Rabu, 06 Oktober 2021

Kapan seseorang dikatakan Penyamun - Hirobah - Qothi' At Thoriq

Kapan seseorang dikatakan Penyamun - Hirobah - Qothi' At Thoriq



PENYAMUN


Menyamun, merampok dan merompak sering dinamakan Hirabah dari segi bahasa diambil dari kata  حَرْبٌ yang artinya adalah perang.Menurut istilah hirabah berarti mengambil harta orang lain dengan kekerasan/ancaman senjata dan kadang-kadang disertai dengan pembunuhan. Dalam bahasa Arab kata hirabah sama artinya dengan قَطْعُ الطَّرِيْقِ (penghadangan di jalan). Istilah pengadangan di jalan tidak hanya berarti menyamun tetapi merampok dan merompak, hanya perbedaannya terletak pada tempat kejadian. Menurut Imam Malik penyamun adalah penghambat jalan. Sedangkan menurut Imam Syafi’i, penyamun ialah menyatakan diri untuk mengambil barang orang atau untuk membunuh. Adapun menurut Ulama Dzahiriyah, penyamun berarti menakut-nakuti orang di jalan. Akan tetapi mereka sepakat bahwa penyamun adalah orang yang mengangkat senjata dan menghambat di jalanan dengan niat untuk mengambil harta orang lain.

Menyamun/merampok/merompak disamping mendapatkan hukuman dunia, perbuatan tersebut juga mendapat hukuman di akhirat yaitu berupa adzab yang pedih. Firman Allah SWT : “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar .” (Q.S. al-Maidah: 33)

B.     Unsur-unsur Menyamun

1.      Unsur umum

al-Rukn al-Syar’i (Unsur Formil), yaitu adanya nash yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu yang disertai ancaman hukuman atas perbuatan jarimah. Al-Rukn al-Madi (Unsur Material), yaitu adanya unsur perbuatan yang berbentuk jarimah, baik berupa melakukan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang diharuskan. Al-Rukn al-Adabi (Unsur MoriL), yaitu pelaku kejahatan adalah orang yang dapat memahami taklif, dalam artian pelaku kejahatan adalah mukallaf. Sehingga pelaku kejahatan dapat dituntut atas kejahatan yang mereka lakukan.

2.      Unsur Khusus

Yaitu, Unsur yang hanya berlaku didalam satu jarimah dan tidak sama dengan unsur khusus jarimah lainnya, adapun di dalam tindak pidana hirabah unsur khususnya adalah: Lokasi hirabah yang dilakukan oleh pelakunya harus di tempat yang jauh dari tempat keramaian. Semisal di padang rumput yang jauh, di gunung, atau tempat yang sangat jauh dari lokasi penduduk. Jika tindakan itu dilakukan di tempat keramaian, maka namanya bukan tindak pidana hirabah, akan tetapi perampasan biasa. Sebab yang disebut dengan hirabah adalah penyamunan, atau perampokan yang dilakukan di jalan-jalan. Akan tetapi, bila mereka melakukan tindakan pembunuhan, perampasan harta, dan teror di tempat-tempat keramaian, maka tindakan mereka dianggap sebagai hirabah dan berhak dijatuhi sanksi had. Ini adalah pendapat mayoritas ‘ulama Fiqh, Abu Hanifah, Abu Tsaur,

 

C.    Pelaku Tindak Pidana Penyamun (Hirabah)

Hirabah bisa dilakukan oleh sekelompok orang atau perorangan yang mampu melakukannya.  Imam Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal mensyaratkan pelaku membawa senjata atau barang yang sejenis dengannya, seperti tongkat, batu, balok kayu. Imam Malik, Imam Syafi’I, Ulama Dzahiriyah, dan Ulama Syi’ah Zaidiyah tidak mensyaratkan pelaku membawa senjata. Menurut mereka, muharib cukup menghandalkan kekuatannya. Imam Malik bahkan menganggap muharib cukup dilakukan dengan tipu daya tanpa menggunakan kekuatan dan dalam keadaan tertentu menggunakan anggota tubuh, seperti meninju dan memukul dengan kepalan tangan. Bisa dicontohkan muharib yang melakukan dengan tipu daya, yaitu seperti kejadian perampokan sang pelaku mengaku sebagai polisi.

Muharib adalah setiap pelaku langsung atau pelaku tidak langsung tindak pidana hirabah. Barang siapa mengambil harta, membunuh atau menakut-nakuti orang, ia adalah muharib (perampok/pelaku gangguan keamanan). Barang siapa membantu tindak pidana hirabah, baik dengan memberi dorongan, membuat kesepakatan, atau membantu, ia adalah muharib. Muharib (perampok/pengganggu keamanan) disyaratkan mukallaf dan terikat dengan hukum islam. Syarat ini disepakati oleh para ulama kecuali ulama Dzahiriyah.

D.      Pandangan Ulama’ Terhadap Tempat Berlakunya Hukuman Hirabah

Agar pelaku penyamun (hirabah) dijatuhi hukuman hudud, Imam Abu Hanifah mensyaratkan hirabah terjadi di Negara Islam. Jika hirabah terjadi di Negara non-Islam, hukuman hudud tidak diwajibkan karena orang yang melaksanakan hukuman hudud yaitu penguasa, tidak memiliki kekuasaan di Negara tersebut, padahal di Negara itulah tindak pidana terjadi. Pendapat ini juga dianut oleh ulama Imam Syi’ah Zaidiyah. Sedangkan Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, dan ulama Dzahiriyah mewajibkan hukuman hudud, baik atas hirabah yang terjadi di Negara Islam maupun di Negara non-Islam, selama perbuatan tersebut dianggap terjadi (berstatus) tindak pidana. Artinya, perbuatan tersebut menimpa orang muslim atau orang kafir dzimmi yang mendapat jaminan keamanan dari beberapa muslim (dzimmi musta’man) atau kafir dzimmi secara umum  mendapat jaminan keamanan dari Negara).

Imam Abu Hanifah mensyaratkan hirabah tidak terjadi di dalam kota atau jauh dari pemukiman. Jika terjadi dikota, tidak ada hukuman hudud atas pelaku, baik hirabah terjadi di siang hari maupun malam hari, baik bersenjata maupun tidak. Pendapat ini di dasarkan pada istihsan. Imam Abu Hanifah beralasan bahwa hirabah biasanya tidak terjadi di kota, tetapi dijalan penghubung antara desa atau kota. Abu Yusuf berpendapat bahwa hirabah yang terjadi baik di kota maupun di luar kota tetap akan di kenakan hukuman hudud, Abu Yusuf beralasan demikian karena memegang atas hukum yang aslinya. pasir dan kota.

Untuk dapat dikatagorikan sebagai hirabah, Imam Syafi’i mensyaratkan agar perbuatan tersebut, korban tidak mungkin meminta pertolongan. Menurut kami, hirabah itu juga bisa dikatagorikan jikalau jauhnya tempat kejadian dari kota dan pemerintah, lemahnya orang yang ada di tempat kejadian, baik itu kerabat, pemerintah, maupun korban sendiri karena dihalangi untuk meminta pertolongan.

 

 

Hukuman Terhadap Tindak Pidana penyamun (Hirabah)

Mengenai hukuman tindak pidana hirabah sudah dijelaskan oleh syara’ dan terdapat dalam surat al-Maidah ayat 33. Didalam ayat ini menerangkan bahwa:

1.      Jika mereka membunuh orang yang setingkat dengan mereka dengan sengaja dan tanpa hak serta tidak mengambil harta benda, maka mereka harus di hukum bunuh. Jika mereka membunuh tanpa sengaja atau mirip sengaja atau membunuh sengaja orang yang tidak sederajat dengan mereka, maka mereka tidak di bunuh.

2.      Jika mereka membunuh dan mengambil harta bena nisab pencurian atau lebih banyak, maka mereka dibunuh dan digantung/disalib dengan kayu atau sejenisnya. Namun setelah mereka di mandikan, dikafani dan disalati.

3.      Jika mereka mengambil harta benda nisab pencurian atau lebih banyak dari tempat penyimpanannya dan tidak ada syubhat bagi mereka, namun tidak membunuh, maka tangan dan kaki mereka di potong berlainan.

4.      Jika mereka menakut-nakuti orang yang melewati jalan dan tidak merampas harta benda serta tidak membunuh orang, maka mereka dipenjara di selain tempat mereka atau dibuang dan dita’zir. Yang memenjara dan mena’zir mereka adalah pemerintah

5.      Ta'zir : jika ia tidak membunuh dan tidak mengambil harta

6.      Hukuman mati : jika ia membnuh dan meskipun tak mengambil harta

7.      Dipotong tangan kanan dan tangan kiri. Jika mengambil harta meskipun tidak membunuh. Kemudian jika mengulangi lagi perbuatannya, maka dipotong kaki kanan dan tangan kirinya.

8.      Hukuman mati lalu disalip selama 3 hari. Jika mengambil harta dan membunuh.

Taubatnya penyamun menggugurkan hukuman

Jika penyamun bertaubat sebelum ditangkap maka gugurlah hukuman-hukuman yang khusus mengenai dirinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar