan mengabaikan kalung Ibunya, Khadijah.” Sebuah pesan cinta dan kesetiaan yang dahsyat.

Nabi saw. berkata, “Wahai Abul Ash aku sampaikan sebuah rahasia.”
Kemudian Abul Ash mendekati Rasulullah saw.

“Wahai Abul Ash. Sesungguhnya Allah sudah memerintahkan kepadaku untuk memisahkan antara perempuan muslimah dan orang kafir. Maka, kembalikanlah putriku kepadaku!”

Dengan penuh penghormatan Abil Ash berkata, “Siap. Aku akan melakukannya!”

Zainab keluar rumah menuju gerbang kota Mekah hendak menyambut jantung hatinya. Sabar ia tunggu kedatangan suaminya.
Abul Ash terlihat. Tak lama kemudian ia mendekat. Suaminya membisikinya. “Aku akan pergi”

“Ke mana?” pendar mata binar Zainab kembali meredup
“Bukan aku, tapi Engkau yg pergi. Aku berjanji menyerahkanmu pada ayahmu!”
“Mengapa?”
“Untuk memisahkan antara aku dan dirimu. Kembalilah pada ayahmu!”
Abul Ash menepati janjinya.

“Mengapa engkau tak membersamaiku saja. Masuklah Islam” Zainab membujuk penuh harap, penuh cinta.

Dan Abul Ash tetap pada pendiriannya. Zainab pun meninggalkan Mekah. Meninggalkan suaminya. Menaati perintah Allah dan ayahnya. Ia hijrah ke Madinah membawa anak-anaknya.
Sejak saat itu, selama 6 tahun silih berganti para lelaki melamarnya. Namun, Zainab tak pernah berkenan menerima. Ia tetap setia menunggu cintanya yang tertinggal di Mekah. Bersama sekeping harap agar mantan suaminya datang menghadap ayahnya dan membersamainya kembali seperti sedia kala.

Setelah tahun-tahun sulit. Menjelang terjadinya Fathu Makkah, Abul Ash sebagaimana biasa ia melakukan perjalanan, berdagang ke negeri Syam.

Dalam perjalanan pulang ke Mekah ia bersama kafilah dagang Quraisy membawa 100 ekor unta dengan 170 orang. Mereka terendus oleh pasukan mata-mata umat Islam. Mereka pun akhirnya ditawan. Namun, Abul Ash berhasil kabur, lenyap dan menghilang.

Abul Ash berlindung di balik kegelapan malam yang semakin gelap serta larut. Ia mengendap-endap memasuki kota Madinah. Bersembunyi beberapa saat.

Menjelang fajar ia semakin mendekat. Rumah Zainab yang ditujunya. Inilah tsiqoh, sebuah kepercayaan.

Zainab bertanya, “Apakah Engkau datang dalam keadaan muslim?”

Abul Ash menjawab, “Bukan. Aku kabur!”

“Mengapa engkau tidak berislam saja”

“Tidak”

Abul Ash meminta jaminan dan perlindungan. Dan Zainab bersedia melindungi. Menjamin dirinya.

“Jangan takut, anak bibiku. Selamat datang wahai Abu Ali dan Abu Umamah”

Rasulullah saw. berdiri di mihrab, mengimami kaum muslimin Shalat Fajar berjamaah. Beliau mengucapkan takbiratul ihram, para makmum di belakang beliau juga bertakbir. Saat itu dari shaf jamaah perempuan, Zainab mengangkat suaranya. Ia berkata, “Aku Zainab binti Muhammad, telah memberi jaminan kepada Abul Ash, maka lindungilah dia.”

Ketika selesai shalat, Nabi Muhammad saw. menoleh kepada para jamaah dan bertanya, “Apakah kalian semua mendengar seperti yang aku dengar?”

Mereka menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.”

Nabi Muhammad saw bersabda, “Demi Dzat yang diriku ada dalam genggaman-Nya. Aku tidak tahu kecuali apa yang aku dengar, seperti yang kalian dengar. Sungguh orang yang paling lemah di antara kaum muslimin telah memberi perlindungan.”

Nabi Saw berdiri menyeru, “Wahai para manusia. Sungguh terhadap lelaki ini sebagai menantu saya tidaklah mencelanya.Menantuku ini telah berbicara denganku dan ia membenarkanku, ia memberi janji dan ia menunaikan janjinya terhadapku”.

Penuh khidmat dan hening para sahabat Nabi saw mendengarkannya.

“Bila kalian setuju untuk mengembalikan hartanya dan membiarkannya pulang ke negerinya, maka ini lebih aku sukai. Tetapi bila kalian menolak, maka semua urusan kuserahkan kepada kalian, keputusan ada di tangan kalian. Saya takkan memprotesnya.”

Inilah musyawarah. Beliau tidak menggunakan otoritas kepemimpinannya.

“Kami bersedia menyerahkan kembali hartanya” para sahabat menyetujui Rasulullah saw. Dan inilah adab dan kesantunan sebagai balasan keteladanan dan tawadhu pemimpin.

Lalu Nabi Saw bersabda, “Wahai Zainab, kita telah memberi perlindungan kepada orang yang engkau beri perlindungan dan jaminan.”

Lalu Rasulullah membersamai putrinya ke rumahnya, “Wahai Zainab! Hormatilah Abul Ash. Dia itu putra bibimu, dia adalah ayah dari anak-anakmu. Tetapi jangan dekati dia, itu tidak halal bagimu.” Syariat dipraktekkan dan dipadu dengan akhlak mulia serta kasih sayang.

Zainab menganggukkan kepala, “Labbaik, wahai Rasulullah.”

Zainab menemui Abul Ash bin Rabi’ dan berkata, “Perceraian kita telah menyulitkan kita. Maukah engkau masuk Islam dan tinggal bersama kami?”
Harapan dan cinta menyatu, keluar dari bibir putri manusia termulia. Namun, Allah belum mengabulkannya.

Abul Ash mengambil hartanya dan pulang menuju Mekah. Sesampai di kota Mekah ia berkata kepada penduduk Mekah, “Wahai penduduk Mekah, terimalah harta kalian. Apakah masih ada yang kurang?"

Mereka menjawab, “Semoga Allah membalas kebaikan kepadamu. Engkau telah menunaikan amanah dengan sangat baik.”

Abul Ash berkata, "Aku sungguh bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasul-Nya."

Bergegas, Ia pun pergi berhijrah menuju Madinah. Menjemput hidayahnya. Menyusun kembali kepingan cinta dan kesetiaannya.

Ketika waktu fajar, ia memasuki kota Madinah. Ia bergegas menghadap Nabi Saw. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, kemarin Engkau memberi perlindungan kepadaku. Kini, saksikanlah aku datang dan bersaksi bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.”
Abul Ash melanjutkan, “Wahai Rasulullah, apakah engkau memberi izin kepadaku untuk kembali (ruju’) kepada Zainab?”

Nabi saw. memegang pundak Abul Ash dan berkata, “Mari berjalan bersamaku.”

Beliau ke rumah Zainab, mengetuk pintu dengan penuh bahagia, “Anakku, Zainab. Ini anak bibimu datang kepadaku. Dia meminta izin kepadaku untuk kembali kepadamu. Bersediakah engkau?”

Maka, nampak muka Zainab kemerahan seraya tersenyum. Malu-malu. Pertanda rela, ungkapan persetujuannya.
Seisi Madinah gegap gempita, menyambut bahagia. Merayakan pertemuan cinta dan kesetiaan. Langit cerah, seputih ketulusan cinta Zainab.

Namun, ini bukan akhir sebuah kisah…

Setahun kemudian, Zainab putri Rasulullah saw. dipanggil oleh Allah. Ajalnya telah sampai.
Isak tangis kesedihan Abul Ash terdengar. Menyayat siapa saja yang mendengarnya. Para sahabat menyaksikan.

Rasulullah saw mengusapnya. Turut merasakan kesedihan yang mendalam. Menerima takdir Allah dengan penuh keimanan.

Suara berat Abul Ash menyeruak, “Wahai Rasulullah aku tak mampu hidup tanpa Zainab”

Dan benar, setahun kemudian ia menyusul kekasihnya.

Menghadap Allah _subhânahu wa ta’âlâ_

Itulah kisah tentang cinta dan kesetiaan. Bersyukurlah, Allah telah karuniakan perempuan baik mendampingimu. Rawatlah cintanya. Ajaklah membangun istana cinta di dunia. Kelak Allah akan membalasmu dengan karunia cinta yang abadi, kesetiaan yang tak pernah luntur oleh masa.

اللّهمّ صلّ علی سيّدنا محمّد وعلی آله وأصحابه ومن تبعهُمْ بإحسان إلی يوم الدِّيْن

Jumat, 13 Juli 2018

Hukuman Bagi penebar Fitnah dan Hoax ala Habibana Umar bin Hafidz Yaman

HOAX DAN FITNAH
DIMATA HABIB UMAR BIN HAFIDZ YAMAN                                                           
Kabar miring, Hoax dan  Fitnah keji, dampaknya begitu kuat, tak perduli Alim,pandai,bodoh, kaya , ataupun miskin pasti pernah merasakanya. fitnah tersebut pernah pula di rasakan oleh Habibana Umar Bin Hafidz yaman, hal ini diceritakan langsung kepada Habib Umar oleh pemfitn
iri, berikut ceritanya:

“Ya Habib… Maafkanlah saya yang telah memfitnah Habib dan ajarkan saya sesuatu yang boleh menghapuskan kesalahan saya ini.”

Saya berusaha menjaga lisanku, dan tak ingin sedikitpun menyebarkan kebohongan dan menyinggung perasaan Habib lagi.

Habib Umar pun tersenyum ..,“Apa kau serius?” katanya.

Saya menganggukkan kepala saya dengan penuh keyakinan “Saya serius, Habib, Saya benar-benar ingin menebus kesalahan saya.”

Habib Umar terdiam beberapa saat. Ia tampak berfikir. Saya sudah membayangkan sebuah doa yang akan diajarkan oleh Habib Umar kepada saya, yang jika saya membacanya beberapa kali maka Allah akan mengampuni dosa-dosa saya. saya juga membayangkan satu perintah atau pekerjaan, atau apa saja yang boleh menebus kesalahan dan menghapuskan dosa-dosa saya.

Beberapa detik kemudian, Habib Umar mengucapkan sesuatu yang benar-benar di luar sangkaan saya….

“Apakah kamu mempunyai sebuah bulu ayam (pengibas habuk) di rumahmu?”

saya terheran heran karena Habib Umar justru menanyakan sesuatu yang tidak sesuai untuk permintaan saya tadi.
“Maaf, Habib?” saya berusaha untuk memahami maksud Habib Umar.

Habib Umar tertawa, seperti Habib Umar yang biasanya. Di ujung tawanya, beliau sedikit terbatuk sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, beliaupun menghampiri saya,
“Ya, carikan satu bulu ayam yakni pengibas habuk di rumahmu,” katanya.
Nampaknya Habib Umar benar-benar serius dengan permintaannya.

“Ya, saya ada bulu ayam yakni pengibas habuk di rumah, Habib. Apa yang harus saya lakukan dengannya?” aku bertanya minta kepastian.

Habib Umar tersenyum…., “Besok pagi, berjalanlah dari rumahmu ke pondokku,” kata beliau,
“Berjalanlah sambil mencabut sehelai demi sehelai bulu-bulu dari pengibas habuk itu. Setiap kali kamu mencabut sehelai bulu, ingatkan setiap perkataan burukmu tentang aku, lalu jatuhkan di jalanan yang kamu lalui.”
saya hanya menganggukkan kepala dan aku tak akan membantahnya. Barangkali maksud Habib Umar adalah agar aku merenung semua kesalahan-kesalahanku. Dan dengan menjatuhkan bulu-bulunya satu per satu, maka kesalahan-kesalahan itu akan gugur diterbangkan oleh angin…

“Kau akan belajar sesuatu darinya,” kata Habib Umar Ada senyum yang sedikit memberi keyakinan di wajahku.

Keesokan harinya, aku menemui Habib Umar dengan sebuah pengibas habuk yang sudah tidak memiliki sehelai bulupun pada tangkainya. Aku segera menyerahkan batang pengibas habuk itu pada beliau.

“Ini, Habib…, bulu-bulu dari pengibas habuk ini sudah saya jatuhkan satu per satu sepanjang perjalanan. Saya berjalan lebih dari 5 km dari rumah saya ke pondok ini. Saya mengingati semua perkataan buruk saya tentang Habib.

Saya menghitung betapa luasnya fitnah-fitnah saya tentang Habib yang sudah saya sebarkan kepada begitu banyak orang……. Maafkan saya, Habib. Maafkan saya…”

Habib Umar mengangguk-angguk sambil tersenyum. Ada kehangatan yang aku rasakan dari raut mukanya, lalu dia bersuara……, “Seperti aku katakan kemarin, aku sudah memaafkanmu. Barangkali kamu hanya khilaf dan hanya mengetahui sedikit tentangku. Tetapi kau harus belajar sesuatu…,” katanya.

Aku hanya terdiam mendengar perkataan Habib Umar yang lembut, menyejukkan hatiku.

“Kini pulanglah…” kata Habib Umar.

Ketika aku baru saja hendak melangkah pulang sambil mencium tangannya, tetapi Habib Umar melanjutkan kata-katanya…..
“Pulanglah dengan kembali berjalan kaki dan menempuh jalan yang sama dengan saat kamu menuju ke pondokku tadi…”

Aku terkejut mendengarkan permintaan Habib Umar kali ini, apalagi mendengarkan “syarat” berikutnya: _*“Di sepanjang jalan kepulanganmu, pungutlah kembali bulu-bulu dari pengibas habuk tadi kau cabut satu per satu.*_

Esok hari, laporkan kepadaku berapa banyak bulu yang dapat kamu kumpulkan.”

Aku terdiam. Aku tak mungkin menolak permintaan Habib Umar.

*“Kamu akan mempelajari sesuatu dari semua ini,”* Habib Umar mengakhiri kata-katanya.

Sepanjang perjalanan pulang, aku berusaha menemukan bulu-bulu dari pengibas habuk yang tadi kulepaskan di sepanjang jalan. Hari yang terik. Perjalanan yang melelahkan. Betapa sulit untukku menemukan bulu-bulu itu. Ia tentu saja telah ditiup angin, atau menempel di beberapa kenderaan yang sedang menuju kota yang jauh, atau disapu ke mana saja tempat yang kini tak mungkin aku ketahui.
Tapi aku harus menemukan bulu-bulu tersebut…, Aku harus terus mencari di setiap sudut jalanan, lorong-lorong sempit, ke mana saja!

Aku terus berjalan… Setelah berjam-jam, aku berdiri di depan rumahku dengan pakaian yang dibasahi keringat. Nafasku tercunga-cungap…, kerongkongku kering.
Di tanganku, kugenggam lima helai bulu pengibas habuk yang berhasil kutemukan di sepanjang perjalanan.

Hari sudah menjelang petang. Dari ratusan bulu ayam yang ku cabut dan ku jatuhkan dalam perjalanan ketika pergi bertemu Habib, hanya lima helai yang berhasil kutemukan dan kupungut sepangjang perjalanan pulang. Ya, hanya lima helai. Lima helai…,.

Hari berikutnya aku menemui Habib Umar dengan wajah yang murung. Aku menyerahkan lima helai bulu ayam yang telah ku kutip itu pada Habib Umar : “Ini, Habib…, hanya ini saja yang berhasil saya temukan.” Aku membuka genggaman tanganku dan menyerahnnya pada Habib Umar.

Habib Umar tersenyum….., *”Kini kamu telah belajar sesuatu,*”katanya.

Aku mengerutkan dahiku, ingin tahu….
“Apa yang telah aku pelajari, Habib?” Aku benar-benar tak mengerti.

“Tentang fitnah-fitnah itu,” jawab Habib Umar.

Tiba-tiba aku tersentak. Dadaku berdebar. Kepalaku mulai berkeringat.

*“Bulu-bulu ayam yang kamu cabut dan kamu jatuhkan sepanjang perjalanan adalah fitnah-fitnah yang kamu sebarkan.*
Walaupun kamu _benar-benar menyesali di atas perbuatanmu dan berusaha memperbaikinya, fitnah-fitnah itu telah menjadi bulu-bulu yang beterbangan entah kemana.

Bulu-bulu itu adalah kata-katamu._
_Ia telah dibawa angin terbang ke mana saja, ke berbagai tempat yang tak mungkin dapat kamu duga…,, ke berbagai wilayah atau negara yang tak mungkin dapat kamu hitung!”_

Tiba-tiba aku menggigil mendengarkan kata-kata Habib Umar. Seolah-olah ada satu hentakan pesawat yang paling dahsyat di dalam kepalaku. Seolah-olah ada tikaman mata pisau yang menghujam jantungku.

Aku ingin menangis sekeras-kerasnya. Aku ingin mencabut lidahku sendiri.
*“Bayangkan salah satu dari fitnah-fitnah itu suatu saat kembali pada dirimu sendiri… Barangkali kamu akan berusaha meluruskannya, karena kamu benar-benar merasa bersalah telah menyakiti orang lain dengan kata-katamu itu.* Barangkali kamu tak ingin mendengarnya lagi. Tetapi kamu *tak dapat menghentikan semua itu!*

*Kata-katamu yang telah terlanjur tersebar dan terus disebarkan di luar kawalanmu, tak dapat kamu bungkus lagi dalam sebuah kotak besi untuk kamu kubur dalam-dalam sehingga tak ada orang lain lagi yang mendengarnya. Angin waktu telah mengabdikannya.”*

_*“Fitnah-fitnah itu telah menjadi dosa yang terus beranak-pinak tak ada penghujungnya. Agama menyebutnya sebagai dosa jariyah. Dosa yang terus berjalan di luar kawalan pelakunya….,  Maka tentang fitnah-fitnah itu, meskipun aku atau sesiapapun saja yang kamu fitnah telah memaafkanmu sepenuh hati, fitnah-fitnah itu terus mengalir hingga kau tak dapat membayangkan bila ianya akan berakhir.*_

Bahkan meskipun kau telah *meninggal dunia, fitnah-fitnah itu terus hidup karena angin waktu telah membuatnya abadi. Maka kamu tak dapat menghitung lagi berapa banyak fitnah-fitnah itu telah memberatkan timbangan keburukanmu kelak.”*

Tangisku benar-benar pecah. Aku tersungkur di lantai.

*“Astagfirulloh hal-'adzhim…
Astagfirullohal-adzhim…
Astagfirulloh hal-adzhim…”*

Aku hanya mampu terus mengulangi istighfar. Dadaku gemuruh. Air mata menderas dari kedua hujung mataku.
“Ajarkanlah saya apa saja untuk membunuh fitnah-fitnah itu, Habib….. Ajaranlah saya! Ajarkanlah saya! Astagfirulloohal-adzhim…” Aku terus menangis menyesali apa yang telah aku perbuat.

Habib Umar tertunduk sambil menitiskan air matanya. *“Aku telah memaafkanmu setulus hatiku…., wahai anakku,” katanya,
“Kini, aku hanya mampu berdoa agar Allah mengampunimu, mengampuni kita semua. Kita harus percaya bahwa Allah, dengan kasih sayangnya, adalah Zat yang Maha terus menerus menerima taubat manusia… Innallooha tawwaabur-rahiim…”*

Aku seperti disambar halilintar jutaan megawatt yang menggoncangkan batinku!
Aku ingin mengucapkan sejuta atau sebanyak-banyaknya istighfar untuk semua yang sudah kulakukan!

Aku ingin membacakan doa apa saja untuk menghentikan fitnah-fitnah itu!
“Kini aku telah belajar sesuatu,”

Demikianlah sahabat dan saudaraku. Itulah sebab kenapa, *fitnah itu “KEJAM”.
Lebih kejam dari pada pembunuhan.*

Bayangkan berapa juta wall di media social yang kita penuhi kalau satu kali saja posting fitnah terhadap seseorang dan itu akan menetap abadi sepanjang masa apalagi kalau di share. Maka setiap yang ingin  kita posting hendaklah di telaah dan difikirkan dulu fitnah atau bukan?_

Wallahu a'lam

ALLOHUMMA SHOLLI 'ALAA SAYIDINA MUHAMMAD WA 'ALAA AALI SAYIDINA MUHAMMAD

Minggu, 24 Juni 2018

Wali Songo versi Habib Luthfi Bin Yahya

SEJARAH SINGKAT WALISONGO Versi Habib Lutfhi Bin Yahya


Sebenarnya Wali Sanga di Indonesia itu tidak hanya yang biasa dikatakan oleh ahli sejarah. Maulana Habib Luthfi Bin Yahya mengisahkan sejarah Wali Sanga yang tidak terekam oleh para ahli sejarah. Ahli sejarah itu membuatnya berdasarkan kepentingan politik. Menurut Habib Luthfi, wali sanga itu ada lima generasi.

Generasi pertama dipimpin oleh Syaikh Jamaludin Husein atau Syeikh Jumadil Kubro yang membawahi delapan wali lainnya. Sebagian terpencar di Sumatera.

Generasi kedua dipimpin oleh Syaikh Maulana Al-Malik Ibrahim yang membawahi delapan wali lainnya diantaranya Sayyidina Imam Quthub Syarif bin Abdullah Wonobodro, Syaikh Muhammad Sunan Geseng, Sayyid Ibrahim, Sunan Gribig, Amir Rahmatillah Sunan Tembayen, Imam Ali Ahmad Hisamuddin (Cinangka, Banten lama), al-Imam Ahmad Zainul Alam.

Generasi ketiga dipimpin oleh Imam Maulana Ibrahim Asmoroqondi / Pandito Ratu (Tuban, Gresik) yang membawahi delapan sunan, diantaranya: Sunan Ali Al-Murtadlo (Genjang), Wali Lanang (Maulana Ishaq), Imam Ahmad Rahmatillah, Sayyid Jalal Tuban, Syaikh Datuk Kahfi / Dzatul Kahfi / Sayyid Mahdi Cirebon, Syaikh Muhammad Yusuf Parang Tritis Jogja, Syaikh Maulana Babullah (Belabenung).

Generasi keempat dipimpin oleh Imam Ahmad Rahmatillah (Sunan Ampel) yang membawahi delapan sunan diantaranya: Sultan Abdul Fatah, Sunan Drajat, Syaikh Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syaikh Maulana Utsman Haji, Syaikh Muhammad bin Abdurrahman (Sunan Mejagung), Syaikh Maulana Ja’far Shadiq (Sunan Kudus), Sayyid Abdul Jalil (Sunan Bagus Jeporo, Bukan Syaikh Siti Jenar).

Generasi kelima dipimpin oleh Sunan Bonang yang membawahi delapan wali, diantaranya Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijogo, Sultan Trenggono, Sunan Zainal Abidin / Qadli Demak, Sunan Muria.

Pada masa Syaikh Jamaluddin Husein perjuangan dititikberatkan pada keorganisasian, dedikasi, ekonomi. Kemudian dilanjutkan dalam dunia pendidikan dan pengkaderan pada masa Sayyid Malik Ibrahim, sehingga dapat memasuki wilayah kerajaan tanpa campur tangan politik dan (imbalan) ekonomi. Selanjutnya pada masa Syaikh Asmoroqondi, mulai dilakukan pengaturan struktur organisasi sebagai media dakwah serta memperkuat perekonomian dan spiritual.

Selanjutnya pada masa Sunan Ampel dilanjutkan dengan pemetaan geografi dan antropologi, pembangunan ekonomi dan pertanian, pengelolaan tanah hadiah dari Hayam Wuruk dan Gajah Mada, sehingga bisa menghidupi dakwah dan pendidikan. Selain itu, kerapian organisasi lebih disempurnakan sehingga melahirkan ketatanegaraan/negarawan, ekonom, pertanian, yang diantaranya dipegang oleh putra beliau, Maulana Hasyim, seorang ulama, fuqoha, tasawwuf, ekonom, mampu memberdayakan ekonomi umat, sehingga fuqara, masaakin, aytam, dan para siswa terjamin hidupnya.

Sunan Bonang; merupakan seorang yang ‘allaamah, membidangi segala ilmu, guru besar dari para sultan/ratu, senopati, adipati, tumenggung, dan guru para wali dan ulama. Kedudukan beliau shulthaan al-auliyaa’ fii zamaanihi.

Imam Ja’far Shadiq; merupakan seorang muhaddits dan faqiih, mahir ilmu kelautan, ekonomi, dan pola pendidikan sehingga mampu mensejahterakan kerajaan dan lingkungan, serta seorang budayawan.

Sunan Kalijogo; merupakan seorang ‘alim yang sangat memahami budaya, sekalipun aliran-aliran dan agama lain, sehingga mampu mengendalikan segala aliran, dari situ beliau mendapat gelar Kalijogo (kalinya aliran-aliran). Disamping itu, beliau merupakan budayawan, seniman, pengarang gending dan lagu yang berbentuk puisi ataupun syair. Beliau juga seorang dalang yang mampu memadukan dari mahabharata menjadi carangan, dari carangan menjadi karangan dan karangan itu menjadi pakem para dalang. Media tersebut juga menjadi media dakwah.

Sunan Giri (Muhammad ‘Ainul Yaqin); merupakan seorang yang mahir hukum, mufti di zamannya dan fatwanya sangat ditaati, pengaruh beliau sampai pada anak cucunya, diantara keabsahan para sultan di jawa, beliaulah yang melantiknya.

Sultan Abdul Fatah; merupakan seorang ‘alim bijaksana, luas wawasannya dalam kebangsaan, seorang negarawan, seorang politisi yang sangat rapi dalam mengatur struktur pemerintahan di zamannya, pengaruh beliau sampai malaka bahkan Turki di zaman itu.

Syaikh Ali Zainal Abidin / Qadli Demak; merupakan orang yang ‘allamah, kebijakan-kebijakan beliau dalam syariat sangat dihargai pada waktu itu, beliau sangat sukses dalam menjaga pemerintahan, keamanan, dan pertahanan nasional.

Sunan Gunung Jati; merupakan orang yang sangat ‘allamah, negarawan, budayawan, ahli strategi, pengaruhnya sangat luar biasa di kalangan muslim maupun non muslim, disegani dan dicintai umat, serta menjadi pelindung umat dan bangsa.

Sunan Muria; merupakan shulthaan al-Auliyaa’ fii zamanihi, pembesar ahli thariqah, budayawan, seniman, ekonom. Pengaruh beliau sangat luar biasa dari semua kalangan menengah, atas, dan bawah. Pertumbuhan thariqoh di zamannya mekar. Beliau pendamai dan sangat disegani dan dicintai umat.

Sunan Bagus Jeporo (Syaikh Abdul Jalil); merupakan seorang sufi yang faqih, pengendali dari bentuk gejolak yang akan membawa perpecahan, sehingga tumbuh kedamaian dan ketentraman. Syaikh Abdul Jalil ini bukan Syaikh Abdul Jalil yang Syaikh Siti Jenar.

Demikianlah Siroh singkat Wali Songo yang disampaikan Habib Muhammad Luthfi Yahya di ndalem beliau pada hari jumat tanggal 13 April 2012, yakni ketika kami dari Idarah ‘Aliyah MATAN berkonsultasi terhadap pola pengkaderan di MATAN, lalu beliau memberi masukan agar pola pengkaderan di MATAN seperti kisah Wali Songo.

Semoga kita bisa mengambil pelajaran, hikmah, dan menjadikan kisah di atas sebagai teladan untuk gerak dan perjuangan kita. Amien. Al-Fatihah.



Ditulis sendiri oleh Maulana Habib Luthfi Bin Yahya Pekalonga

Senin, 28 Mei 2018

KAIN KAFAN siti Hadijah dari SURGA

Bukti bahwa KAIN KAFAN Siti Hadijah isteri Nabi Muhammad SAW. adalah KAIN SURGA

كفن خديجة كفنان واحد من الجنة والآخر 
رداء رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم

 لمّا اشتدّ مرضها(رضي الله عنها) قالت: «يا رسول الله‏ اسمع وصاياي:

أوّلاً: إنّي قاصرة في حقّك فاعفني يا رسول الله. قال‏(صلى الله عليه وآله): حاشا وكلّا، ما رأيت منكِ تقصيراً، فقد بلغتِ بجهدك، وتعبت في داري غاية التعب، ولقد بذلت أموالكِ وصرفت في سبيل الله مالَكِ.

ثانياً: أوصيك بهذه ـ وأشارت إلى فاطمة ـ فإنّها يتيمة غريبة من بعدي، فلا يؤذينها أحد من نساء قريش، ولا يلطمنّ خدّها، ولا يصيحنّ في وجهها، ولا يرينّها مكروهاً.

ثالثاً: إنّي خائفة من القبر، أُريد منك رداءك الذي تلبسه حين ‏نزول الوحي تكفّنني فيه. فقام النبي(صلى الله عليه وآله) وسلّم الرداء إليها، فسرّت به سروراً عظيماً، فلمّا تُوفّيت خديجة أخذ رسول الله‏(صلى الله عليه وآله) في تجهيزها وغسّلها ، فلمّا أراد أن يكفّنها هبط الأمين جبرائيل وقال: يا رسول الله، إنّ الله يقرئك السلام ويخصّك بالتحية والإكرام ويقول لك: يا محمّد إنّ كفن خديجة من عندنا، فإنّها بذلت مالها في سبيلنا.

فجاء جبرائيل بكفن وقال: يا رسول الله، هذا كفن خديجة، وهو من أكفان الجنّة أهداه الله إليها. فكفّنها رسول الله‏(صلى الله عليه وآله) بردائه الشريف أوّلاً، وبما جاء به جبرائيل ثانياً، فكان لها كفنان: كفن من الله، وكفن من رسوله» .
الليله العاشره  من شهر رمضان
ذكرى وفاة ام المؤمنين خديجة بنت خويلد سلام الله عليها🌴
أنشروها مأجورين 💔
صوما مقبولا وذنبا مغفورا
صبحكم الله بالرضا والعافية

Selasa, 22 Mei 2018

Hakekat BAROKAH

# HAKEKAT TENTANG BAROKAH

Al Kisah... pada suatu hari Syeikh Al-Imam Syaqiq al-Balkhi membeli buah semangka untuk istrinya. Saat disantapnya ternyata buah semangka tersebut terasa hambar.

Dan sang isteri pun marah.

"Kepada siapakah kau marah wahai istriku? Kepada pedagang buahnya kah? Kepada pembelinya? Kepada petani yang menanamnya? Ataukah kepada yang Menciptakan Buah Semangka itu?", tanya Syeikh Al-Imam Syaqiq.

Istri beliau terdiam,

Syeikh Syaqiq melanjutkan perkataannya:

"Ketahuilah wahai istriku seorang pedagang tidak menjual sesuatu kecuali yang terbaik... Seorang pembeli pun pasti membeli sesuatu yang terbaik pula. Begitu pula seorang petani, tentu saja ia akan merawat tanamannya agar bisa menghasilkan yang terbaik...!

"Maka kemarahanmu, tidak lain hanya kepada yang Menciptakan Semangka itu...!"

Pertanyaan Syeikh Al-Imam Syaqiq menembus ke dalam hati sanubari istrinya hingga air mata menetes perlahan di kedua pelupuk matanya...

Syeikh Al-Imam Syaqiq Al-Balkhi pun melanjutkan ucapannya:

"Bertaqwalah wahai istriku... Terimalah apa yang sudah menjadi Ketetapan-Nya. Agar Allah memberikan barokahnya pada kita".

Mendengar nasehat suaminya itu... istri nyapun sadar dan mengakui kesalahannya serta ridho dengan apa yang telah Allah Swt tetapkan."

Pelajaran terpenting buat kita adalah bahwa:

* Setiap keluhan yg terucap sama saja kita tidak ridho dengan ketetapan Allah Swt, sehingga barokah Allah jauh dari kita.

Karena barokah bukanlah serba cukup saja, akan tetapi...

* Barokah ialah bertambahnya ketaatan kita kepada Allah dengan segala keadaan yang ada, baik yang kita sukai atau sebaliknya.

Barokah itu adalah:

*... bertambahnya ketaatanmu kepada Allah Swt.

* Makanan Barokah itu bukan yang komposisi gizinya lengkap, tapi makanan yang mampu membuat yang memakannya menjadi lebih taat pd Allah setelah memakannya.

* Hidup yang Barokah bukan hanya sehat, tapi kadang sakit itu justru barokah sebagaimana Nabi Ayyub, sakit... bertambah taatnya pada Allah Swt.

* Barokah itu tak selalu panjang umur, ada yang umurnya pendek tapi ia sangat dahsyat taatnya pada Allah.

* Tanah yang Barokah itu bukan karena subur dan panoramanya indah, karena tanah yang tandus seperti Makkah punya keutamaan di hadapan Alloh... tiada banding.... tiada tara.

* Ilmu yang Barokah itu bukan hanya yang banyak hafalan Al Qur'an Hadits, telah mengkhatamkan kitab kitabnya dan memiliki banyak catatan catatan nasehat nya, akan tetapi yang barokah ialah ilmu yang mampu menjadikan seorang lebih taqorub kepada Allah bisa berbagi dengan keluarga sahabat dan kerabatnya jauh dari hasrat untuk riya' sum'ah dan sombong.

* Penghasilan Barokah juga bukan gaji yg besar dan berlimpah, tetapi sejauh mana ia bisa jadi jalan rejeki bagi yang lainnya dan semakin banyak orang yang terbantu dengan penghasilan tersebut.

* Anak-anak yang barokah bukanlah saat kecil mereka lucu dan imut atau setelah dewasa mereka sukses bergelar & mempunyai pekerjaan & jabatan yang hebat, tetapi anak yang barokah ialah yang senantiasa taat kepada Allah dan Rosul-Nya dan kelak mereka menjadi lebih shalih dari kita & tak henti-hentinya mendo'akan kedua orang tuanya.

Semoga kita semua selalu di anugrahi kekuatan untuk senantiasa bersyukur pada -Nya, agar kita mendapatkan kebarokahan-Nya.

Kisah Wafatnya KH. Hasyim Asy'ari

Kisah Wafatnya Mbah Hasyim Asy’ari (Pendiri NU & Pejuang Kemerdekaan RI) 


Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari terlahir pada Selasa Kliwon 24 Dzul Qa’dah 1287 H (14 Februari 1871 M) di Pesantren Gedang Tambakrejo Jombang, Jawa Timur. Beliau merupakan putra ketiga dari 11 bersaudara dari pasangan Kyai Asy’ari dan Nyai Halimah.
Dalam buku ‘Profil Pesantren Tebuireng’ dan NU-Online, tertulis bahwa tanggal 3 Ramadhan 1366 H (21 Juli 1947 M) jam 9 malam Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari selesai mengimami shalat Tarawih. Sebagaimana biasanya beliau duduk di kursi untuk memberikan pengajian kepada ibu-ibu muslimat. Tak lama kemudian datanglah tamu utusan Jenderal Soedirman dan Bung Tomo. Mbah Hasyim menemui utusan tersebut dengan didampingi Kyai Ghufron yang juga pimpinan Laskar Sabilillah Surabaya.
Sang tamu menyampaikan surat dari Jendral Sudirman yang berisi 3 pesan pokok. Kepada utusan kepercayaan dua tokoh penting tersebut Kyai Hasyim meminta waktu semalam untuk berpikir dan selanjutnya memberikan jawaban. Isi pesan tersebut adalah: 1) Di wilayah Jawa Timur, Belanda melakukan serangan militer besar-besaran untuk merebut kota-kota di wilayah Karesidenan Malang, Besuki, Surabaya, Madura, Bojonegoro dan Madiun. 2) Hadhratus Syaikh dimohon berkenan untuk mengungsi ke Sarangan, Magetan, agar tidak tertangkap oleh Belanda. Sebab, jika tertangkap, beliau akan dipaksa membuat statemen mendukung Belanda. Jika hal itu terjadi, maka moral para pejuang akan runtuh. 3) Jajaran TNI di sekitar Jombang diperintahkan untuk membantu pengungsian Kyai Hasyim.
Keesokan harinya Mbah Hasyim memberikan jawaban bahwa beliau tidak berkenan menerima tawaran yang disampaikan. Empat hari kemudian, tepatnya pada tanggal 7 Ramadhan 1366 M, sekitar pukul 21.00 WIB datang lagi utusan Jendral Soedirman dan Bung Tomo. Kedatangan utusan tersebut dengan membawa surat untuk disampaikan kepada Hadhratus Syaikh Kyai Hasyim. Secara khusus Bung Tomo memohon kepada Kyai Hasyim mengeluarkan komando ‘jihad fi sabilillah’ bagi umat Islam Indonesia. Karena saat itu Belanda telah menguasai wilayah Karesidenan Malang dan banyak anggota Laskar Hizbullah dan Sabilillah yang menjadi korban. Hadhratus Syaikh kembali meminta waktu semalam untuk memberi jawaban.
Tidak lama berselang, Mbah Hasyim mendapat laporan dari Kyai Ghufron selaku pimpinan Sabilillah Surabaya bersama dua orang utusan Bung Tomo, bahwa Kota Singosari Malang yang juga merupakan basis pertahanan Hizbullah dan Sabilillah telah jatuh ke tangan Belanda. Kondisi para pejuang semakin tersudut, dan korban rakyat sipil kian meningkat. Mendengar laporan itu Mbah Hasyim berujar: “Masya Allah, masya Allah…” sambil memegang kepalanya, tapi hal ini ditafsirkan oleh Kyai Ghufron bahwa beliau sedang mengantuk.
Akhirnya para tamu pun pamit keluar, tetapi Mbah Hasyim tetap diam tidak menjawab. Sehingga Kyai Ghufron mendekat ke Mbah Hasyim, dan meminta kedua tamu tersebut meninggalkan tempat. Tak lama kemudian Kyai Ghufron baru menyadari bahwa Mbah Hasyim tidak sadarkan diri. Sehingga dengan tergopoh-gopoh ia memanggil keluarga dan membujurkan tubuh Mbah Hasyim.
Kala itu putra-putri Mbah Hasyim sedang tidak berada di Tebuireng. Tapi tidak lama kemudian mereka mulai berdatangan setelah mendengar sang ayahanda tidak sadarkan diri. Semisal Kyai Yusuf Hasyim yang waktu itu sedang berada di markas tentara pejuang, kemudian dapat hadir dan mendatangkan seorang dokter, yakni dr. Angka Nitisastro.
Setelah diperiksa, barulah diketahui bahwa Mbah Hasyim mengalami pendarahan otak (asemblonding) yang sangat serius. Walaupun dokter telah berusaha mengurangi penyakitnya, namun Tuhan berkehendak lain. Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari akhirnya wafat pada waktu sahur (pukul 03.00 dini hari) tanggal 07 Ramadhan 1366 H (25 Juli 1947).
Atas jasa-jasa beliau selama perang kemerdekaan melawan Belanda (1945-1947), terutama yang berkaitan dengan 3 fatwanya yang sangat penting, yakni: 1. Perang melawan Belanda adalah jihad yang wajib dilaksanakan oleh semua umat Islam Indonesia. 2. Kaum Muslimin diharamkan melakukan perjalanan haji dengan kapal Belanda. 3. Kaum Muslimin diharamkan memakai dasi dan atribut-atribut lain yang menjadi ciri khas penjajah Belanda. Maka Presiden Soekarno lewat Keputusan Presiden (Kepres) No. 249/1964 menetapkan bahwa KH. Muhammad Hasyim Asy’ari sebagai pahlawan nasional.
Sedikit berbeda dengan kutipan di atas, Kyai Sanusi Lebaksiu Tegal yang merupakan santri Mbah Hasyim Asy’ari menuturkan bahwa menjelang wafat sang gurunya itu dirinya sedang turut mengaji. Seperti tidak terjadi apa-apa, sebagaimana laiknya orang yang sehat, Mbah Hasyim mengajar sebuah kitab di hadapan para santrinya. Hal tersebut merupakan rutinitas Mbah Hasyim setiap ba’da Shubuh.
Sebagai salah satu saksi mata, Kyai Sanusi menyaksikan tatkala Mbah Hasyim sedang membacakan kitab tiba-tiba terdiam menundukkan kepalanya. Para santri mengira beliau hanya sedang mengantuk. Tapi setelah salah seorang santrinya mendekat (mungkin Kyai Ghufron, sebagaimana kutipan di atas) dan memastikan keadaan Mbah Hasyim, ternyata nyawa gurunya itu telah tiada. Sontak saja para santri yang saat itu sedang mengaji geger bercampur duka yang mendalam. Guru yang sangat dicintainya itu telah kembali ke haribaan Ilahi Rabbi. Inna lillahi wainna ilaihi raji’un, kabar kewafatan Pendiri NU dan Ponpes. Tebuireng itu pun dengan cepat tersiar ke berbagai penjuru tanah air.
Rasa bela sungkawa yang amat dalam datang dari hampir seluruh lapisan masyarakat, terutama dari para pejabat sipil maupun militer, kawan seperjuangan, para ulama, warga NU dan terlebih para santri Tebuireng. Umat Islam telah kehilangan pemimpin besarnya yang kini terbaring di pusara beliau di tengah Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.
Pada saat mengantar kepergiannya, sahabat sekaligus saudara beliau, KH. A. Wahab Hasbullah, sempat mengemukakan kata sambutan. Inti dari sambutan Mbah Wahab adalah menjelaskan tentang prinsip hidup Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, diantaranya: “Berjuang terus dengan tiada mengenal surut, dan kalau perlu zonder istirahat.”
ditulis oleh :
Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 13 Oktober 2014