Tampilkan postingan dengan label Syawwal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Syawwal. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 29 April 2023

Budaya Perayaan Hari Raya Ketupat

Maksud Hari Raya Ketupat atau Kupatan

Hari Raya Ketupat adalah salah satu perayaan penting dalam budaya Melayu yang dirayakan pada saat Idulfitri atau Lebaran di Indonesia. Sejak lama, hari raya ini telah menjadi salah satu tradisi turun-temurun bagi masyarakat Melayu, dimana mereka merayakannya dengan cara yang khas dan mengesankan. 

Hari raya ini diidentifikasi dengan kehadiran hidangan ketupat yang berbentuk segitiga, yang berfungsi sebagai unsur penting dalam perayaan ini. Ketupat, dibuat dari nasi yang dibungkus dengan anyaman daun kelapa, menjadi simbol kesucian dan perdamaian dalam agama Islam. Oleh karena itu, hari raya Ketupat sering kali dirayakan dengan penuh kebahagiaan dan ketentera

Budaya Perayaan Hari Raya Ketupat

Pada Hari Raya Ketupat, warga Melayu biasanya mempersiapkan hidangan khas seperti ketupat, rendang, sate, dan lain-lain. Mereka biasanya bersama-sama berkumpul dan bersilaturahmi dengan keluarga serta teman-teman. Selama perayaan, mereka juga seringkali memakai pakaian khas Melayu, dengan baju kurung sebagai pilihan pakaian yang populer.

Selain kegiatan makan dan minum bersama, Hari Raya Ketupat juga dirayakan dengan mengadakan pertunjukan seni dan budaya. Pertunjukan ini biasanya terdiri dari tari-tarian tradisional dan musik yang dimainkan dengan berbagai instrumen tradisional seperti gambus dan rebana.

Di beberapa kota di Indonesia, selama perayaan Hari Raya Ketupat, ada diadakan pasar malam spesial, di mana pengunjung dapat mencicipi berbagai jenis hidangan khas Melayu yang lezat. Selain itu, di beberapa daerah, seperti di Riau, ada juga yang mengadakan kerapan sapi, yaitu balapan sapi di sebuah garis finish.

Kesimpulan

Hari Raya Ketupat telah menjadi bagian penting dari budaya dan tradisi Melayu selama berabad-abad. Hari raya ini mengajarkan kita untuk hidup dengan penuh harmoni, kebahagiaan, dan perdamaian. Selama perayaannya, orang-orang Melayu berkumpul bersama-sama untuk menikmati hidangan khas, seni & budaya, dan menikmati kebersamaan dengan keluarga dan teman-teman. Sebagai wisatawan, hal itu dapat menjadi pengalaman yang tak terlupakan, karena kita dapat merasakan kehangatan dan keindahan tradisi Melayu dengan mendalam.

Semoga Artikel ini Bermanfaat 

Rabu, 04 Mei 2022

Hakekat Bulan Syawwal


BULAN SYAWWAL, ADALAH BULAN PENINGKATAN AMAL

Assalamualaiku Wr. Wb.

Tak terasa kita telah masuk hari ke 4 bulan Syawwal . Sebentar lagi ada tayakuran ketupat di berbagai daerah. Dalam kalender Hijriah, urutan setelah bulan Ramadhan adalah bulan Syawal. Secara alami, kita tidak bisa terus berada dalam bulan Ramadhan yang penuh rahmat dan ampunan الله serta pembebasan dari api neraka, Oleh karena itu, kita diharapkan bisa terus meningkatkan kualitas ibadah kita di bulan-bulan setelahnya yang salah satunya adalah bulan Syawal.


Perkataan Syawal berasal dari kata Arab, yaitu  syala yang berarti   irtafa’a, naik atau meninggi. Orang Arab biasa berkata, syala al-mizan (naik timbangan), idza irtafa’a (apabila ia telah meninggi).


Lalu, yang menjadi pertanyaan, mengapa bulan setelah Ramadhan itu dinamai Syawal, bulan yang naik atau meninggi? Ada dua alasan yang dapat dikemukakan, yaitu:


Pertama, karena derajat kaum Muslim meninggi di mata Allah SWT.

Hal ini disebabkan mereka mendapat pengampunan (maghfirah) dari Allah SWT. setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Sebagaimana sabda Rasulullah, 

“Barang siapa berpuasa di bulan Ramadan karena iman dan tulus kepada Allah SWT, maka dosa-dosanya akan diampuni oleh Allah SWT”

Ampunan Allah SWT. tersebut, dapat diibaratkan seperti kaca yang dibersihkan oleh kain yang diberi pewangi, sehingga kaca tersebut menjadi bersih dan kembali mengkilap seperti baru.

Kedua, karena secara moral dan spiritual, kaum Muslim harus mempertahankan dan meningkatkan nilai-nilai amaliah Ramadhan pada bulan ini dan bulan-bulan berikutnya hingga datang Ramadhan tahun depan.

Dalam hal ini, Syawal justru bermakna bulan peningkatan ibadah dan amal saleh sebagai kelanjutan dari pendidikan moral dan spiritual yang dilakukan selama Ramadhan, sebulan penuh.

Secara etimologi, arti kata syawal adalah peningkatan. Hal itu merupakan target ibadah puasa. Pasca-Ramadhan diharapkan orang-orang yang beriman meraih derajat ketakwaan, seorang Muslim yang terlahir kembali seperti kertas yang masih bersih, sehingga di bulan Syawal ini kualitas keimanannya mengalami peningkatan. Tidak hanya kualitas ibadah, tetapi juga kualitas pribadinya, yang selama di bulan Ramadhan dilatih secara lahir batin.

Makna dan semangat peningkatan amal ini dapat dilihat dari perintah puasa di bulan ini, walaupun hukumnya sunah, tetapi sangat dianjurkan (sunnah muakkad). Setelah berlebaran pada 1 Syawal, kaum Muslim dianjurkan agar berpuasa dalam bulan Syawal selama enam hari, tidak mesti berturut-turut. Sebab, puasa tersebut amat besar pahalanya. Rasulullah bersabda, 

من صام رمضان ثم اتبعه ستة من شوال كان كصوم الدهر

"Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan lalu berpuasa lagi enam hari di bulan Syawal, maka ia seolah-olah berpuasa selama satu tahun.”

Namun tidak demikian yang terjadi di masyarakat, fenomena yang terjadi justru sebaliknya. Syawal, seakan-akan bulan yang ditunggu-tunggu agar terlepas dari belenggu dan bebas melakukan kegiatan apa saja seperti sedia kala. Indikatornya yang sangat jelas, antara lain adanya perayaan Idul Fitri dengan pesta atau dengan kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai ke-Islam-an, dibukanya kembali tempat-tempat hiburan yang sebulan sebelumnya ditutup. Kemaksiatan seperti itu justru langsung ramai sejak hari petama bulan Syawal. Na’udzubillah! Lalu setelah itu, masjid-masjid akan kembali sepi dari jemaah salat lima waktu. Lantunan ayat suci Alquran juga tidak lagi terdengar. Yang ada justru umpatan, luapan emosional, dan kemarahan kembali membudaya. Bukankah ini seperti mengotori kain putih yang tadinya telah dicuci dengan bersih kembali penuh noda?

Dengan demikian, Idul Fitri dan Syawal sesungguhnya mengandung semangat peningkatan ibadah dan amal saleh. Oleh sebab itu, sayang rasanya apabila di antara kaum Muslim pasca-Ramadhan, malah kembali melakukan dosa-dosa dan berpaling dari petunjuk Allah SWT. Memang, pada dasarnya manusia tidak bisa lepas dari berbuat salah dan dosa. Tetapi, hendaknya kita berusaha untuk meminimalkannya agar tidak larut dalam hal tersebut. Begitu pula, kesucian diri kita harus dijaga dan dipelihara sepanjang waktu, sesuai dengan prinsip istiqamah yang diajarkan oleh Islam.

Sikap istiqamah dalam beribadah dan berbuat baik harus kita jaga sampai malaikat maut mencabut nyawa kita. Semakin hari, seharusnya kita semakin giat lagi dalam beribadah dan mendekatkan diri pada Allah SWT, karena usia kita tidak ada yang mengetahui, kecuali Allah SWT.

 

Wallahu A’lam bi Asshawab. 


والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته