Tampilkan postingan dengan label Hukum Fikih. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hukum Fikih. Tampilkan semua postingan

Selasa, 01 November 2022

Hukum Money Politic sebenarnya

Hukum Money Politic Terlengkap

Tahun 2024 adalah tahun pemilu para politikus sejak dari sekarang sudah melakukan persiapan dan manuver guna menyongsong tahun 2024 tersebut ada yang gencar pasang baligho ataupun banner ada juga yang sering posting flayer, semua berharap tahun 2024 nanti akan dikenal ada juga yang sibuk berkunjung ke basis basis yang memiliki massa banyak, tidak lain semua berkeinginan untuk mendapatkan kemenangan supaya keinginan tercapai.

Sahabat gudang da'i yang dirahmati Allah, Akhir Akhir ini kaum muslimin Indonesia dikejutkan oleh pengusaha sekaligus politikus HT (Hary Tanoesoedibjo) Tokoh Partai PERINDO, Non Muslim, Non Pri, yang mendirikan Yayasan Peduli Pesantren (YPP) yang siap membantu pesantren di seluruh Indonesia dengan dana Miliaran Rupiah.

Hal ini menjadi kontroversial sebab HT (Hary Tanoesoedibjo) adalah non MUSLIM yang berkeinginan menjadi presiden Indonesia selanjutnya.

Sebagian pihak muslim mendukung YPP sebab menurutnya penyumbang pesantren tak harus MUSLIM dan bantuan semacam ini memang dibutuhkan oleh banyak pesantren di Indonesia.

Sebagian lagi menolaknya sebab curiga dengan motif pemberian tersebut yang diduga sebagai sarana untuk menarik dukungan pesantren pada pemilu mendatang atau memperlemah daya tolak dari pesantren.

Selain itu kampanye HT Hary Tanoesoedibjo juga dilakukan di masjid dalam ruang lingkup pesantren dan tak sedikit para santri yang kedapatan mencium tangannya.

PERTANYAAN :

a. Bagaimana status hukum pemberian politikus kepada ormas yayasan ISLAM yang diberikan tanpa disertai kontrak politik yang jelas, namun terindikasi bertujuan untuk mendapatkan dukungan politis dari para penerima bantuan dalam persaingan pemilihan pemimpin daerah ataupun negara?

JAWABAN :

a. Pemberian seorang politikus yang bertujuan untuk mempengaruhi pilihan seseorang secara tidak benar dalam memilih pemimpin hukumnya Haram karena termasuk Risywah.

Referensi :

(روضة الطالبين جز ٣ ص١٤٤)
(الحاوي الكبير جز ١٦ ص ٢٨٣)
(إحياء علوم الدين جز٢ ص١٥٥)

b. Bagaimana bila pemberi bantuan merupakan non-MUSLIM yang secara nyata berniat mencalonkan diri sebagai presiden, bolehkah bantuannya untuk ormas/ yayasan ISLAM diterima?

JAWABAN :

Hukum menerima bantuan tersebut adalah *HARAM* karena :

1. pemberian tersebut dapat menjadi jalan bagi non MUSLIM untuk menjadi pemimpin.
2. Dapat menyebabkan Terhinanya tokoh dan orang ISLAM

Refrensi :

(سلم التوفيق)
ومنها إعانة على المعصية
(فيض القدير جز ٣ ص  ٤٥٣)

c. Bolehkah ormas/ yayasan ISLAM menerima bantuan dari seorang politikus non-muslim tetapi dengan niat takkan memberikan dukungan politis apapun terhadapnya dalam pemilu mendatang?

JAWABAN :

Hukumnya tetap HARAM, karena :

1. Yang menjadi acuan hukum adalah niat pemberi bukan penerima.

2. Menerima bantuan tersebut akan menimbulkan persepsi adanya dukungan

Referensi :

(  إتحاف السادة المتقين الجزء السادس صـ 160-161)

d. Bagaimana pandangan fikih menyikapi keterlibatan seorang MUSLIM dalam kampanye yang bertujuan untuk memenangkan calon pemimpin non MUSLIM di negara demokrasi seperti Indonesia?

JAWABAN :

Keterlibatan seorang MUSLIM dalam kampanye tersebut menurut fikih hukumnya haram karena membantu Tauliyat al-kafir.

Dalam Negara demokrasi sesuai konstistusinya, setiap warga negara dijamin haknya untuk memilih sesuai keyakinannya masing-masing.

Referensi :

(أحكام أهل الذمة ١/٢٠٥)
فلا يجوز للمسلمين ممالاتهم عليه ولا مساعدتهم ولا الحضور معهم الخ
(تفسير أيات الأحكام الجزء الأول صحيفة ٤.٣)
(المحلي على المنهاج ٤/١٧٢)
ولا يجوز تسليطه على المسلمين
قوله ولا يستعان فيحرم الا لضرورة

e. Bagaimana hukum menjadikan MASJID sebagai tempat kampanye politik calon pemimpin non-MUSLIM?

JAWABAN :

Hukumnya HARAM

(أحكام أهل الذمة ١/٢٠٥)
فلا يجوز للمسلمين ممالاتهم عليه ولا مساعدتهم ولا الحضور معهم الخ
(إحياء علوم الدين (٢/ ١٧١، بترقيم الشاملة آليا)

f. Bagaimana hukum seorang MUSLIM mencium tangan non-MUSLIM?

JAWABAN :

Hukum seorang MUSLIM mencium tangan non-muslim adalah HARAM, karena termasuk perbuatan memulyakan orang KAFIR.

( روح المعاني الجزء الثالث صحـ ١٢٠
(الفتاوى الفقهية الكبرى (٤/  ٢٢٣)
لا يجوز للمسلم أن يعظم الكافر بنوع من أنواع التعظيم سواء المذكورات وغيرها ومن فعل ذلك طمعا في مال الكل

KEPUTUSAN BAHSUL MASAIL NU JEMBER

PENANGGUNG JAWAB :

KH. Muhyiddin Abdusshomad (Rois Syuriah)
DR. KH. Abdullah Syamsul Arifin (Ketua Tanfidziyah)

TIM LEMBAGA BAHSUL MASAIL JEMBER

Ketua :  Moch Syukri Rifa'i_
Wakil Ketua : K.H Abdussalam S.Pd.I
Wakil Ketua : K.H Badruttamam M.Ag
Sekretaris :   Ust. Anwar Sadat S.Ag
Wakil Sekretaris : Ust Farij Jauhari
Bendahara :  Ust. Moch Cholily M.Pd

Jumat, 01 Juli 2022

Hukum Qurban Lengkap - full PPT

Judul Artikel kali ini membahas tentang Hukum Qurban dalam Fikih Islam . kami sertakan juga file full PPTnya. semoga bermanfaat.


Sekali lagi dalam Postingan berikut kami sengaja menampilkan File ppt tentang Hukum kurban lengkap

1- berhubungan dengan Waktu yang baik dan tepat dalam berkurban, 

2- Tata cara penyembelihan, 

3- Berapa persen pembagian yang sesuai dengan Hukum Fikih, 

4- Bagaimana Hukum Menjual Daging serta Kulit Binatang Kurban, 

5- dan bagaimana jika kita membaginya keTukang jagal.. dll 

tentunya hal hal diatas sangat sangat penting untuk diketahui oleh siapapun yang hendak berkurban, Utamanya panitia Kurban 2022 ini . 

Baiklah lebih jelasnya Silahkan Download Semua Tentang cara Berkurban

tapi jika anda ingin Melihat Artikel nya secara langsung dan tidak ingin belama lama mendownloanya maka langsung aja klik link berikut Cekidooooot

Rabu, 29 Juni 2022

Hukum Isteri Gugat cerai || yang tidak diketahui suami

Hukum Isteri Gugat cerai || yang tidak diketahui suami 



Deskripsi Masalah 

Pengakuan para suami digugat cerai istrinya, aneh tak ada panggilan ke suami. Mereka terkejut campur kecewa karena mendadak sang istri menunjukkan akta cerai atau surat perceraian dari Pengadilan Agama. Kepada Tribunjateng.com, pria bernama Danar (samaran) itu mengungkapkan kekecewaannya.

"Kami sudah punya dua anak dan semua bersekolah. Kenapa tiba-tiba dia (mantan istri) tunjukkan surat cerai. Kenapa saya tidak dipanggil ke pengadilan. Cepat sekali putusannya," ujar Danar.

Diakuinya sedang ada masalah dalam rumah tangga. Bukan karena orang ketiga atau lainnya. Tapi karena semata-mata Danar tak bisa memberikan nafkah kepada keluarga.

Sudah dua tahun belakangan ini Danar tidak bekerja. Hanya serabutan tak tentu, dan hasilnya pun tidak tentu. Sedangkan anak-anak sekolah di swasta, biaya ratusan ribu sebulan. Setelah Danar bisa menerima keadaan bahwa dirinya telah berstatus cerai dari mantan istrinya, baru kemudian diketahui kenapa dia tidak mendapat surat panggilan dari Pengadilan Agama.

"Saya baru tahu belakangan ternyata surat panggilan dari Pengadilan tidak dialamatkan di rumahku, atau rumah orangtuaku. Entah dialamatkan ke mana," terang Danar kecewa.

Dalam sisi yang lain, kasus perselingkuhan di Indonesia semakin banyak terjadi. Banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya perselingkuhan seperti Jatuh cinta, Masalah komitmen, Hasrat seksual dan semacamnya.

Dan banyak Istri dari suami yang berselingkuh mengajukan permintaan cerai pada seorang hakim dengan alasan karena suami telah berselingkuh. Padahal dalam hukum islam sendiri suami tidak wajib meminta izin pada istri pertama untuk menikah kembali. artinya suami memang berhak untuk menikah lebih dari satu.

Sementara KUHP (Kitab undang-undang hukum pidana) sendiri masih belum mengatur secara khusus mengenai hal tersebut sepeti dilansir dari kompas.Com bahwa Istilah “perselingkuhan” tidak diatur secara khusus dalam KUHP maupun aturan hukum pidana lainnya. Hukum pidana atau KUHP hanya mengenal istilah “gendak (overspel)”.

Artinya kasus perselingkuhan yang dapat diproses secara hukum harus berupa perzinahan

Pertanyaan 

Sahkah putusan hakim mengabulkan permintaan istri untuk menceraikannya tanpa ada konfirmasi suami sebagaimana dalam deskripsi di atas?

Jawaban

Putusan hakim tentang fasakh berdasarkan laporan istri tentang ketidakmapuan suami dalam menafkahi adalah sah, meskipun tanpa sepengetahuan suami dengan syarat  : 

Ketidakmampuan suami memberikan nafkah minimal berupa sandang,  pangan, papan 

Ketidakmampuan tersebut dibuktikan dengan dua saksi yang adil

Istri dalam keadaaan tidak nusyuz

 Istri melaporkan kasusnya pada hakim 

Berlalunya masa penangguhan selama 3 hari

shighot fasakh di ucapkan dengan lafadz yang benar

wanita yang mengajukan faskh sudah mukallaf (beligh dan berakal)

kesediaan istri untuk bersumpah disertai saksi yang menyatakan bahwa ia berhak menerima nafkah.

Istri tidak memperoleh nafkah selama tiga hari berturut – turut 

NB :

Menurut ibnu hajar putusan fasakh atas suami yang tidak hadir tidak harus melalui masa penangguhan selama 3 hari

Putusan hakim tidak serta merta dapat dibatalkan hanya oleh pengakuan suami atas ketersediaan harta didaerah istri kecuali bila istri mengetahui harta tersebut dan memungkinkan untuk mengambilnya.

Apabila ketetapan hakim atas ketidakmampuan suami berdasarkan saksi maka disyaratkan saksi tersebut :

Saksi bukan orang tua atau anak dari istri

Islam, baligh, merdeka, berakal dan adil.

Refsensi

Tuhfatul Muhtaj 8/340

Bughyatul mustarsyidin 1/515

Asna Al-Matholib 3/440

Hasiyah Jamal 19/421

Fathul muin 4/106

تحفة المحتاج في شرح المنهاج ج 8 / ص 340

( ولا فسخ ) بإعسار مهر ، أو نحو نفقة ( حتى ) ترفع للقاضي ، أو المحكم و ( يثبت ) بإقراره ، أو ببينة ( عند قاض ) ، أو محكم ( إعساره فيفسخه ) بنفسه ، أو نائبه ( أو يأذن لها فيه ) ؛ لأنه مجتهد فيه كالعنة فلا ينفذ منها قبل ذلك ظاهرا ولا باطنا ، ولا تحسب عدتها إلا من الفسخ فإن فقد قاض ومحكم بمحلها ، أو عجزت عن الرفع إليه كأن قال : لا أفسخ حتى تعطيني مالا كما هو ظاهر استقلت بالفسخ للضرورة ، وينفذ ظاهرا وكذا باطنا كما هو ظاهر خلافا لمن قيد بالأول ؛ لأن الفسخ مبني على أصل صحيح ، وهو مستلزم للنفوذ باطنا .ثم رأيت غير واحد جزموا بذلك ( ثم ) بعد تحقق الإعسار ( في قول ينجز ) بالبناء للفاعل ، أو المفعول ( الفسخ ) لتحقق سببه ( والأظهر إمهاله ثلاثة أيام ) ، وإن لم يستمهل ؛ لأنها مدة قريبة يتوقع فيها القدرة بقرض أو غيره ــ الى ان قال  ( قوله : استقلت بالفسخ إلخ ) بشرط الإمهال م ر ( قوله : وينفذ إلخ ) كذا م ر ش ( قوله : ثم رأيت غير واحد ) ومنهم شرح الروض .

بغية المسترشدين 1 / 515

(مسألة : ي) : في فسخ النكاح خطر ، وقد أدركنا مشايخنا العلماء وغيرهم من أئمة الدين لا يخوضون فيه ، ولا يفتحون هذا الباب لكثرة نشوز نساء الزمان ، وغلبة الجهل على القضاة وقبولهم الرشا ، ولكن نقول : يجوز فسخ الزوجة النكاح من زوجها حضر أو غاب بتسعة شروط : إعساره بأقل النفقة ، والكسوة ، والمسكن لا الأدم ، بأن لم يكن له كسب أصلاً ، أو لا يفي بذلك ، أو لم يجد من يستعمله ، أو به مرض يمنعه عن الكسب ثلاثاً : أو له كسب غير لائق أبى أن يتكلفه ، أو كان حراماً أو حضر هو وغاب ماله مرحلتين ، أو كان عقار أو عرضاً أو ديناً مؤجلاً أو على معسر أو مغصوباً ، وتعذر تحصيل النفقة من الكل في ثلاثة أيام ، وثبوت ذلك عند الحاكم بشاهدين أو بعلمه ، أو بيمينها المردودة إن ردّ اليمين ، وحلفها مع البينة أنها تستحق النفقة ، وأنه لم يترك مالاً ، وملازمتها للمسكن ، وعدم نشوزها ، ورفع أمرها للحاكم ، وضربه مهلة ثلاثة أيام لعله يأتي بالنفقة ، أو يظهر للغائب مال أو نحو وديعة ، وأن يصدر الفسخ بلفظ صحيح بعد وجود ما تقدم ، إما من الحاكم بعد طلبها ، أو منها بإذنه بعد الطلب بنحو : فسخت نكاح فلان ، وأن تكون المرأة مكلفة ، فلا يفسخ وليّ غيرها ، ولو غاب الزوج وجهل يساره وإعساره لانقطاع خبره ، ولم يكن له مال بمرحلتين فلها الفسخ أيضاً بشرطه ، كما جزم به في النهاية وزكريا والمزجد والسنباطي وابن زياد و (سم) الكردي وكثيرون ، وقال ابن حجر وهو متجه مدركاً لا نقلاً ، بل اختار كثيرون وأفتى به ابن عجيل وابن كبن وابن الصباغ والروياني أنه لو تعذر تحصيل النفقة من الزوج في ثلاثة أيام جاز لها الفسخ حضر الزوج أو غاب ، وقواه ابن الصلاح ، ورجحه ابن زياد والطنبداوي والمزجد وصاحب المهذب والكافي وغيرهم ، فيما إذا غاب وتعذرت النفقة منه ولو بنحو شكاية ، قال (سم) : وهذا أولى من غيبة ماله وحده المجوّز للفسخ ، أما الفسخ بتضررها بطول الغيبة وشهوة الوقاع فلا يجوز اتفاقاً وإن خافت الزنا 

أسنى المطالب شرح روض الطالب ج 3 / ص 440

( ويشترط للفسخ ) الرفع إلى ( القاضي ) كما في العنة ؛ لأنه محل اجتهاد فلا تستقل به الزوجة بل يفسخه بنفسه أو بغيره بعد الثبوت ( أو يأذن لها ) فيه ، وليس لها مع علمها بالعجز الفسخ قبل الرفع إلى القاضي ، ولا بعده قبل الإذن فيه قال الإمام : ولا حاجة إلى إيقاعه في مجلس الحكم ؛ لأن الذي يتعلق به إثبات حق الفسخ ( فإن استقلت بالفسخ لعدم حاكم ومحكم ) ثم أو لعجز عن الرفع ( نفذ ) ظاهرا أو باطنا للضرورة ( وإلا ) بأن قدرت على حاكم أو محكم ( فلا ) ينفذ فسخها ظاهرا ، ولا باطنا وقيل ينفذ باطنا ، والترجيح فيه من زيادته ، وبه صرح الإسنوي أخذا من نقل الإمام له عن مقتضى كلام الأئمة .

حاشية الجمل - ج 19 / ص 421 

وفي القسطلاني على البخاري ما نصه إذا غاب الزوج الموسر عن زوجته فليس لها فسخ النكاح لتمكنها من تحصيل حقها بالحاكم فيبعث قاضي بلدها إلى قاضي بلده فيلزمه بدفع نفقتها إن علم موضعه ، واختار القاضي الطبري وابن الصباغ جواز الفسخ لها إذا تعذر تحصيلها في غيبته للضرورة ، وقال الروياني ، وصاحب العدة : إن الفتوى عليه ولو انقطع خبره ثبت لها الفسخ ؛ لأن تعذر النفقة بانقطاع خبره كتعذرها بالإفلاس نقله الزركشي عن صاحبي المذهب والكافي وغيرهما وأقره لا بغيبة من جهل حاله يسارا وإعسارا لعدم تحقق المقتضى نعم لو أقامت بينة عند حاكم بلدها بإعساره ثبت لها الفسخ ا هـ

فتح المعين ج 4 / ص 106

وأثبتت الاعسار بنحو النفقة على المعتمد أو تعذر تحصيلها على المختار (يمهل) القاضي أو المحكم وجوبا (ثلاثة) من الايام وإن لم يستمهله الزوج ولم يرج حصول شئ في المستقبل ليتحقق إعساره في فسخ لغير إعساره بمهر فإنه على الفور، وأفتى شيخنا أنه لا إمهال في فسخ نكاح الغائب، (ثم) بعد إمهال الثلاث بلياليها (يفسخ هو) أي القاضي أو المحكم أثناء الرابع، لخبر الدارقطني والبيهقي في الرجل لا يجد شيئا ينفق على امرأته يفرق بينهما وقضى به عمر وعلي وأبو هريرة رضي الله عنهم.قال الشافعي رضي الله عنه ولا أعلم أحدا من الصحابة خالفهم ولو فسخت بالحاكم على غائب فعاد وادعى أن له مالا بالبلد لم يبطل، كما أفتى به الغزالي، إلا إن ثبت أنها تعلمه ويسهل عليها أخذ النفقة منه بخلاف نحو عقار وعرض لا يتيسر بيعه فإنه كالعدم (أو) تفسخ (هي بإذنه) أي القاضي بلفظ فسخت النكاح فلو سلم نفقة الرابع فلا تفسخ بما مضى لانه صار دينا.

Pertanyaan 

Apakah istri berhak mengajukan cerai pada hakim karena suaminya selingkuh?

       Berhak jika terjadi percekcokan yang nyata antara keduanya menurut madhab Malikiyyah.

Referensi :

Alfiqhu al islamiy wa adillatuhu 9/495

Syarah mukhtashor kholil 12/23

Al fawakih ad dawani 5/368

Al mausuah al fiqhiyyah 29/57

الفقه الإسلامي وأدلته ج 9 / ص 495

المبحث الثالث ـ التفريق للشقاق أو للضرر وسوء العشرة : المقصود بالشقاق والضرر: الشقاق هو النزاع الشديد بسبب الطعن في الكرامة. والضرر: هو إيذاء الزوج لزوجته بالقول أو بالفعل، كالشتم المقذع والتقبيح المخل بالكرامة، والضرب المبرح، والحمل على فعل ما حرم الله ، والإعراض والهجر من غير سبب يبيحه، ونحوه. رأي الفقهاء في التفريق للشقاق: لم يجز الحنفية والشافعية والحنابلة  التفريق للشقاق أو للضرر مهما كان شديدا؛ لأن دفع الضرر عن الزوجة يمكن بغير الطلاق، عن طريق رفع الأمر إلى القاضي، والحكم على الرجل بالتأديب حتى يرجع عن الإضرار بها. وأجاز المالكية التفريق للشقاق أو للضرر، منعا للنزاع، وحتى لا تصبح الحياة الزوجية جحيما وبلاء، ولقوله عليه الصلاة والسلام: «لا ضرر ولا ضرار» . وبناء عليه ترفع المرأة أمرها للقاضي، فإن أثبتت الضرر أو صحة دعواها، طلقها منه، وإن عجزت عن إثبات الضرر رفضت دعواها، فإن كررت الادعاء بعث القاضي حكمين: حكما من أهلها وحكما من أهل الزوج، لفعل الأصلح من جمع وصلح أو تفريق بعوض أو دونه، لقوله تعالى: {وإن خفتم شقاق بينهما، فابعثوا حكما من أهله وحكما من أهلها} [النساء:35/4].واتفق الفقهاء على أن الحكمين إذا اختلفا لم ينفذ قولهما، واتفقوا على أن قولهما في الجمع بين الزوجين نافذ بغير توكيل من الزوجين

شرح مختصر خليل للخرشي  ج 12 ص 23

ص ولها التطليق بالضرر ولو لم تشهد البينة بتكرره ( ش ) يعني أنه إذا ثبت بالبينة عند القاضي أن الزوج يضارر زوجته وهي في عصمته ولو كان الضرر مرة واحدة فالمشهور أنه يثبت للزوجة الخيار فإن شاءت أقامت على هذه الحالة وإن شاءت طلقت نفسها بطلقة واحدة بائنة لخبر { لا ضرر ولا ضرار } فلو أوقعت أكثر من واحدة فإن الزائد على الواحدة لا يلزم الزوج , ومن الضرر قطع كلامه عنها , وتحويل وجهه عنها , وضربها ضربا مؤلما لا منعها الحمام أو تأديبها على الصلاة والتسري , والتزوج عليها وكلام المؤلف إذا أرادت الفراق فلا ينافي قوله وبتعديه زجره الحاكم لأن ذلك إذا أرادت البقاء وظاهر قوله ولها إلخ أنه يجري في غير البالغين ثم إنه يجري هنا هل يطلق الحاكم أو يأمرها به ثم يحكم به قولان

الفواكه الدواني على رساله ابن زيد القيرواني ( خ 5/ ص 368

وأما لو تجمد لها عليه نفقة فيما مضى من الزمان فلها الطلب بها حيث تجمدت في زمن يسره، ولكن لا تطلق عليه بالعجز عنها كما لا تطلق عليه بالعجز عن صداقها بعد الدخول بها، بخلاف عجزه عن الحال منه قبل الدخول بها فلها التطليق، وإنما يكون ذلك التطليق من الحاكم أو جماعة المسلمين إذا لم يكن حاكم أو تعذر الوصول إليه، وإنما أطلنا في ذلك لداعي الحاجة إليه.

الموسوعة الفقهية جـ 29 صـ 57 

التفريق لسوء المعاشرة : 78 - نص المالكية على أن الزوجة إذا أضر بها زوجها كان لها طلب الطلاق منه لذلك , سواء تكرر منه الضرر أم لا , كشتمها وضربها ضربا مبرحا . . وهل تطلق بنفسها هنا بأمر القاضي أو يطلق القاضي عنها ؟ قولان للمالكية ولم أر من الفقهاء الآخرين من نص عليه بوضوح , وكأنهم لا يقولون به ما لم يصل الضرر إلى حد إثارة الشقاق , فإن وصل إلى ذلك , كان الحكم كما تقدم

Bagaimana yang seharusnya dilakukan oleh istri bila menjumpai suami selingkuh dalam kaca mata syariat?

Yang harus dilakukanya sabar  dan  amar makruf nahi munkar semaksimal mungkin 

pelaporan penyelesaian masalah pada hakam atau hakim

jika percekcokan tidak dapat dihindari istri berhak mengajukan gugatan cerai pada hakim menurut Madhab malikiyyah atau dengan cara khulu’ menurut maadhab syafi’iyyah

Referensi :

Al mausuah al fiqhiyyah 29/57

ithafus sadah al muttaqin 7/22

al majmu’ syarah al muhaddzab 17/3

الموسوعة الفقهية جـ 29 صـ 57 

التفريق لسوء المعاشرة : 78 - نص المالكية على أن الزوجة إذا أضر بها زوجها كان لها طلب الطلاق منه لذلك , سواء تكرر منه الضرر أم لا , كشتمها وضربها ضربا مبرحا . . وهل تطلق بنفسها هنا بأمر القاضي أو يطلق القاضي عنها ؟ قولان للمالكية ولم أر من الفقهاء الآخرين من نص عليه بوضوح , وكأنهم لا يقولون به ما لم يصل الضرر إلى حد إثارة الشقاق , فإن وصل إلى ذلك , كان الحكم كما تقدم

اتحاف السادة المتقين الزبيدي - (ج 7 / ص 22)

 (فان قلت افتثبت ولاية الحسبة للولد على الوالد والعبد على السيد والزوجة على الزوج والتلميذ على الاستاذ والرعية على الوالى مطلقا كما يثبت للوالد على الولد والسيد على العبد والزوج على الزوجة والاستاذ على التلميذ والسلطان على الرعية او بينها فرق فاعلم ان الذى نراه انه يثبت اصل الولاية ولكن بينهما فرق فى التفصيل ولنفرض ذلك فى الولد مع الوالد فنقول قد رتبنا) فيما سبق (للحسبة خمس مراتب وللولد الحسبة بالرتبتين الاوليين وهو التعريف ثم الوعظ والنصح باللطف) ولين القول (وليس الحسبة بالسب والتعنيف والتهديد) والزجر (ولا بمباشرة الضرب) بالفعل (وهما الرتبتان الاخريان وهل له الحسبة بالرتبة الخامسة حيث يؤدى الى اذى الوالد وسخطه) عليه (هذا فيه نظر) ووجه النظران رضا الوالد مطلوب على كل حال فهل يقدم على الاحتساب والاحتساب ايضا مأمور به فهل يقدم عليه ولو ادى ذلك الى السخط فصار الامر متلبسا ثم بين ما به يتأذى ويسخط فقال (وهو بان يكسر مثلا عوده) الذى يضرب به للغناء (ويريق خمره ويحل الخيوط من ثيابه المنسوجة من الحرير ويرد الى الملاك ما يججده فى بيته) وتحت حوزته (من المال الحرام الذى غصبه) من انسان (او سرقه) من حرز مثله (او اخذه عن ادرار ورزق من ضريبة المسلمين اذا كان صاحبا معينا) لا مجهولا (او يبطل الصور المنقوشة على حيطانه والمنقورة فى خشب بيته ويكسر اوانى الذهب والفضة فان فعله فى هذه الامور ليس يتعلق بذات الاب بخلاف الضرب) باليد (والسب) باللسان (ولكن الوالد يتأذى به ويسخط بسببه الا ان فعل الولد ذلك (حق وسخط الاب منشؤه حبه للباطل والحرام والا ظهر فى القياس انه يثبت للوالد ذلك بل يلزمه ان يفعل ذلك) وهو اقيس القولين (ولا بيعد ان ينظر فيه الى قبح المنكر والى مقدار الاذى والسخط) فان كلا منهما يخلف قلة وكثرة وخفة وتقلا (فان كان المنكر فاحشا وسخطه عليه قريبا كاراقة خمر من لا يشتد غضبه فذلك ظاهر فان كان المنكر قريبا والسخط شديدا كما لو كانت له آنية من بلور او زجاج على صورة حيوان وفى كسرها خسران مال كثير فهذا مما يشتد فبه الغضب وليس تجرى هذه المعصية مجرى الخمر وغيره فهذاكله مجال النظر) اى محل جولان النظر فيه (فان قيل ومن اين قلتم ليس له) اى للولد (الحسبة بالتعنيف والضرب والارهاق الى ترك الباطل والامر بالمعروف فى الكتاب والسنة ورد عاما) اى بصيغة العموم (من غير تخصيص) لشخص جون شخص (واما النهى عن التأفيف والايذاء) فى قوله تعالى ولا تقل لهما اف وقوله تعالى ولا تنهرهما وقل لهما قولا كريما (فقد ورد وهو) مسلم لكنه (خاص فيما لا يتعلق بارتكاب المنكرات) فلا يقاس ذلك على هذا (فنقول قد ورد فى حق الاب على الخصوص ما يوجب الاستثناء فى العموم اذ لا خلاف) بين العلماء (فى ان الجلاد ليس له ان يقتل اباه حدا) وفى نسخة بالزنا (ولا ان يباشر اقامة الحد عليه بل لا يباشر قتل ابيه الكافر بل لو قطع يده لم يلزمه قصاص ولم يكن له ان يؤذيه فى مقابلة) كل ذلك لهيبة الاب (وقد ورد فى ذلك اخبار وثبت بعضها بالاجماع) قال العراقى لم اجد فيه الا حديث لا يقاد الوالد بالولد رواه الترمذى وابن ماجه من حديث عمر قال الترمذى فيه اضطراب اه قال وكذلك رواه احمد وابن الجارود والدارقطنى وقال سنده ضعيف ورواه الدارقطنى ايضا فى الافراد عن عمرو بن شعيب عن ابيه عن جده قال البيهقى فى المعرفة واسناده صحيح وروى الحاكم والبيهقى من حديث عمر بلفظ لا يقاد مملوك من مالكه ولا ولد من والده (فذا لم يكن له ايذاؤه بعقوبة هى حق على جناية سابقة فلا يجوز له ايذاؤه بعقوبة هى منع جناية مستقبلة متوقعة بل اولى وهذا الترتيب ايضا ينبغى ان يجرى فى العبد والزوجة مع السيد والزوج فهما قريبان من الوالد فى لزوم الحق وان كان ملك اليمين آكد من ملك النكاح ولكن ورد فى الخبر انه لو جاز السجود لمخلوق لأمرت المرأة أ تسجد لزوجها) تقدم فى النكاح (وهذا يدل على تأكيد الحق أيضا)

المجموع شرح المهذب ج 17 / ص 3

إذا كرهت المرأة زوجها لقبح منظر، أو سوء عشرة وخافت أن لا تؤدى حقه، جاز أن تخالعه على عوض، لقوله عز وجل " فإن خفتم ألا يقيما حدود الله فلا جناح عليهما فيما افتدت به " وروى أن جميلة بنت سهل كانت تحت ثابت بن قيس بن الشماس وكان يضربها فأتت إلى النبي صلى الله عليه وسلم وقالت لا أنا ولا ثابت وما أعطاني، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم خذ منها، فأخذ منها فقعدت في بيتها " وإن لم تكره منه شيئا وتراضيا على الخلع من غير سبب جاز، لقوله عز وجل " فإن طبن لكم عن شئ منه نفسا فكلوه هنيئا مريئا " ولانه رفع عقد بالتراضى جعل لدفع الضرر فجاز من غير ضرر كالاقالة في البيع

الزواجر عن اقتراف الكبائر - ج 2 / ص 342

وقال النبي صلى الله عليه وسلم : { أيما رجل صبر على سوء خلق امرأته أعطاه الله من الأجر من مثل ما أعطى أيوب عليه الصلاة والسلام على بلائه ، وأيما امرأة صبرت على سوء خلق زوجها أعطاها الله من الأجر ما أعطى آسية بنت مزاحم امرأة فرعون } .وروي أن رجلا جاء إلى عمر رضي الله عنه ليشكو إليه خلق زوجته فوقف ببابه ينتظره فسمع امرأته تستطيل عليه بلسانها وهو ساكت لا يرد عليها فانصرف قائلا : إذا كان هذا حال أمير المؤمنين فكيف حالي ، فخرج عمر فرآه موليا فناداه ما حاجتك ؟ فقال : يا أمير المؤمنين جئت أشكو إليك خلق زوجتي واستطالتها علي فسمعت زوجتك كذلك فرجعت وقلت : إذا كان هذا حال أمير المؤمنين مع زوجته فكيف حالي ؟ فقال له عمر : يا أخي إني احتملتها لحقوق لها علي ، إنها طباخة لطعامي خبازة لخبزي غسالة لثيابي مرضعة لولدي وليس ذلك بواجب عليها ويسكن قلبي بها عن الحرام فأنا أحتملها لذلك 

فقال الرجل : يا أمير المومنين وكذلك زوجتي قال    فاحتملها يا أخي فإنما هي مدة يسيرة


Sumber :

#Bahsul Masail (PW LBM NU Jatim, PC LBM NU Kota Kediri)


Hewan yang sah untuk Qurban

Hewan Qurban yang Terjangkit PMK Apa Hukumnya?



Deskripsi Masalah

Saat ini, banyak binatang ternak berkaki empat yang terkena Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Tersebar info, binatang yang terkena penyakit ini dagingnya masih aman dikonsumsi tapi tidak dengan jeroan, kaki & mulutnya. 

Pertanyaan

Sahkah berkurban dengan hewan yang terjangkit PMK?

Jawaban

Hewan yang secara positif terjangkit PMK dengan gejala sedang dan berat tidak sah dijadikan sebagai hewan kurban menurut madzhab empat, Adapun hewan yang terjangkit PMK dengan gejala ringan maka sah menurut hanafiyyah, malikiyyah dan hanabilah. Ketentuan klasifikasi gejala tersebut berdasarkan pertimbangan ahli khubrah (Dinas Pertanian dan Perternakan).

Refrensi :

Al mausu’ah al fiqhiyyah hal 142

Hasiyah Bujairomy 4/229

Roudhotut tholibin 3/195

Kifayatul Ahyar 2/237-238

Syarah al muqoddimah 696

Kifayatul Ahyar 1/530

Tuhfah 9/351

Mughni al muhtaj 128

الموسوعة الفقهية 5\142

الجرب في اللغة بثر يعلو أبدان الناس والحيوانات يتآكل منه الجلد وربما حصل معه هزال إذا كثر ومن إطلاقاته أيضا العيب والنقيصة يقال به جرب أي عيب ونقيصة ولا يخرج استعمال الفقهاء لكمة الجرب عن معناه اللغوي )الحكم الإجمالي ومواطن البحث( اتفق الفقهاء على أن الجرب إذا كان كثيرا بأن وصل إلى اللحم فإنه يمنع الإجزاء في الأضحية لأنه يفسد اللحم ويعتبر نقصا لأن اللحم هو المقصود في الأضحية واختلفوا فيما إذا كان قليلا بأن كان في الجلد ولم يؤثر في اللحم فذهب الحنفية والمالكية والحنابلة وهو وجه عند الشافعية اختاره إمام الحرمين والغزالي إلى أنه لا يمنع الإجزاء في الأضحية وذهب الشافعية في الجديد وهو الصحيح عندهم إلى أن الجرب قليله وكثيره يمنع الإجزاء في الأضحية

حاشية البجيرمي على الخطيب ج 4 / ص 229

تنبيه : قد عرفت ما تناوله كلام المصنف من أن العمياء والهيماء والمجنونة لا تجزئ وبه صارت العيوب المذكورة سبعة وبقي منها ما لا يتناوله كلام المصنف الجرباء ، وإن كان الجرب يسيرا على الأصح المنصوص لأنه يفسد اللحم والودك ، والحامل فلا تجزئ كما حكاه في المجموع عن الأصحاب وتبعه عليه في المهمات وتعجب من ابن الرفعة حيث صحح في الكفاية الإجزاء . فائدة : ضابط المجزئ في الأضحية السلامة من عيب ينقص اللحم أو غيره مما يؤكل

روضة الطالبين وعمدة المفتين 3\ 195 

الخامسة: العجفاء التي ذهب مخها من شدة هزالها لا تجزئ وإن كان بها بعض الهزال ولم يذهب مخها أجزأت كذا أطلقه كثيرون. وقال في «الحاوي» : إن كان خلقيا، فالحكم كذلك، وإن كان لمرض منع؛ لأنه داء. وقال إمام الحرمين: كما لا يعتبر السمن البالغ للإجزاء، لا يعتبر العجف البالغ للمنع .وأقرب معتبر أن يقال: إن كان لا ترغب في لحمها الطبقة العالية من طلبة اللحم في سني الرخاء، منعت. 

كفاية الأخيار ج الثاني ص 237-238

ومنها المريضة للخبر فالمريضة إن كان مرضها يسيراً لم يمنع الإجزاء وإن كان بيناً يظهر بسببه الهزال وفساد اللحم منع الإجزاء هذا هو المذهب وفي قول المرض لا يمنع مطلقاً والمرض محمول في الحديث على الجرب وفي وجه أن المرض يمنع مطلقاً وإن كان يسيراً حكاه الماوردي قولاً ومن المرض الهيام وهو شدة العطش فلا تروى من الماء قال أهل اللغة هو داء يأخذها فتهيم في الأرض فلا ترعى ومنها العجفاء للخبر فلا تجزئ العجفاء التي ذهب مخها من شدة هزالها لأنه داء مؤثر في اللحم فإن قل أجزأت وضبط الأصحاب الذي يضر بأن ينتهي إلى حد تأباه نفوس المترفين في الرخاء والرخص قال ابن الرفعة ينبغي أن يكون المرجع في ذلك العرف وقال الماوردي التي ذهب مخها إن كان لمرض ضر وإن كان لخلقة فلا يضر

شرح المقدمة الحضرمية المسمى بشرى الكريم  ج 1 / ص 696

(و) شرطها أيضاً: حيث لم يلتزمها ناقصة فقد عيب ينقص لحماً حالاً، كقطع فلقة كبيرة مطلقاً، أو صغيرة من نحو أذن، كما يأتي أو مآلاً كـ (أن لا تكون جرباء وإن قل) الجرب أو رجي زواله؛ لأنه يفسد اللحم والودك وينقص القيمة وحذف في "التحفة" نقص القيمة؛ إذ العيب هنا ما ينقص اللحم لا القيمة، وألحق به الشلل والقروح والبثور (ولا مريضة مرضا يفسد لحمها) أي يوجد هزاله أما اليسير من غير الجرب فلا يضر وما ذكر هو ما ينقص لحمها مآلا لأنها ينقص لحمها 

كفاية الأخيار  ج 1 / ص 530

ومنها الجرباء فإن كثر جربها ضر وكذا إن قل على الأصح ونص عليه الشافعي رضي الله عنه بأنه داء يفسد اللحم والودك واختار الإمام والغزالي أنه لا يمنع الإجزاء إلا الكثير كالمرض وكذا قيده الرافعي في المحرر بالكثير

تحفة المحتاج في شرح المنهاج -ج 9 / ص 351

( وشرطها ) أي الأضحية لتجزئ حيث لم يلتزمها ناقصة ( سلامة ) وقت الذبح حيث لم يتقدمه إيجاب وإلا فوقت خروجها عن ملكه ( من عيب ينقص ) بالتخفيف كيشكر في الأفصح كما مر ( لحما ) حالا كقطع فلقة كبيرة من نحو فخذ أو مآلا كعرج بين لأنه ينقص رعيها فتنهزل

مغني المحتاج ج 6 ص 128 

( وشرطها ) أي الأضحية المجزئة ( سلامة من ) كل ( عيب ) بها ( ينقص ) بفتح أوله وضم ثالثه بخطه ( لحما ) أو غيره مما يؤكل فإن مقطوع الأذن أو الألية لا يجزئ كما سيأتي مع أن ذلك ليس بلحم فلو قال ما ينقص مأكولا لكان أولى ولا فرق في النقص بين أن يكون في الحال كقطع بعض أذن أو في المآل كعرج بين كما سيأتي لأن المقصود من الأضحية اللحم أو نحوه فاعتبر ما ينقصه كما اعتبر في عيب المبيع ما ينقص المالية لأنه المقصود فيه وهذا الشرط معتبر في وقوعها على وجه الأضحية المشروعة

Sumber : Bahsul Masail  (PW LBM NU Jatim)

Sabtu, 25 Juni 2022

Hukum Khiyar - Memilih dalam jual beli

KHIYAR - Hiyar - الخيار



Kata khiyar dalam bahasa arab berarti pilihan. Pembahasan khiyar di kemukakan oleh para ulama fiqh dalam permasalahan yang menyangkut transaksi dalam bidang perdata khususnya transaksi ekonomi, sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi (akad) ketika terjadi beberapa persoalan dalam transaksi dimaksud.

Mengingat prinsip berlakunya jual beli adalah atas dasar suka sama suka, maka syara’ memberi kesempatan kepada kedua belah pihak bagi mereka yang melakukan aqad jual beli untuk memilih antara dua kemungkinan, yaitu melangsungkan jual beli atau membatalkan jual beli, ini dinamakan dengan khiyar

 Secara terminolgi para ulama fiqh mendefinisikan khiyar, antara lain:

a. Menurut DR. wahbah al-zuhaili mendefinisikan khiyar dengan: “Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi masing- masing pihak yang melakukan transaksi.”

b. Menurut sayyid sabiq: “khiyar adalah mencari kebaikan dari dua perkara, melangsungkan atau membatalkan (jual beli)”

Macam-macam Khiyar 

Khiyar terjadi setelah setelah ijab dan kabul, jika terjadi sebelum ijab dan kabul itu dinamakan dengan tawar menawar (Musawamah).Khiyar ada yang bersumber dari syara’, seperti khiyar majlis, khiyar aib, dan khiyar ru’yah. Selain itu, ada juga khiyar yang bersumber dari kedua belah pihak yang berakad, seperti khiyar syarat.Berikut ini akan dijelaskan macam-macam khiyar yang populer dikalangan jumhur ulama:11

1. Khiyar Majlis

       Khiyar majlis adalah tempat yang dijadikan berlangsungnya transaksi jual beli. Kedua belah pihak yang melakukan jual beli memiliki hak pilih selama masih berada dalam majelis. Artinya suatu transaksi dianggap sah apabila kedua belah pihak yang yang melaksanakan akad telah berpisah badan atau salah seorang diantara mereka telah menentukan pilihan untuk menjual dan atau membeli.Khiyar ini hanya berlaku dalam suatu transaksi yang bersifat mengikat kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi, seperti jual beli dan sewa-menyewa. Landasan hukum khiyar majlis dapat dilihat dari sabda Rasulullah:

Artinya: “Dari Ibnu Umar ra. dari Rasulullah saw, bahwa beliaubersabda, “Apabila ada dua orang melakukan transaksi jual beli, maka masing-masing dari mereka (mempunyai)hak khiyar, selama mereka belum berpisah dan merekamasih berkumpul atau salah satu pihak memberikan hak khiyarnya kepada pihak yang lain. Namun jika salah satu pihak memberikan hak khiyar kepada yang lain lalu terjadi jual beli, maka jadilah jual beli itu, dan jika mereka telahberpisah sesudah terjadi jual beli itu, sedang salah seorang di antara mereka tidak (meninggalkan) jual belinya, maka jual beli telah terjadi (juga).” (HR. Al.Bukhari dan Muslim).

Penjelasan dari hadis diatas adalah bagi tiap-tiap pihak dari kedua belah pihak ini mempunyai hak antara melanjutkan atau membatalkan selama keduanya belum berpisah secara fisik.

2.Khiyar Syarat  

      Khiyar syart adalah hak yang dimiliki salah satu atau seluruh pihak akad atau bagi orang lain untuk melanjutkan akad.Umpamanya, pembeli mengatakan “saya akan membeli barang andaini dengan ketentuan diberikan renggang waktu selama tiga hari”.Sesudah tiga hari tidak ada berita, berarti akad itu batal. Khiyar syarat boleh dilakukan dalam segala macam jual beli, kecuali barang yang wajib diterima ditempat jual beli, seperti barang-barang riba. Masa khiyar syarat paling lama hanya tiga hari tiga malam terhitung dariwaktu akad. Sabda Rasulullah Saw:Artinya:

“Nabi saw bersabda: Apabila kamu menjual maka katakanlahdengan jujur dan jangan menipu. Jika kamu membeli sesuatumaka engkau mempunyai hal pilih selama tiga hari, jikakamu rela maka ambillah, tetapi jika tidak maka kembalikankepada pemiliknya.”(HR. Ibnu Majah).

Seluruh ahli fiqh sepakat bahwa khiyar syart ini dibolehkan dengan tujuan untuk memelihara hak-hak para pihak dari unsur penipuan yang mungkin terjadi.

3. Khiyar ‘aib

   Khiyar ‘aib adalah hak untuk membatalkan atau melangsungkan kontrak bagi kedua belah pihak yang berakad, apabila terdapat suatu cacat pada objek  kontrak, dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika kontrak berlangsung.Misalnya, seorang pembeli yang belum melihat barangnya, kemudian melihat cacat pada barang sebelum terjadi serah terima(Taqabudh), dan pembeli belum mengetahui cacat tersebut di majlis akad dan ia tidak ridha dengan kondisi barang tersebut, maka ia memiliki hak khiyar ‘aib.

Seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari AisyahRA bahwa seseorang membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh berdiri didekatnya, didapatinya pada diri budak itu kecacatan, laludiadukannya kepada Rasul, maka budak itu dikembalikan pada penjual.

Seluruh ulama sudah ijma (konsesus) bahwa khiyar ‘aib itu dibolehkan (masyru’) karena setiap akad bisa disepakati jika objek akad (Ma’qud ‘alaih) itu tidak bercacat. Jika ada cacat pada objek akad, maka itu indikasi pada pihak akad itu tidak ridha karena itu keridhaan menjadi syarat sah setiap akad, sebagaimana firman Allah Swt QS. An-Nisa’ ayat 29: 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa’ ayat 29).

Ada juga yang menambah dengan :

4.khiyar Ru'yah

Khiyar ru’yah adalah  hak yang dimiliki pihak akad yang melakukan transaksi pembelian barang, tetapi belum melihat barang yang dibelinya untuk membeli atau membatalkannya (tidak jadi membeli) saat melihat barangnya. 

Mayoritas ahli hukum Islam, yang terdiri atas ulama hannafiyah, Malikiyyah, Hanabilah, dan Dhahiriyah berpendapat bahwa bai’ ‘ain ghaibah (menjual barang yang belum terlihat) itu boleh, maka khiyar ru’yah itu juga dibolehkan.

Sedangkan para fuqaha yang berpendapat bahwa bai’ ‘ain ghaibah itu tidak boleh, maka khiyar ru’yah itu tidak dibolehkan juga. Para ulama yang membolehkan bai l ‘ain ghaibah (menjual barang yang belum terlihat) berdalih dengan hadits Rasulullah Saw: “Siapa yang membelih sesuatu yang belum ia lihat, maka ia berhak khiyar apabila telah melihat barang itu”. (H.R. AdDaruqutni dari Abu Hurairah). 

 Menurut mereka, akad seperti itu dibolehkan karena objek yang akan dibeli itu tidak ada di tempatkan akad atau karena sulit dilihat, seperti makanan kaleng.


Hikmah Khiyar.

Khiyar adalah pemilihan di dalam melakukan akad jual beli yangdilaksanakan oleh seorang penjual dan seorang pembeli yang manadiantara keduanya agar tidak ada saling merasa ditipu, makanya dalamhukum islam diadakan khiyar dalam jual beli.Adapun hikmah Khiyar antara lain sebagai berikut:

 1.Menghindarkan terjadinya penyesalan sejak dini antara kedua belah pihak, yakni penjual dan      pembeli atau salah satunya.

2.Memperkecil kemungkinan adanya penipuan dalam jual beli.

3.Mendidik penjual dan pembeli agar lebih bersikap hati-hati, cermat dan teliti dalam bertransaksi.

4.Menguatkan sikap rela sama rela antara penjual dan pembeli.

5.Menumbuhkan sikap toleransi antara kedua belah pihak

Sabtu, 09 April 2022

Hukum mencicipi masakan saat puasa

Hukum mencicipi Masakan yang kita masak saat Puasa

Hukum Ibu Ibu yang mencicipi Masakan Saat siang hari Bulan Ramadhan

Banyak Pertanyaan yang sampai pada kami tentang hukum mencicipi masakan saat siang ramadhan.

"Ustadz Bagaimana Hukum saya mencicipi masakan saat memasak bagi keluarga disiang Bulan Ramadhan mengingat kalau tidak dicicipi kuatir hambar atau mungkin terlalu asin jadinya. takut g kemakan jadinya mubazir"

Jawaban :

Bismillah walhamdulillah

Hukum mengunyahkan makanan dan mencicipi makanan

Mengunyahkan makanan bagi anak kecil yg masih membutuhkan bantuan melumat makanan, hukumnya tidak makruh. Demikian pula mencicipi makanan bagi orang yg sedang memasak di tengah hari bulan Ramadhan untuk keperluan mengetahui enak-tidaknya sebuah masakan. Karena ada kebutuhan mencicipi makanan, hukumnya tidak makruh.

Hanya saja, apabila mencicipi tanpa mempunyai maksud tertentu, hukumnya makruh.

(قَوْلُهُ: وَهُوَ مَكْرُوهٌ) وَكَذَا الذَّوْقُ مَكْرُوهٌ أَيْضًا اهـ رَشِيدِيٌّ وَهَذَا إذَا كَانَ لِغَيْرِ حَاجَةٍ أَمَّا لَهَا فَلَا يُكْرَهُ كَأَنْ يَذُوقَ الطَّعَامَ مُتَعَاطِيهِ لِغَرَضِ إصْلَاحِهِ فَلَا يُكْرَهُ وَإِنْ كَانَ عِنْدَهُ مُفْطِرًا آخَرُ؛ لِأَنَّهُ قَدْ لَا يَعْرِفُ إصْلَاحَهُ مِثْلَ الصَّائِمِ اهـ. ع ش عَلَى م ر

(Hasyiyah al-Jamal, [Darul Fikr], juz 2, hal. 329).

Semoga Bermanfaat , Jangan lupa selalu terhubung dengan web kami dengan bergabung Gudang Da'i

Keutamaan Tarawih sebulan pertama sampai terakhir

 Berikut ini adalah 30 Keistimewaan (Fadhilah) Salat Tarawih. Namun Banyak yang gak tau.. Pehatikan :




1. Malam pertama


عن على بن ابى طالب رضى الله تعالى عنه انه قال سئل النبى عليه الصلاة والسلام عن فضائل التراويح فى شهر رمضان فقال يخرج المؤمن من ذنبه فى اول ليلة كيوم ولدته امه

 Diriwayatkan dari Ali Bin Abi Thalib RA. bahwa sesungguhnya Ali berkata : Nabi alaihis sholatu was salamu ditanya tentang keutamaan tarowih di bulan romadlon. Maka Nabi menjawab :

"Pada malam pertama keluarlah dosa orang mukmin (yang melakukan Salat Tarawih) sebagaimana ibunya melahirkan ia di dunia.


 2. Malam ke-2

 وفى الليلة الثانية يغفر له ولأبويه ان كان مؤمنين

 Pada malam yang ke 2, orang yang salat tarawih akan diampuni dosanya dan dosa ke-2 orang tuanya jika keduanya mukmin


3. Malam ke-3

 وفى الليلة الثالثة ينادي ملك من تحت العرش استأنف العمل غفر الله ما تقدم من ذنبك

Pada malam yang ke 3, malaikat dibawah arasy berseru,mulailah melakukan amal kebaikan ( salat tarawih ) maka Allah akan mengampuni dosamu.


4. Malam ke-4

وفى الليلة الرابعة له من الاجر مثل قراءة التورات والانجيل والزبور والفرقان

Pada malam yang ke-4, bagi yang melakukan tarawih dapat pahala sebagaimana pahala orang yang membaca kitab taurot,injil,zabur dan Al-Quran.


5. Malam ke-5

وفى الليلة الخامسة اعطاه الله تعالى مثل من صلى فى المسجد الحرام و المسجد المدينة والمسجد الاقصى

Pada malam yang ke 5, Allah memberikan pahala bagi yang tarawih sebagaimana pahalanya orang yang salat di Masjidil Haram, Masjid Madinah atau Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha.


6. Malam ke-6

 وفى الليلة السادسة اعطاه الله تعالى ثواب من طاف بالبيت المعمور ويستغفر له كل حجر ومدر


 Pada malam yang ke-6, Allah memberikan pahala pada yang bertarawih sebagaimana pahalanya orang yang thowaf di Baitul Makmur dan setiap batu dan tanah memintakan ampunan padanya.


 7. Malam ke-7

وفى الليلة السابعة فكأنما ادرك موسى عليه السلام ونصره على فرعون وهامان


 Pada malam yang ke-7, yang melakukan tarawih seakan-akan menemui zaman Nabi Musa As dan menolongnya dari serangan Fir'aun dan Haman.


 8. Malam ke-8

وفى الليلة الثامنة اعطاه الله تعالى ما اعطى ابراهيم عليه السلام


 Pada malam yang ke-8, Allah akan memberi anugrah sebagaimana anugrah yang diberikan pada Nabi Ibrahim alaihis salam.


 9. Malam ke-9

وفى الليلة التاسعة فكأنما عبد الله تعالى عبادة النبى عليه الصلاة والسلام


Pada malam yang ke 9, seolah-olah orang yang tarawih beribadah pada Allah sebagaimana ibadahnya para Nabi alaihis shalatu was salam (As).


 10. Malam ke-10

وفى اليلة العاشرة يرزقه الله تعالى خيرى الدنيا والآخرة


 Pada malam yang ke-10, Allah akan memberi rizki yang lebih bagus didunia maupun akhirat bagi yang tarawih.


11. Malam ke-11

وفى الليلة الحادى عشرة يخرج من الدنيا كيوم ولد من بطن امه


Pada malam yang ke-11, orang yang tarawih kelak ia akan keluar dari dunia (mati) seperti hari dimana ia baru dilahirkan dari perut ibunya.


12. Malam ke-12

 وفى الليلة الثانية عشرة جاء يوم القيامة ووجهه كالقمر ليلة البدر


 Pada malam yang ke-12, pada saat hari kiamat datang wajahnya orang yang Salat Tarawih bersinar bagaikan rembulan pada malam purnama.


 13. Malam ke-13

 وفى الليلة الثالثة عشرة جاء يوم القيامة أمنا من كل سوء


 Pada malam yang ke-13, pada saat hari kiamat tiba orang yang tarawih akan selamat dari segala macam keburukan.


 14. Malam ke-14 

وفى الليلة الرابعة عشرة جاءت الملائكة يشهدون له انه قد صلى التراويح فلا يحاسبه الله يوم القيامة


 Pada malam yang ke-14, malaikat pada menjadi saksi bagi yang Tarawih bahwa ia sudah melakukan sholat tarawih maka Allah tidak menghisabnya besok di hari kiamat.


 15. Malam ke-15

وفى الليلة الخامسة عشرة تصلى عليه الملائكة وحملة العرش والكرسى


Pada malam yang ke-15, para malaikat dan para Malaikat Penyangga Arasy dan para malaikat penjaga kursi kerajaan langit pada memintakan ampunan pada orang yang Salat Tarawih.


16. Malam ke-16

وفى الليلة السادسة عشرة كتب الله له براءة النجاة من النار وبراءة الدخول من الجنة


Pada malam yang ke-16, Allah akan mencatat kebebasan selamat dari neraka dan kebebasan masuk surga bagi yang tarawih.


17. Malam ke-17

وفى الليلة السابعة عشرة يعطى مثل ثواب الانبياء


 Pada malam yang ke-17, yang tarawih akan diberi pahala sebagaimana pahalanya para nabi.


 18. Malam ke-18

 وفى الليلة الثامنة عشر نادى ملك ياعبد الله ان الله رضى عنك وعن والديك


 Pada malam yang ke-18, malaikat telah berseru (pada yang tarawih) wahai hamba Allah sesungguhnya telah meridhaimu dan ke-2 orang tuamu.


 19. Malam ke-19

وفى الليلة التاسعة عشرة يرفع الله درجاته فى الفردوس


Pada malam yang ke-19, Allah akan mengangkat derajat-derajat yang Salat Tarawih di Surga Firdaus.


20. Malam ke-20

وفى الليلة العشرين يعطى ثواب الشهداء والصالحين


 Pada malam yang ke-20, orang tarawih akan diberi pahala seperti pahala orang-orang yang mati Syahid dan orang-orang saleh.


 21. Malam ke-21

فى الليلة الحادية والعشرين بنى الله له بيتا فى الجنة من النور


 Pada malam yang ke-21, Allah akan membangunkan rumah di surga yang terbuat dari cahaya untuk yang tarawih.


 22. Malam ke-22

 وفى الليلة الثانية والعشرين جاء يوم القيامة امنا من كل غم وهم


 Pada malam yang ke-22, jika hari kiamat tiba maka yang tarawih akan selamat dari segala bentuk kesusahan dan kebingungan.


 23. Malam ke-23 

وفى الليلة الثالثة والعشرين بنى الله له مدينة فى الجنة


 Pada malam yang ke-23, Allah akan membangunkan kota di dalam surga bagi yang tarawih.


 24. Malam ke-24

وفى الليلة الرابعة والعشرين كان له اربع وعشرون دعوة مستجابة


Pada malam yang ke-24, orang yang tarawih akan memperoleh 24 doa yang mustajab/manjur.


25. Malam ke-25

وفى الليلة الخامسة والعشرين يرفع الله تعالى عنه عذاب القبر


Pada malam yang ke-25, Allah akan menghilangkan siksa kubur dari orang yang tarawih.


26. Malam ke-26.

وَفِى اللَّيْلَةِ السَّادِسَةِ وَاْلعِشْرِيْنَ يَرْفَعُ اللهُ لَهُ ثَوَابَهُ اَرْبَعِيْنَ عَامًا.


Pada malam yang ke 26, Allah meningkatkan baginya pahala selama empat puluh tahun.


27. Malam ke-27

وَفِى اللَّيْلَةِ السَّابِعَةِ وَاْلعِشْرِيْنَ جَازَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ عَلَى الصِّرَاطِ كَاْلبَرْقِ اْلخَاظِفِ.


Pada malam yang ke-27, di hari qiyamat dia melewati jembatan (syirathal mustaqiim) dengan mudah lagi cepat laksana halilintar menyambar.


28. Malam ke-28

. وَفِى اللَّيْلَةِ الثَّامِنَةِ وَاْلعِشْرِيْنَ يَرْفَعُ اللهُ لَهُ اَلْفَ دَرَجَةٍ فِى اْلجَنَّةِ.


Pada malam yang ke 28, Allah mengangkat seribu derajat baginya didalam surga.


29. Malam ke-29

. وَفِى اللَّيْلَةِ التَّاسِعَةِ وَاْلعِشْرِيْنَ أَعْطَاهُ اللهُ ثَوَابَ اَلْفِ حِجَّةٍ مَقْبُوْلَةٍ.


Pada malam yang ke 29, Allah memberikan kepadanya pahala seribu ibadah haji yang diterima.


30. Malam ke-30

  وَفِى اللَّيْلَةِ الثَّلاَثِيْنَ يَقُوْلُ اللهُ " يَاعَبْدِى كُلْ مِنْ ثِمَارِ اْلجَنَّةِ وَاغْتَسِلْ مِنْ مَاءِ السَّلْسَبِيْلِ وَاشْرَبْ مِنَ اْلكَوْثَرِ مِنَ اْلكَوْثَرِ اَنَارَبُّكَ وَاَنْتَ عَبْدِى.


 Pada malam yang ke-30, Allah berfirman : ” makanlah buah-buahan surga, mandilah dengan air salsabil dan minumlah dari telaga kautsar, aku adalah Tuhanmu dan Engkau adalah hambaku ”.


Wallahu a'lam. 

Berdasar Sumber yang ada di Kitab Durratun Nashihin

Minggu, 12 Desember 2021

Makanan Halal dan Haram Muslim wajib tau

Makanan Halal dan Haram Muslim wajib tau

Hukum Dasar Makanan dalam Islam



Makanan dalam bahasa arab yakni, at'imah. Kata At'imah merupakan jamak dari kata tha’am yang menurut etimologi berarti segala sesuatu atau apa-apa yang bisa dimakan.

Dalam Al-Qur’an Penyebutan kata makanan yang sering dipakai adalah “akala, Adapun kata-kata lain yang mengadopsi arti makanan dalam hadis sering di jumpai dengan kata”ghidza”. Adapun dalam pengaklasifikasian makanan, jika ditinjau dari segi hukumnya,yakni; pertama makanan yang di halalkan (diperbolehkan) dan kedua makanan yang diharamkan,serta makanan yang tidak disebutkan dalam syara'. Berikut ini akan di paparkan secara terperinci mengenai pengklasifikasian makanan:

Makanan Yang Diperbolehkan

Pada dasarnya segala sesuatu adalah diperbolekan (halal) kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Alqur’an menggunakan  istilah “Halal” untuk makanan yang disahkan menurut hukum (lawful) dengan dua makna (artian), pertama Makanan yang di peroleh harus halal, kedua makanan harus sesuai dengan hukum-hukum syari’at Islam.

Berikut ini akan dijelaskan dalil mengenai makanan yang diperbolehkan tersebut, antara lain :

Terdapat pada surat al-Baqarah ayat 168 yang berarti : 

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari papa yang terdapat dibumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.

Surat al-Maidah ayat 88 yang berarti:

”Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”.

Surat al-Maidah ayat 96 yang berarti:

”Dihalalkan bagimu binatang buruan lautdan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan”.

Berdasarkan Firman Allah dan Hadist Nabi SAW, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis makanan yang halal ialah :

Semua makanan yang baik, tidak kotor dan menjijikan

Semua makanan yang tidak diharamkan oleh Allah dan rosul-Nya

Semua makanan yang tidak mengandung mudharat, tidak membahayakan kesehatan jasmani, dan tidak merusak akal, moral, dan aqidah.

Binatang yang hidup di dalam air, baik air laut atau air tawar

Sedangkan menurut Syekh Yusuf Qardhawi ayat tersebut menyerukan secara khusus kepada manusia supaya makan dari makanan yang baik yang telah disediakan oleh Allah. Makanan hakekatnya beraneka  macam, ada yang berupa makanan padat dan ada juga yang berupa daging hewan.

Makanan yang dinyatakan syara’ sebagai makanan yang boleh sebagai berikut :

Binatang Laut

Binatang laut adalah semua binatang yang hidupnya di dalam air. Binatang laut semuanya halal (boleh dimakan),baik diperoleh dalam keadaan bagaimanapun, apakah waktu didapatnya dalam keadaan masih hidup atau menjadi bangkai. Selagi tidak mengandung dzat (racun) yang berbahaya.

Hewan darat yang halal (binatang ternak)

Binatang ternak sesuai dengan Surah An-Nahl ayat 5, meliputi Unta, Sapi, kerbau, kambing, domba dll.

Burung yang tidak berkuku tajam. 

Makanan Halal dan Haram selain Hewan 

Yang dimakan selain hewan adalah:

Makanan yang tidak membahayakan.

Tidak menjijikan dan tidak najis.

Diharamkan makanan yang membahayakan, menjijikkan, dan najis, seperti: kaca, debu, dahak, mani, darah yang bukan limpa atau hati.

Makanan yang diharamkan

Diketahui harammerupakan lawan dari halal, yakni sesuatu yang dilarang atau sesuatu yang jika dikerjakan mendapat dosa dan di tinggalkan mendapat pahala. Jadi makanan yang haram adalah makanan yang dilarang oleh syara’ untuk dimakan. Dalam Islam makanan yang haram berarti tidak sah dalam hukum (unlawful).

Berikut ini terdapat dalil-dalil mengenai makanan yang diharamkan:

Terdapat pada surat al-Baqarah ayat 173 yang berarti:

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu  bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Surat al-Maidah ayat  3 yang berarti:

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya,dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala”

Surat Al-An’am ayat 14 yang berarti:

"Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Dari dalil-dalil tersebut kita dapat menyimpulkan, bahwa semua hewan yang suci adalah halal, kecuali :

Manusia, himar (keledai), dan baghal.

Hewan yang dianggap menjijikkan, seperti belatung dan lalat.

Hewan yang bertaring, misalnya harimau.

Burung yang bercakar, misalnya elang.

Hewan yang tidak boleh dibunuh, misalnya burung layang-layang dan katak.

Hewan yang diperintahkan untuk dibunuh, misalnya ular dan tikus.

Belatung pada makanan yang tidak disingkirkan darinya boleh dimakan. Ikan dan belalang juga halal baik dalam keadaan hidup ataupun sudah mati. 

#MakananHalal

#HukumMakanandalamIslam


Rabu, 17 November 2021

Hukum Pajak pungutan

Hukum Memungut Pajak terhadap Ahli Dzimmah 


Berikut adalah macam macam pajak dalam Islam

JIZYAH

Secara bahasa, Jizyah berarti pajak yang ditetapkan untuk Ahli Dzimmah. Sedangkan menurut istilah, Jizyah adalah harta yang harus dibayarkan oleh orang kafir tertentu dengan akad tertentu.

Rukun rukun Jizyah

Rukun-rukun Jizyah ada lima : 

a. orang yang berakad

b. Pihak yang menerima akad

c. Tempat,

d. Harta,

e. Shighat.

Syarat orang berakad

la adalah seorang imam (pemimpin negara), baik dia melakukan akad sendiri atau diwakili oleh wakilnya.

Syarat Orang yang Menerima Akad Jizyah

Syarat orang yang menerima akad jizyah adalah baligh, berakal, merdeka, laki-laki, dan Ahli Kitab atau berpegang kepada semacam Kitab.


Syarat Tempat Akad Jizyah

Syarat tempat akad jizyah-yang menjadi tempat tinggal orang Kafir-adalah tempat yang boleh dihuni oleh orang-orang kafir yaitu kawasan di luar Hijaz (Mekah, Madinah, dan Yamamah).


Syarat Harta Jizyah

Syarat Harta Jizyah yang dibayarkan adalah 1 dinar atau lebih jika negara Islam dalam kondisi kuat.


Syarat Shighat Jizyah

Syarat shighat Jizyah ada empat:

a. Bersambunganya antara ijab dan kabul.

b. Tidak bersyarat.

c. Tidak bertempo.

d. Menyebutkan besarnya jizyah.


Contoh Akad Jizyah

Seorang imam atau yang mewakilinya berkata kepada orang kafir yang memenuhi seluruh syarat, "Aku izinkan Anda menetap di negeri kami dengan syarat Anda membayar 1 dinar setiap tahun sebagai jizyah dan Anda tunduk di bawah pemerintahan kami" Kemudian orang kafir itu berkata, "Saya terima dan setuju."


Hukum-hukum Terkait Jizyah 

Hukum-hukum terkait jizyah ada banyak, di antaranya:

a. Kaum muslimin tidak boleh mengganggu mereka, bahkan harus membela mereka selama mereka tidak berada di Darul Harb (negeri musuh) yang di dalamnya tak ada seorang muslim.

b. Memberikan ganti rugi terhadap harta maupun jiwa mereka yang kita rusak.

c. Mereka dilarang mendirikan gereja.

d. Memberlakukan hukum Islam yang mereka juga meyakininya.


Selasa, 16 November 2021

Hukum Barang Temuan / LUQATAH

Hukum Barang Temuan 



Tinjauan Bahasa

Luqathah secara bahasa bisa disebutkan dengan 4 sebutan menurut Ibnu Malik, seorang ahli ilmu nahwu (grammar bahasa arab).

Pertama : (لقاطة (Luqaathah, yaitu dengan memanjangkan huruf qaaf.

Kedua, (لقطة (Luqthah, yaitu dengan mendhammahkan huruf laam dan mensukunkan huruf qaf.

Ketiga, (لقطة (Luqathah, sebagaimana yang akan kita pakai dalam kuliah ini.

Keempat, [لقط [Laqath. Secara bahasa adalah sesuatu yang ditemukan.

Sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran : فالتقطه آل فرعون Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. (QS. Al-Qashash : 8)

2.      Istilah

Sedangkan secara syar'i di dalam kitab Mughni Al-Muhtaj disebutkan adalah : segala benda yang ditemukan di tempat yang tidak dikuasai seseorang, baik berbentuk harta maupun barang, yang hilang dari pemiliknya, karena lengah atau terjatuh, dimana barang itu bukan milik kafir harbi, sedangkan orang yang menemukannya tidak mengenal siapa pemiliknya".

Dengan definisi di atas, maka bila suatu benda ditemukan di dalam area dimiliki oleh seseorang, bukan termasuk luqathah. Bisa dikatakan bahwa Luqathah adalah harta yang hilang dari pemiliknya dan ditemukan oleh orang lain. Bila seseorang menemukan harta yang hilang dari pemiliknya, para ulama berbeda pendapat tentang tindakan / sikap yang harus dilakukan.

B.     Manakah Yang Lebih Utama

Bila Menemukan Barang Hilang. Apa Yang Harus Dilakukan?

a.       Al-Hanafiyah mengatakan disunnahkan untuk Menyimpannya barang itu bilang barang itu diyakini akan Aman bila ditangan anda untuk nantinya diserahkan kepada Pemiliknya. Tapi bila tidak akan aman, maka sebaiknya tidak Diambil. Sedangkan bila mengambilnya dengan niat untuk Dimiliki sendiri, maka hukumnya haram.

b.      Al-Malikiyah mengatakan bila seseorang tahu bahwa Dirinya suka berkhianat atas hata oang yang ada padanya, Maka haram baginya untuk menyimpannya.

c.       Asy-Syafi`iyyah berkata bahwa bila dirinya adalah Orang yang amanah, maka disunnahkan untuk Menyimpannya untuk dikembalikan kepada pemiliknya. Karena dengan menyimpannya berarti ikut menjaganya dari Kehilangan.

d.      Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal ra. Mengatakan Bahwa yang utama adalah meninggalkan harta itu dan tidak Menyimpannya.

 

C.     Kewajiban Penemu Barang Hilang

Islam mewajibkan bagi orang yang menemukan barang Hilang untuk mengumumkannya kepada khalayak ramai. Dan masa penngumuman itu berlaku selama satu tahun. Hal Itu berdasarkan perintah Rasulullah SAW ,”Umumkanlah Selama masa waktu setahun”. Pengumuman itu di masa Rasulullah SAW dilakukan di Pintu-pintu masjid dan tempat-tempat berkumpulnya orang-orang seperti pasar, tempat resepsi dan sebagainya.

D.    Bila Tidak Ada Yang Mengakui

Bila telah lewat masa waktu setahun tapi tidak ada yang Datang mengakuinya, maka para ulama berbeda pendapat. Sebagian mengatakan bolehlah bagi penemu untuk memiliki Harta itu bila memang telah berusaha mengumumkan barang N itu selama setahun lamanya dan tidak ada seorangpun Yang mengakuinya. Hal ini berlaku umum, baik penemu itu Miskin ataupun kaya.

Pendapat ini didukung oleh Imam Malik ra., Imam Asy-Syafi`i ra. Dan Imam Ahmad bin Hanbal ra. Sedangkan Imam Abu Hanifah ra. Mengatakan hanya boleh dilakukan bila Penemunya orang miskin dan sangat membutuhkan saja. Tapi bila suatu saat pemiliknya datang dan telah cocok Bukti-bukti kepemilikannya, maka barang itu harus Dikembalikan kepada pemilik aslinya. Bila harta temuan itu Telah habis, maka dia wajib menggantinya.

Namun para ulama juga mengatakan bila barang Tersebut adala barang yang tidak bernilai, maka tidak ada Kewajiban untuk mengembalikannya, apalagi bila untuk Mengembalikan atau mengumumkannya membutuhkan Biaya yang jauh lebih mahal. Misalnya yang hilang adalah peniti, jarum atau sikat gigi. Barang-barang itu secara umum termasuk kategori haqir, Yaitu sesuatu yang tidak ada nilainya, asal tidak terbuat dari Emas murni 24 karat dan beratnya mencapai ½ Kg

3. Rukun luqathah

1. Orang yang mengambil

Jika yang mengambil barang tersebut adalah orang yang tidak adil, hakim berhak menyerahkan barang temuan tersebut kepada orang yang adil dan ahli.  Jika yangmengambil anak kecil, maka hendaknya diurus oleh walinya.

2. Bukti barang temuan

Ada empat kategori barang temuan

a. Barang yang dapat disimpan lama seperti emas dan perak, hendaknya disimpan ditempat yang sesuai dengan barang itu, kemudian diberitahukan kepada di tempat-tempat yang ramai dalam satu tahun. Hendaklah pula dikenal beberapa sifat barang yang ditemukannya itu, umpamanya tempat, tutup, ikat, timbangan, atau bilangannya. Sewaktu diterangkan jangan semuanya, agar jangan terambil oleh orang-orang yang tidak berhak.

b. Barang yang tidak tahan disimpan lama seperti makanan. Orang yang mengambil barang seperti itu boleh memilih antara mempergunakan barang itu, asal dia sanggup menggantinya apabila bertemu dengan pemilik barang, atau uangnya disimpan jika kelak bertemu dengan pemiliknya.

c. Barang yang dapat tahan lama dengan usaha seperti susu dapat disimpan lama apabila dibuat keji. Yang mengambil hendaklah memperhatikan yang lebih berfaedah bagi pemiliknya.

d. Suatu yang membutuhkan nafkah, yaitu binatang atau manusia umpamanya anak kecil. Sedangkan binatang ada dua macam: pertama, binatang yang kuat; berarti dapat menjaga dirinya sendiri terhadap binatang yang buas, misalnya unta, kerbau, atau kuda. Kedua, binatang yang lemah, tidak kuat menjaga dirinya terhadap bahaya binatang yang buas. Binatang seperti ini hendaklah diambil. Sesudah diambil diharuskan melakukan salah satu dari tiga cara:

 1) disembelih, lalu dimakan, dengan syarat “sanggup membayar harganya apabila bertemu dengan pemiliknya”.

 2) dijual, dan uangnya disimpan agar dapat diberikannya kepada pemiliknya.

 3) Dipelihara dan diberi makan dengan maksud menolong semata-mata. Kalau barang yang didapat itu barang yang besar atau berharga, hendaklah diberitahukan dalam masa satu tahun. Tetapi kalau barang yang kecil-kecil (tidak begitu berharga), cukup diberitahukan dalam masa kira-kira yang kehilangan sudah tidak mengharapkannya lagi.26

Rukun Luqathah ada tiga macam seperti pertanyaan berikut ini

.......

Artinya: rukun-rukun luqathah itu orang yang menemukan (latif) dan benda yang ditemukan (malqut) dan penemuannya (Luqat).

 4. Hukum pengembalian barang temuan

Hukum pengambilan barang temuan dapat berubah-ubah tergantung Pada kondisi tempat dan kemampuan penemunya. Hukum pengambilan barang (luqathah) antara lain sebagai berikut:

A) Wajib, apabila orang tersebut percaya kepada dirinya bahwa ia mampu Mengurus benda-benda temuan itu sebagaimana mestinya dan terdapat Sangkaan berat bila benda-benda itu tidak diambil akan hilang sia-sia atau Diambil oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

B) Sunnat, apabila penemu percaya pada dirinya bahwa ia akan mampu Memelihara benda-benda temuan itu dengan sebagaimana mestinya, tetapi bila tidak diambil pun barang-barang tersebut tidak dikhawatirkan akan hilang sia-sia atau tidak akan di ambil oleh orang-orang yang tidak dapat di percaya.

C) Makruh, bagi seseorang yang menemukan harta, kemudian masih ragu-ragu apakah dia akan mampu memelihara benda-benda tersebut atau tidak dan bila tidak diambil benda tersebut tidak dikhawatirkan akan terbengkalai, maka bagi orang tersebut makruh untuk mengambil benda-benda tersebut.

D) Haram, bagi yang menemukan suatu benda, kemudian dia mengetahui bahwa dirinya sering terkena penyakit tamak dan yakin betul bahwa dirinya tidak akan mampu memelihara harta tersebut sebagaimana mestinya, maka dia haram untuk mengambil barang-barang tersebut. Di kisahkan bahwa seorang laki-laki pernah datang dan bertanya kepada Rasulullah SAW., mengenai Luqhatah. Beliau menjawab : “perhatikanlah bejana tempatnya dan tali pengikatnya, lalu umumkanlah (barang Itu) selama setahun. Jika pemiliknya datang maka serahkanlah kepada mereka dan jika tidak maka manfaatkanlah.

Lelaki itu bertanya lagi, “ bagaimana barang temuan tersebut berupa Kambing yang tersesat? Beliau menjawab: “ Ambillah, itu milikmu, atau milik Saudaramu, atau akan di makan serigala. Lelaki itu masih bertanya “bagaimana Bila itu berupa unta yang tersesat?” Beliau menjawab “ Apa urusannya Denganmu?! Ia masih memakai terompah dan memiliki cadangan airnya sendiri Sampai nanti pemiliknya datang menemukannya.”(H.R Al-Bukhari dan selainnya Dengan sedikit perbedaan redaksi).

Barang temuan (Luqathah) akan berada di tangan penemunya, dan si Penemu tidak berkewajiban menjaminnya jika rusak, kecuali bila kerusakkan Tersebut disebabkan oleh kecerobohan atau tindakan yang berlebihan. Ia wajib Mengumumkan barang itu di tengah-tengah masyarakat, dengan segala cara dan Di semua tempat yang kemungkinan pemiliknya berada. Jika pemiliknya datang Dan menyebutkan tanda-tanda khusus yang menjadi ciri utama barangnya,si Penemu wajib menyerahkan barang temuan itu kepadanya.

Jika pemiliknya tidak muncul penemu harus mengumumkannya selama Satu tahun. Jika setelah lewat setahun pemiliknya tidak juga muncul dan datang, si penemu boleh menggunakannya, baik dengan dipindah tangankan maupun dimanfaatkan kegunaannya.

Wajib hukumnya bagi orang yang menemukan barang temuan untuk mengamati tanda-tanda yang membedakannya dengan barang lainnya, baik itu yang berbentuk tempatnya atau ikatannya, demikian pada yang berhubungan dengan jenis dan ukurannya. Dan ia pun berkewajiban memeliharanya seperti memelihara barangnya sendiri. Dalam hal ini tidak ada bedanya, untuk barang yang remeh dan penting.

Diriwayatkan dari Suwaid bin Ghaflah, ia berkata, “Aku bertemu dengan Ubaiy bin Ka’ab, ia berkata, ‘Aku menemukan sebuah kantung yang berisi seratus dinar, lalu aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau bersabda, ‘Umumkan dalam setahun.’ Aku pun mengumumkannya selama satu tahun, dan aku tidak menemukan orang yang mengenalinya. Kemudian aku mendatangi beliau lagi, dan bersabda, ‘Umumkan selama satu tahun.’ Lalu aku mengumumkannya dan tidak menemukan (orang yang mengenalnya). Aku mendatangi beliau untuk yang ketiga kali, dan beliau bersabda:

Artinya: “Jagalah tempatnya, jumlahnya dan tali pengikatnya, kalau pemiliknya datang (maka berikanlah) kalau tidak, maka manfaatkanlah.”

Maka aku pun memanfaatkannya. Setelah itu aku (Suwaid) bertemu dengannya (Ubay) di Makkah, ia berkata, ‘Aku tidak tahu apakah tiga tahun atau satu tahun. Dari ‘Iyadh bin Himar Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Artinya: “Barangsiapa yang mendapatkan barang temuan, maka hendaklah ia minta persaksian seorang yang adil atau orang-orang yang adil, kemudian ia tidak menggantinya dan tidak menyembunyikannya. Jika pemiliknya datang, maka ia (pemilik) lebih berhak atasnya. Kalau tidak, maka ia adalah harta Allah yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki.”

Imam Syafi’i berkata: Malik bin Anas telah mengabarkan kepada kami kepada Rabi’ah bin Abu Abdurrahman, dari Yazid (mantan budak Al Munba’its), dari zaid bin Khalid Al-zuhani bahwasanya ia berkata, “seseorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya tentang barang yang ditemukan”. Beliau SAW bersabda :

Artinya: Kenalilah pengikatnya dan wadahnya, kemudian umumkan selama satu tahun. Apabila pemiliknya datang, (maka serahkan kepadanya), dan jika tidak maka itu menjadi urusanmu dengannya.

Waktu-waktu untuk mengumumkan berbeda-beda karena berbeda-beda pula benda yang ditemukan. Jika benda yang ditemukan harganya 10 (sepuluh) Dirham keatas, hendaklah masa pemberitahuannya selama satu tahun, bila Harga benda yang di temukan kurang dari harga yang tersebut, boleh Diberitahukan selama tiga atau enam hari.

Sebagaimana pendapat Imam Syafi’i di Kitab al-Umm jika seseorang Menemukan barang temuan dan telah habis masa temuannya atau Pengumuman selama 1 (satu ) tahun dan ketika pemiliknya meminta barang Tersebut kepada mulltaqih.

Artinya: Ar-Rabi’: Aku bertanya kepada Imam Syafi’i tentang orang yang Mendapati barang tercecer. Imam Syafi’i berkata: “hendaknya ia Mengumumkannya selama satu tahun, kemudian bila mau ia dapat Memakannya, baik kondisinya lapang maupun sulit. Apabila si pemilik barang Itu datang, maka hendaklah ia mengganti rugi kepada si pemilik.”

  

Pengertian dan Hukum Mukhabarah

 Pengertian dan Hukum Mukhabarah



            Mukhabarah adalah bentuk kerja sama antara pemilik sawah /tanah dan penggarap dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara pemilik tanah dan penggarap menurut kesepakatan bersama, sedangkan biaya dan benihnya dari penggarap tanah.

            Perbedaan antara muzara’ah dan mukhabarah hanya terletak pada benih tanaman. Dalam muzara’ah benih tanaman berasal dari pemilik tanah, sedangkan dalam mukhabarah, benih tanaman berasal dari pihak penggarap

            Pada umumnya kerja sama mukhabarah ini dilakukan pada perkebunan yang benihnya relatif murah, seperti padi, jangung dan kacang. Namun, tidak menutup kemungkinan pada tanaman yang benihnya relatif murah pun dilakukan kerja sama muzara’ah.

            Hukum mukhabarah sama dengan muzara’ah, yaitu mubah (boleh). Landasan hukum mukhabarah adalah sabda Nabi SAW yang sekira kira artinya:

“Dari Thawus r.a bahwa ia suka bermukhabarah. Amru berkata: Lalu aku katakana kepadanya: Ya Abu Abdurrahman, kalau engkau tinggalkan mukhabarah ini, nanti mereka mengatakan bahwa Nabi SAW telah melarang mukhabarah. Lantas Thawus berkata: Hai Amr, telah menceritakan kepadaku orang yang sungguh-sungguhmengetahui akan hal itu, yaitu Ibn Abbas bahwa Nabi SAW tidak melarang mukhabarah itu, hanya beliau berkata: seseorang memberi manfaat kepada saudaranya lebih baik dari pada ia mengambil manfaat itu dengan upah tertentu”. (Hr. Muslim) .

G.    Zakat Muzara’ah dan Mukhabarah

            Pada prinsipnya ketentuan wajib zakat itu dibebankan kepada orang mampu. Dalam arti telah mempunyai harta hasil pertanian yang wajib dizakati( jika telah sampai batas nisab). Maka dalam kerja sama seperti ini salah satu atau keduanya (pemilik sawah/lading dan penggarap) membayar zakat bila telah nisab.

            Jika dipandang dari siapa asal benih tanaman, maka dalam muzara’ah yang wajib zakat adalah pemilik tanah, karena dialah yang menanam. Sedangkan penggarap hanya mengambil upah kerja. Dalam mukhabarah, yang wajib zakat adalah penggarap (petani), karena dialah hakikatnya yang menanam. Sedangkan pemilik tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya. Jika benih berasal dari keduanya, maka zakat diwajibkan kepada keduanya jika sudah senisab sebelum pendapatan dibagi dua.

            Menurut Yusuf Qardawi, jika pemilik itu menyerahkan penggarapan tanahnya kepada orang lain dengan imbalan seperempat, sepertiga atau setengah hasil sesuai dengan perjanjian, maka zakat dikenakan atas kedua bagian masing-masing bila cukup senisab. Bila bagian salah seorang cukup senisab, sedangkan yang seorang lagi tidak, maka zakat wajib bagi atas yang memiliki bagian yang cukukp senisab, sedangkan yang tidak cukup senisab tidak wajib zakat. Tetapi Imam Syafi’i, berpendapat bahwa keduanya dipandang satu orang, yang oleh karena itu wajib secara bersama-sama menanggung zakatnya bila jumlah hasil sampai lima wasaq: masing-masing mengeluarkan 10% dari bagiannya.

H.    Hikmah Muzara’ah dan Mukharabah[18]

            Sebagian orang ada yang mempunyai binatang ternak. Dia mampu untuk menggarap sawah dan dapat mengembangkannya, tetapi tidak memiliki tanah. Adapula orang yang memiliki tanah yang subur untuk ditanami tetapi tidak punya binatang ternak dan tidak mampu untuk menggarapnya. Kalau dijalin kerja sama antara mereka, dimana yang satu menyerahkan tanah dan bibit, sedangkan yang lain menggarap dan bekerja menggunakan binantangnya dengan tetap mendapatkan bagian masing-masing, maka yang terjadi adalah kemakmuran bumi, dan semakin luasnya daerah pertanian yang merupakan sumber kekayaan terbesar.

I.       Ringkasan Bab 6

1.      Secara etimologi, Musaqah berarti transaksi dalam pengairan. Secara terminologi fiqh, musaqqah yaitu akad untuk pemeliharaan pohom kurma, tanaman (pertanian) , dan lainnya dengan syarat-syarat tertentu. Atau penyerahan sebidang kebun pada petani untuk digarap dan dirawat dengan ketentuan bahwa petani mendapatkan bagian dari hasil kebun itu. Menurut kebanyakan ulama, hukum musaqqah yaitu boleh atau mubah.

2.      Jumhur ulama fiqh berpendirian bahwa rukun musaqqah ada lima, yaitu:

a.       Dua orang/ pihak yang melakukan transaksi.

b.      Tanah yang dijadikan objek musaqqah.

c.       Jenis usaha yang akan dilakukan petani penggarap.

d.      Ketentuan mengenai pembagian hasil musaqqah.

e.       Sighat (ungkapan) ijab dan Kabul.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh masing-masing rukun sebagai berikut:

a.       Kedua belah pihak yang melakukan transaksi musaqqah harus orang yang cakap nbertindak hukum, yakni dewasa (akil balig) dan berakal.

b.      Objek musaqqah itu harus terdiri atas pepohonan yang mempunyai buah.

c.       Lamanya perjanjian harus jelas.

Akad musaqqah berakhir apabila:

a.       Tenggang waktu yang disepakati dalam akad telah habis.

b.      Salah satu pihak meninggal dunia.

c.       Ada uzur yang membuat salah satu pihak tidak boleh melanjudkan akad.

3.      Hikmah Musaqqah, antara lain:

a.       Menghilangkan kemiskinan dari pundak orang-orang miskin sehingga dapat mencukupi kebutuhannya.

b.      Saling tukar manfaat diantara manusia.

4.      Secara etimologi, muzara’ah berarti kerja sama dibidang pertanian antara pihak pemilik tanah dan petani penggarap. Secara terminologi, muzara’ah ialah pengolahan tanah oleh petani dengan imbalan hasil pertanian, sedangkan bibit pertanian disediakan penggarap tanah. Dalam mukharabah, bibit yang akan ditanam disediakan oleh penggarap tanah, sedangkan dalam al-muza’raah, bibit yang akan ditanam boleh dari pemilik.

Antara muzara’ah dan musaqqah terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya ialah kedua-duanya merupakan akad (perjanjian) bagi hasil. Adapun perbedaannya ialah: didalam musaqqah tanaman telah ada tetapi memerlukan tenaga kerja untuk memeliharanya. Didalam muzara’ah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh penggarapnya. Kerja sama dalam bentuk muzaraah menurut kebanyakan ulama fiqh hukumnya mubah (boleh) .

Rukun muzara’ah sebagai berikut:

a.       Pemilik tanah.

b.      Petani penggarap.

c.       Objek al-muza’raah, yaitu anytara manfaat tanah dan hasil kerja petani.

d.      Ijab dan Kabul.

Adapun syarat-syarat muzaraah sebagai berikut:

a.       Syarat yang menyangkut orang yang berakad: keduanya harus telah balig dan berakal.

b.      Syarat yang menyangkut benih yang harus ditanam harus jelas, sehingga benih yang akan ditanam itu jelas dan akan menghasilkan.

c.       Syarat yang menyangkut tanah pertanian sebagai berikut:

1)      Menurut adat dikalangan para petani, tanah itu boleh digarap dan menghasilkan.

2)      Batas-batas tanah itu jelas.

3)      Tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada petani untuk digarap.

d.      Syarat-syarat yang menyangkut dengan hasil panen sebagai berikut:

1)      Pembagian hasil panen bagi masing-masing pihak harus jelas.

2)      Hasil itu benar-benar milik bersama orang yang berakad. Tanpa boleh ada pengkhususan.

5.      Mukhabarah adalah bentuk kerja sama antara pemilik sawah /tanah dan penggarap dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara pemilik tanah dan penggarap menurut kesepakatan bersama, sedangkan biaya dan benihnya dari penggarap tanah. Perbedaan antara muzara’ah dan mukhabarah hanya terletak pada benih tanaman. Dalam muzara’ah benih tanaman berasal dari pemilik tanah, sedangkan dalam mukhabarah, benih tanaman berasal dari pihak penggarap.

Hukum mukharabah sama dengan muzara’ah. Yaitu mubah (boleh) .

6.      Pada prinsipnya ketentuan wajib zakat itu dibebankan kepada orang mampu. Dalam arti telah mempunyai harta hasil pertanian yang wajib dizakati( jika telah sampai batas nisab). Maka dalam kerja sama seperti ini salah satu atau keduanya (pemilik sawah/lading dan penggarap) membayar zakat bila telah nisab.

Jika dipandang dari siapa asal benih tanaman, maka dalam muzara’ah yang wajib zakat adalah pemilik tanah, karena dialah yang menanam. Sedangkan penggarap hanya mengambil upah kerja. Dalam mukhabarah, yang wajib zakat adalah penggarap (petani), karena dialah hakikatnya yang menanam. Sedangkan pemilik tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya. Jika benih berasal dari keduanya, maka zakat diwajibkan kepada keduanya jika sudah senisab sebelum pendapatan dibagi dua.

7.      Sebagian orang ada yang mempunyai binatang ternak. Dia mampu untuk menggarap sawah dan dapat mengembangkannya, tetapi tidak memiliki tanah. Adapula orang yang memiliki tanah yang subur untuk ditanami tetapi tidak punya binatang ternak dan tidak mampu untuk menggarapnya. Kalau dijalin kerja sama antara mereka, dimana yang satu menyerahkan tanah dan bibit, sedangkan yang lain menggarap dan bekerja menggunakan binantangnya dengan tetap mendapatkan bagian masing-masing, maka yang terjadi adalah kemakmuran bumi, dan semakin luasnya daerah pertanian yang merupakan sumber kekayaan terbesar.