Tampilkan postingan dengan label Fiqih nikah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fiqih nikah. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 12 November 2022

Rukun dan Syarat Pernikahan

Rukun dan Syarat Pernikahan 


Nikah adalah salah satu Anjuran Baginda Nabi besar Muhammad SAW. bahkan Nabi mengatakan dalam salah satu haditsnya "Nikah adalah Sunnahku, Barang siapa yang tidak suka dengan Sunnahku Maka bukan termasuk Ummatku" Sebab itu mari fahami dengan seksama bahwa tidak ada alasan bagi siapapun yang mampu dan telah memenuhi syarat syaratnya tapi belum juga menikah, Berikut kami jelaskan Rukun dan Syarat syarat Pernikahan.

Rukun dan syarat Pernikahan

A. Rukun nikah 

1. Adanya mempelai pria.

Maksud dari rukun ini adalah adanya calon suami yang memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan pula oleh Imam Zakaria al-Anshari dalam Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab (Beirut: Dar al-Fikr), juz II, hal. 42:

Artinya:"Syarat calon suami ialah halal menikahi calon istri (yakni Islam dan bukan mahram), tidak terpaksa, ditertentukan, dan tahu akan halalnya calon istri baginya."

2. Adanya mempelai wanita.

Mempelai wanita yang dimaksud ialah calon istri yang halal dinikahi oleh mempelai pria. Seorang laki-laki dilarang memperistri perempuan yang masuk kategori haram dinikahi. Keharaman itu bisa jadi karena pertalian darah, hubungan persusuan, atau hubungan kemertuaan.Selain itu, laki-laki juga dilarang untuk memperistri calon mempelai wanita yang sedang hamil atau masih berada dalam masa idah. Masa idah merupakan masa tunggu bagi seorang perempuan yang telah berpisah dengan suami terdahulu, baik karena cerai hidup atau mati.

3. Adanya wali untuk mempelai wanita.

Wali yang dimaksud dalam rukun nikah yang ketiga ini ialah orang tua mempelai wanita baik ayah, kakek maupun pamannya dari pihak ayah (‘amm), dan pihak-pihak lainnya. Secara berurutan, yang berhak menjadi wali adalah ayah, lalu kakek dari pihak ayah, saudara lelaki kandung (kakak ataupun adik), saudara lelaki seayah, paman (saudara lelaki ayah), anak lelaki paman dari jalur ayah.

4. Terdapat dua orang saksi.

Dua saksi ini harus memenuhi syarat adil dan terpercaya. Imam Abu Suja’ dalam Matan al-Ghâyah wa Taqrîb (Surabaya: Al-Hidayah, 2000), hal. 31 mengatakan:"Wali dan dua saksi membutuhkan enam persyaratan, yakni Islam, baligh, berakal, merdeka, lelaki, dan adil."

5. Shighat.

Shighat di sini meliputi ijab dan qabul yang diucapkan antara wali atau perwakilannya dengan mempelai pria. Ijab dan qabul dimaknai sebagai pengucapan janji suci kepada Allah SWT di hadapan penghulu, wali dan saksi nikah.Melalui ijab dan qabul, mempelai laki-laki menyatakan kesediaannya untuk bertanggung jawab atas calon istrinya.


B. Syarat nikah

1. Beragama Islam

Syarat calon suami dan istri adalah beragama Islam serta jelas nama dan orangnya. Bahkan, tidak sah jika seorang muslim menikahi nonmuslim dengan tata cara ijab kabul Islam.

2. Bukan mahram

Bukan mahram menandakan bahwa tidak terdapat penghalang agar perkawinan bisa dilaksanakan. Selain itu, sebelum menikah perlu menelusuri pasangan yang akan dinikahi.

3. Wali nikah bagi perempuan

Sebuah pernikahan wajib dihadiri oleh wali nikah. Wali nikah harus laki-laki, tidak boleh perempuan merujuk hadis:

"Dari Abu Hurairah ia berkata, bersabda Rasulullah SAW: 'Perempuan tidak boleh menikahkan (menjadi wali)terhadap perempuan dan tidak boleh menikahkan dirinya." (HR. ad-Daruqutni dan Ibnu Majah).

Wali nikah mempelai perempuan yang utama adalah ayah kandung. Namun jika ayah dari mempelai perempuan sudah meninggal bisa diwakilkan oleh lelaki dari jalur ayah, misalnya kakek, buyut, saudara laki-laki seayah seibu, paman, dan seterusnya berdasarkan urutan nasab. Jika wali nasab dari keluarga tidak ada, alternatifnya adalah wali hakim yang syarat dan ketentuannya pun telah diatur.

4. Dihadiri saksi

Syarat sah nikah selanjutnya adalah terdapat minimal dua orang saksi yang menghadiri ijab kabul, satu bisa dari pihak mempelai wanita dan satu lagi dari mempelai pria.

Mengingat saksi menempati posisi penting dalam akad nikah, saksi disyaratkan beragama Islam, dewasa, dan dapat mengerti maksud akad.

5. Sedang tidak ihram atau berhaji

Jumhur ulama melarang nikah saat haji atau umrah (saat ihram), merujuk Islami. Hal ini juga ditegaskan seorang ulama bermazhab Syafii dalam kitab Fathul Qarib al-Mujib yang menyebut salah satu larangan dalam haji adalah melakukan akad nikah maupun menjadi wali dalam pernikahan:

(و) الثامن (عقد النكاح) فيحرم على المحرم أن يعقد النكاح لنفسه أو غيره، بوكالة أو ولاية

"Kedelapan (dari sepuluh perkara yang dilarang dilakukan ketika ihram) yaitu akad nikah. Akad nikah diharamkan bagi orang yang sedang ihram, bagi dirinya maupun bagi orang lain (menjadi wali)".

6. Bukan paksaan

Syarat nikah yang tak kalah penting adalah mendapat keridaan dari masing-masing pihak, saling menerima tanpa ada paksaan. Ini sesuai dengan hadis Abu Hurairah ra:

"Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah atau dimintai pendapat, dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya." (HR Al Bukhari: 5136, Muslim: 3458).

Syarat menikah menurut negara

1. Tidak ada paksaan

Pernikahan yang dilangsungkan harus berdasarkan pada persetujuan dari kedua calon mempelai. Tidak ada paksaan dari pihak keluarga maupun pihak luar lainnya. Syarat ini memang serupa dengan yang ada di beberapa agama yang kemudian diadopsi menjadi syarat nikah KUA.

2. Harus mendapat izin dari orangtua

Seseorang yang usianya belum genap mencapai 21 tahun, maka harus mendapatkan izin dari orangtua jika ingin melangsungkan pernikahan. Jika tidak bisa memenuhi syarat nikah KUA ini, pernikahan yang dilakukan bisa dianggap tidak sah.

3. Batas minimal usia

Pernikahan hanya akan diizinkan jika kedua calon mempelai, baik pria maupun wanita, sudah mencapai batas minimal usia untuk menikah. Bagi pria, batas minimal usia untuk menikah adalah 19 tahun dan bagi perempuan adalah 19 tahun.

4. Tidak ada hubungan darah

Kedua calon mempelai harus dipastikan tidak memiliki hubungan darah. Hal ini berlaku bagi garis keturunan ke bawah, ke atas, dan menyamping. Jadi, sesama saudara, antara saudara orangtua, dan antara saudara nenek atau kakek pun tidak diperbolehkan.

Selain itu, hubungan susun dan hubungan semenda pun dilarang dalam pernikahan. Hubungan semenda adalah mertua, anak tiri, menantu, dan orangtua tiri. Sementara hubungan susun adalah orangtua susun, anak susun, saudara susu, dan paman atau bibi susun.

5. Tidak terikat perkawinan

Seseorang yang masih memiliki ikatan pernikahan dengan orang lain, maka tidak diizinkan untuk melangsungkan pernikahan lagi (kecuali ada izin dari pengadilan dan pihak-pihak yang bersangkutan).

6. Harus mendapat izin atasan

Syarat yang satu ini hanya berlaku bagi pegawai negeri sipil atau PNS. Jika salah satu calon mempelai memiliki status sebagai PNS, maka harus dipastikan bahwa ia telah memiliki izin dari atasan untuk menikah.