Mudharabah
berasal dari kata al-darb, berarti memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang menggerakan kakinya dalam menjalankan usaha. Mudharabah merupakan bahasa irak,sedangkan Qirad bahasa orang hijaj. Dengan demikian keduanya memliki arti sama.
mudharabah adalah
akad
kerja sama usaha antara dua
pihak.
Pihak pertama bertindak
sebagai pemilik dana
(shibul mal) yang
menyediakan seluruh modal, dan pihak kedua
sebagai
pengelola
usaha
(mudharib), keuntungan yang didapatkan dari
akad mudharabah dibagi
menurut kesepakatan yang diluangkan dalam kontrak dan biasanya
dalam bentuk presentase nisbah.
Untuk memahami pengertian istilah mudharabah akan disampaikan beberapa pengertian menurut fuqaha, yaitu: pemilik saham menyerahkan sahamnya kepada pekerja
(pengusaha) untuk
mengembangkan
(memperdagangkan),
sedangkan hasil dari keduanya dengan kesepakatan bersama.
Mudharabah
adalah
akad kerja sama antara kedua belah pihak,
pihak pertama sebagai pemilik
saham menyediakan
seluruh
sahamnya,
sedangkan
pihak kedua sebagai
pengelola. Keuntungan usaha bersama
dibagi sesuai dengan
kesepakatan yang
dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik saham selama kerugian tersebut bukan
sebagai akibat
kelalaian
pihak pengelola saham. Apabila kerugian tersebut diakibatkan
karena kelalaian
dan kecurangan pengelola
saham, maka
pengelola
saham harus
bertanggungjawab
atas
kerugiannya.
Adapun menurut para ulama,
syarikat mudharabah memiliki pengertian, pemilik modal
(investor) menyerahkan
sejumlah modal kepada pihak pengelola
untuk diperdagangankan dan berhak mendapat
bagiann tertentu dari keuntungan. Dengan kata lain
al-mudharabah adalah akad
transaksi antara dua pihak,
yaitu
salah
satu
pihak menyerahkan harta kepada yang
lain
agar diperdagangkan dengan pembagian keuntungan di antara keduanya sesuai dengan kesepakatan.
Akad mudharabah merupakan
suatu transaski
pendanaan atau
investasi yang berdasarkan kepercayaan
merupakan unsur
terpenting dalam akad
mudharabah, yaitu kepercayaan dari
pemilik
dana kepada pengelola dana. Kepercayaan itu penting dalam akad
mudharabah karena pemilik dana tidak
boleh ikut campur di dalam
manajemen perusahaan atau proyek yang
dibiyai dengan
dana
pemilik dana tersebut, kecuali sebatas
memberikan saran-saran
dan melakukan pengawasan dan
pengelola dana. Apabila usaha tersebut mengalami kegagalan
dan terjadi kerugian yang mengakibatkan sebagian atau bahkan seluruh modal yang yang
ditanamkan oleh pemilk dana
habis, maka yang akan menanggung kerugian
keuangan hanya pemilik dana. Pengelola dana hanya menganggung kehilangan
atau resiko
berupa waktu.
Kerjasama mudharabah dapat juga tidak
terbatas atau
terbatas. Dalam kasus tidak
terbatas, perjanjian
mudharabah tidak menjelaskan waktu,
tempat bisnis, garis
perdagangan yang
jelas, industri atau
jasa, dan para
pemasok atau pelanggan yang
akan terlibat. Suatu
pembatasan dalam satu bagian apapun dari penyebab-
penyebab mudharabah menjadi satu yang
dibatasi.
Dalam kasus mudharabah terbatas, mudarib harus menghormati pembatas yang didorong oleh sahib al-mal. Jika tindakan- tindakan
mudarib bertentangan pada pembatasan
ini,
seseorang tersebut bertanggung jawab untuk konsekuensinya. Dalam kasus mudharabah dibatasi oleh
waktu, mudharabah diakhiri dengan jangka waktu
priode
tertentu. Dalam kasusu mudharabah tidak dibatasi,
mudarib memiliki wewenang
terbuka dan berkuasa melakukan segala sesuatu
yang diperlukan
oleh
mudharabah dalam cara bisnis biasanya. Jika dia bersalah atas
kelalaian, penipuan atau salah penyajian, dia sendiri yang bertanggung jawab atas konsekuensinya, dan hasil dari kerugian.
Mudharabah dalam buku
Islamic
financial
management dijeslaskan
secara rinci sebagai berikut:
a. Mudharabah
adalah akad kerja sama antara pemilik dana (shahibul maal), yang menyediakan seluruh kebutuhan modal,
dan pihak pengelola usaha bersama. Keuntungan yang diperoleh dibagi menurut
perbandingan (nisbah
) yang disepakati.
b. Dalam hal terjadi kerugian,
maka
ditanggung oleh
pemilik modal selama bukan diakibatkan kelalaian pengelola usaha. Sedangkan, kerugian yang
timbul karena kelalaian pengelola akan menjadi tanggung jawab
pengelola usaha itu
sendiri.
c. Pemilik
modal tidak turut
campur
dalam pengelola usaha, tetapi mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
2. Dasar Hukum Mudharabah
Menurut ijma ulama, mudharabah
hukumnya jaiz
(boleh). Hal ini dapat diambil dari kisah
Rasulullah yang
pernah melakukan mudharabah Siti Khadijah. Siti Khadijah
bertindak sebagai pemilik dana dan Rasulullah sebagai pengelola dana. Lalu Rasulullah membawa barang dagangannya ke negeri Syam. Dari kisah ini terlihat akad mudharabah telah terjadi pada masa Rasulullah sebelum diangkat menjadi Rasul.
Hadist tentang mudharabah
Dalam riwayat lain Rasulullah
SAW
bersada:
ثَلاَثُ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ
: الْبَيْعُ إِلى أَجَلٍ وَ الْمُفَاوَضَةِ و خلط البُرَّ بِالشَّعيرِ لِلْبَيْتِ
وَلاَ لِلبَيعِ ( رواه ابن هاجه)
“Tiga bentuk usaha yang
mendapat berkah
dari Allah, yaitu: menjual dengan kredit,
mudharabah,hasil keringet sendiri.
(HR Ibn Majah).
Hadits riwayat Imam Baihaqi dari Ibnu Abbas:
عن ابن عباس قال : كَان العَبّاسٌ بن عبد المطلب إِذَا دَفَعَ
مَالاً مُضَارَبَةً اشْتَرَطَ على صَاحِبِهِ أَنْ لاَ يَسْلُكَ بِهِ بَحْرًا وَلاَ
يَنْزِلَ بِهِ وِادياً وَلاَ يَشْتَرِيَ بِهِ ذَاتَ كَبِدٍ رَطْبَةٍ فَإِنْ فَعَلَ
فَهُوَ ضَامِنٌ فَرُفِعَ شَرْطُهُ إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم
فَاَجَزَهُ
”dari ibnu Abbas bin Abdul Muththalib jika memberikan
dana ke mitra
usahanya secara mudharabah ia
mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang
berbahaya, atau
membeli
ternak. Jika
menyalahi aturan tersebut, maka yang bersangkutan bertanggung
jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah Saw.Pun,
membolehkannya.”)HR. Imam Baihaqi)
عن عبد الرحمن بن داود عن صالح بن صهيب عن أبيه
قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ثَلَثُ فِيْهِنَّ البَرَكةُ البَيْعُ إلى
أَجَلٍ والمُقَارَضَة وَ إِخْلاطُ البُرِّ بِالشَّعِيْرِ للْبَيْتِ لاَ لِلبَيْعِ
“dari shuhaib,ra.
:”bahwasannya Rasulullah
Saw. Bersabda : “ada tiga hal
yang didalamnya
berisi berkah,
yaitu :”jual beli dengan
kontan, menyerahkan permodalan dan mencampur gandum dengan sya’ir untuk keperluan
rumah tangga, bukan untuk di jual
Hadits
diatas secara
jelas menyinggung masalah mudarabah .riwayat yang
pertama merupakan Al-Sunnah al-taqririyah atau
persetujuan
Rasulullah terhadap perilaku atau
tindakan sahabat yang mempraktekan
mudharabah. Sementara hadits kedua secara tegas menyebutkan akad mudarabah hanya saja menggunakan istilah muqaradah
3. Rukun dan
syarat mudharabah
Rukun mudharabah ada empat,
yaitu:
a. Pelaku,
terdiri atas pemilik dana dan pengelola dana. b.
Objek mudharabah,
berupa modal dan
kerja.
c. Ijab
kabul atau serah
terima. d.
Nisbah keuntungan
Pelaku. bahwa rukun dalam akad
mudharabah
sama dengan rukun dalam akad
jual beli ditambah satu faktor
tambahan, yakni nisbah keuntungan. Faktor
pertama (pelaku)
kiranya sudah
cukup jelas. Dalam akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal (shahib mal),
sedangkan pihak kedua bertindak sebagai pelaksanaan usaha (mudharib atau amil). Tanpa dua pelaku
ini, maka akad mudharabah tidak ada.
Objek. Faktor kedua (objek
mudharabah)
merupakan konsekuensi logis dari
tindakan yang
dilakukan oleh para pelaku. Pemilik
modal menyerahkan
modalnya sebagai objek
mudharabah, sedangkan pelaksaan
usaha menyerahkan
kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang
diserahkan bisa berbentuk
uang atau barang yang
dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bis berbentuk keahlian, keterampilan, selling
skill. Management skill, dan lain- lain. Tanpa dua objek ini, akad mudharabah pun tidak
akan
ada.
Para fuqaha sebenrnya tidak
membolehkan modal mudharabah berbentuk barang. Ia harus uang
tunai karena barang tidak dapat dipastikan taksiran harganya dan
mengakibatkan
ketidakpastian (gharar)
besarnya modal
mudharabah. Namun para ulama mazhab hanafi
membolehkannya dan nilai barang yang
dijadikan setoran
modal harus
disepakati pada saat akad oleh mudharib dan
shahibul maal. Yang jelas tgidak boleh adalah modal mudharabah yang belum
disetor.
Para fuqaha telah
sepakat tidak bolehnya mudharabah dengan hutang. Tanpa adanya setoran modal, berarti shahibul mal tidak memberikan kontribusi apa pun padahal mudharib telah kerja. Para
ulama syafi’I dan
maliki melarang
hal itu karena merusak
sahnya akad.
Nisbah keuntungan. Faktor yang
keempat (yakni
nisbah) adalah rukun yang khas
dalam akad mudharabah,
yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah
ini mencerminkan
imbalan yang
berhak diterima oleh kedua
pihak yang bermudharabah.mudharib
mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahib al-mal mendapat imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan
inilah
yang akan mencegah terjadinya perselisihan
antara kedua belah
pihak mengenai
cara
pembagian keuntungan.
Menurut jumruh ulama bahwa rukun mudharabah ada tiga, yaitu : aqidiyni
(kedua orang yang melakukan perjanjian), ma’qud’alayh (saham atau modal), dan
sighat (pertanyaan ijab dan Qabul dari kedua belah pihak).
Ulama shafi’iyah lebih rinci dakam menentukan rukun mudharabah, yaitu: pertama :al-aqidayn (dua orang yang
melakukan perjanjian), kedua:
mal
(saham atau
modal,ketiga :amal (usaha yang dikelola), keempat :al- ribhu (laba atau keuntungan) dan kelima : sighat (pernyataan ijab dan
Qabul dari kedua belah pihak)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi terkait dengan
rukun diatas sebagai berikut:
a. Al-aqidayn (dua orang
yang melakukan perjanjian),
haruslah orang yang
cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagi wakil.karena satu posisi
orang yang
akan menelola saham adalah wakil dari pemilik saham,
itu
sebabnya, syarat-syarat orang
wakil juga berlaku
bagi pengelola saham dalam transaksi mudharabah.
b. Mal (saham atau modal), harus diketahui dengan jelas
agar dapat dibedakan
antara saham yang diperdagangkan
dengan keuntungan
dari
perdagangan yang akan dibagikan kepada kedua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Saham atau modal boleh berupa harta yang tidak bergerak, seperti tempat usaha, tidak
boleh
berupa utang.
c. Amal (usaha yang dikelola), usaha yang dikelola tidak
bertentangan
dengan hukum
islam, misalnya usaha
tempat
judi, minuman yang memabukan dan jenis usaha lain
yang merugikan kehidupan
manusia.
d. Al-ribhu (laba atau keuntungan), keuntungan akan menjadi milik bersama dan
dibagi sesuai dengan kesepakatan
diawal perjanjian.
Apabila pembagian
keuntungan
tidak
jelas,
menurut ulama hanafiyah
perjanjian
tersebut rusak (batal).
e. Sighat
(pertanyaan
ijab
dan qabul
dari kedua
belah pihak untuk
melaksanakan usahanya.
4. Ketentuan-ketentuan dalam akad mudharabah
Ada beberapa ketentuan yang
harus dimengerti dan dipatuhi oleh masing-masing
pihak yang melaksanakan akad mudharabah. Ketentuan
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pada akad mudharabah mutlaqah, pengelola modal (mudarib) tidak diperbolehkan
melakukan tindakan- tindakan
yang keluar dariketentuan
syara.
b. Pada akad mudharabah muqayyadah, pengelola modal (mudarib)
dalam pengelola modal tidak boleh menjalankan
modal di luas usaha yang telah ditentukan
bersama dengan pemilik modal.
c. Bagi pengelola modal (mudarib)tidak diperbolehkan mengambil atau berutang
dengan menggunakan uang modal untuk keperluan lain
tanpa seizing pemilik
modal.
d. Bagi pengelola modal (mudarib) tidak diperbolehkan
membeli komoditi atau barang yang
harganya lebih
tinggi dari modal yang telah
disediakan.
e. Bagi pengelola modal (mudarib) tidak diperbolehkan mengalihkan modal kepada orang
lain dengan akad
mudharabah,
atau
dengan kata lain mengoper modal untuk
akad
mudharabah
f. Bagi pengelola modal (mudarib) tidak diperbolehkan mencampur modal dengan harta miliknya
g Pengelola modal (mudarib) hendaknya melaksanakan
usaha sebagaimana mestinya.
5. Jenis-jenis Mudharabah
Mudharabah
ada dua macam,
yaitu :
a. Mudharabah
mutlak
adalah
penyerahan modal
seseorang kepada pengusaha tanpa memberikan batasan,
seperti berkata ,”saya serahkan uang
ini kepadamu untuk
diusahakan, sedangkan labanya akan
dibagi diantara kita. Masing-masing
setengah
dan sepertiga, dan
lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar