Infaq dan Nadzar dalam Islam
Sahabat Gudang Da'i Semoga Allah Ta'ala senantiasa melimpahkan keberkahan kesehatan yang paripurna kepada kita sekalian, agar bisa beraktivitas dengan maksimal.Diberikan ketenangan hati, jalan keluar dari setiap permasalahan yang di hadapi, kemudahan dalam setiap urusan, kekuatan dalam setiap kesulitan, di kokohkan imannya, dan kelapangan hati untuk menerima segala takdir Allah Subhanahu WaTa'ala.
Semoga sahabat Gudang Da'i senantiasa mendapat kasih sayang Allah Ta'ala sehingga selamat dunia-akhirat. Aamiin yaa Rabbal 'Aalamiin
Kali ini admin Gudang Da''i Akan membahas tentang
Hukum Infaq Secara Diam diam dengan judul Infaq dan Nadzar dalam kacamata Islam
وَمَآ أَنفَقْتُم مِّن نَّفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُم مِّن نَّذْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُهُۥ ۗ وَمَا لِلظّٰلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ ٢٧٠
إِن تُبْدُواْ ٱلصَّدَقٰتِ فَنِعِمَّا هِىَ ۖ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا ٱلْفُقَرَآءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّـَٔاتِكُمْ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ٢٧١
Terjemah
❬270❭ Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nadzarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya.
❬271❭ Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Kosakata: Nadzar نَذَرْ ada pada (al-Baqarah/2: 270)
Nadzar adalah janji melakukan suatu kebaikan kepada Allah yang sebenarnya tidak diwajibkan baginya, tapi niat melakukan sesuatu itu dimotivasi oleh suatu kejadian baik yang disenangi atau tidak disenangi. Contohnya, ayat 26 surah Maryam
إِنِّى نَذَرْتُ لِلرَّحْمٰنِ صَوْمًا
Pembagian Nadzar
Nadzar terbagi menjadi dua; nadzar taat kepada Allah dan nadzar maksiat kepada Allah. Nadzar taat kepada Allah wajib dilaksanakan. Namun bila tidak mampu, maka wajib diganti dengan kaffaratul-yamin.
Sedangkan nadzar maksiat kepada Allah tidak boleh dilaksanakan, dan wajib diganti dengan kaffaratul-yamin.
Begitu juga, nadzar tidak berlaku pada saat marah, dan wajib diganti pula dengan kaffaratul-yamin. Nadzar lebih kuat daripada yamin (sumpah). Karena, bila seseorang bersumpah melakukan amal mustahabb, maka ia tidak menjadi wajib baginya dan kaffarah telah cukup baginya. Tetapi, seandainya seseorang bernadzar amal mustahabb, maka ia wajib baginya dan tidak cukup dengan melafalkan kaffarah, kecuali dalam kondisi tidak mampu. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa nadzar apapun yang diniatkan, Allah pasti mengetahuinya dan manusia tidak mampu menghindarkan diri dari hukuman Allah jika nadzar itu tidak dilaksanakan.
Munasabah
Pada ayat-ayat yang lalu dijelaskan bahwa setan selalu menggoda manusia agar tidak berinfak, karena akan menjadi fakir atau miskin dan selalu mengajak ke arah kemungkaran. Tetapi orang yang diberi hikmah dan pengetahuan oleh Allah selalu dapat membedakan mana perintah Allah dan mana ajaran setan.
Dalam ayat ini disebutkan infak pada umunmya, baik infak yang diridai Allah, maupun yang tidak. Demikian pula mengenai nadzar. Lalu ditegaskan bahwa Allah mengetahui semua infak dan nadzar yang dilafalkan manusia, sehingga Dia akan memberikan pahala jika infak dan nadzar itu baik, sebaliknya Dia akan memberikan siksa, apabila infak dan nadzar itu tidak baik.
Tafsir
(270) Nadzar adalah niat kepada diri sendiri untuk berbuat suatu kebaikan, apabila suatu maksud yang baik sudah tercapai, atau selesai terlepas dari suatu hal yang tidak disenangi.
Misalnya seseorang berkata: “Jika aku lulus ujian, aku akan bersedekah sekian rupiah", atau “akan berpuasa sekian hari,” atau “Bila aku sembuh dari penyakitku ini, maka aku akan menyumbangkan hartaku untuk perbaikan masjid.”
Nadzar semacam ini tentu saja baik dan diperbolehkan dalam agama, karena lulus dari ujian, atau sembuh dari penyakit adalah merupakan nikmat Allah yang patut disyukuri. Berpuasa, bersedekah, dan menyumbangkan harta untuk kepentingan agama dan kesejahteraan umum, adalah perbuatan yang baik dan bermanfaat
Tetapi ada pula nadzar yang tidak baik, bahkan mendatangkan kenisakan, maka nadzar semacam itu tentu saja tidak diridai Allah Subhanahu wa ta’ala. Misalnya seseorang berkata, “Jika nanti aku berbicara dengan saudaraku itu, maka aku harus berpuasa sekian hari (maksudnya, dia tidak akan berbaikan dengan saudaranya itu).” Nadzar seperti ini tidak dibenarkan dalam agama, karena walaupun berpuasa itu baik, tetapi bermusuhan dengan saudara sendiri adalah perbuatan yang tercela.
Infak dan nadzar yang bagaimanapun yang kita lakukan, Allah senantiasa mengetahuinya, maka Dia akan memberikan balasan pahala atau azab. Jika barang yang dinafkahkan atau yang dinadzarkan itu adalah yang baik, dan ditunaikan dengan cara-cara yang baik pula, yaitu dengan ikhlas dan semata-mata mengharapkan rida Allah, maka Allah akan membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda. Sebaliknya, apabila barang yang dinafkahkan atau yang dinafzarkan itu adalah yang buruk, atau ditunaikan dengan cara- cara yang tidak baik, misalnya dengan menyebut-nyebutnya, atau disertai dengan kata-kata yang menyakitkan hati, atau dilakukan dengan riya’, maka Allah tidak akan menerimanya sebagai amal saleh, dan tidak akan membalasnya dengan pahala apa pun.
Demikian pula orang-orang yang enggan menafkahkan hartanya di jalan Allah, atau dia menafkahkannya untuk berbuat maksiat atau dia tidak mau melaksanakan nadzar yang telah diucapkannya, maka Allah subhanahu wa ta’ala akan membalasnya dengan azab.
Pada akhir ayat ini, Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan bahwa orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolong pun baginya. Ini merupakan suatu peringatan, bahwa keengganan menafkahkan harta di jalan Allah, keengganan menunaikan nadzar yang telah diucapkan atau melaksanakan infak dan nadzar dengan cara-cara yang tidak baik, semua itu adalah perbuatan zalim. Allah subhanahu wa ta’ala akan membalasnya dengan azab, tak seorang pun dapat melepaskan diri dari azab tersebut, meskipun dia menebusnya dengan pahala amalnya sendiri. Dalam hubungan ini, Allah berfirman pada ayat lain:
مَا لِلظّٰلِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاعُ
Tidak ada seorang pun teman setia bagi orang yang zalim dan tidak ada baginya seorang penolong yang diterima (pertolongannya) (al-Mu'min/40: 18).
Menafkahkan harta di jalan Allah, baik merupakan sedekah untuk meringankan penderitaan fakir miskin, maupun infak untuk kepentingan umum, negara dan agama, adalah merupakan kewajiban orang-orang yang mempunyai harta benda, sebagai anggota masyarakat. Apabila dia enggan menunaikannya, atau ditunaikan dengan cara-cara yang tidak wajar, maka dia sendirilah yang akan menerima akibatnya. Sebab itu adalah wajar sekali apabila Allah mengancam mereka dengan azab seperti tersebut dalam ayat di atas.
(271) Dalam ayat ini, Allah menyebutkan orang-orang yang memberikan sedekah kepada fakir miskin dengan terang-terangan, terlihat dan diketahui atau didengar orang lain. Cara yang demikian adalah baik, asal tidak disertai perasaan riya'. Sebab, menampakkan sedekah itu akan menghilangkan tuduhan bakhil terhadap dirinya, dan orang yang mendengarnya akan turut bersyukur dan mendoakannya, dan mereka akan menghormati dan meniru perbuatannya itu.
Selanjutnya, Allah menerangkan, bahwa apabila sedekah itu diberikan dengan cara diam-diam dan tidak diketahui orang lain, maka cara yang demikian adalah lebih baik lagi, apabila hal tersebut dilakukan untuk menghindari perasaan riya' dalam hatinya, agar fakir miskin yang menerimanya tidak merasa rendah diri terhadap orang lain, dan tidak dipandang hina dalam masyarakatnya. Sebab memberikan sedekah dengan diam-diam, akan menumbuhkan keikhlasan dalam beramal bagi si pemberi. Keikhlasan adalah jiwa setiap ibadah dan amal saleh.
Banyak hadis Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang memuji pemberi sedekah dengan cara sembunyi ini. Di antaranya hadis yang diriwayatkan Iman al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radliallahu anhu beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
_"Ada tujuh macam orang yang nanti akan diberi naungan oleh Allah pada hari kiamat, ketika tidak ada naungan selain naungan-Nya; mereka adalah: lman (pemimpin) yang adil, dan pemuda sejak kecilnya telah terdidik dan suka beribadah kepada Allah, orang yang hatinya selalu terpaut kepada masjid, dan dua orang yang saling mengasihi dalam menjalankan agama Allah, mereka berkumpul dan berpisah untuk tujuan itu. dan seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan yang memiliki kedudukan yang baik dan kecantikan untuk berbuat serong tetapi dia menolak dengan mengatakan, "Aku takut kepada Allah Tuhan seluruh alam", dan orang yang bersedekah serta merahasiakannya, sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang dikeluarkan oleh tangan kanannya, serta orang yang mengingat Allah ketika dia sendirian, lalu dia menangis.” [Shahih Bukhari No: 620, Kitab: Adzan, Bab: Orang yang duduk di dalam masjid menunggu pelaksanaan shalat dan keutamaan (berdiam di) masjid]
Allah akan menutupi dan menghapuskan sebagian dari kesalahan yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya dengan cara yang baik, sesuai dengan sedekah yang diberikannya, di samping pahala yang akan diterimanya kelak.
Kemudian Allah memperingatkan, bahwa Dia senantiasa mengetahui apa saja yang diperbuat hamba-Nya, serta niat yang mendorongnya untuk berbuat. Semua itu akan dibalas-Nya sesuai dengan amal dan niatnya itu.
*Kesimpulan*
1. Allah seantiasa mengetahui semua infak dan nadzar yang dilakukan hamba-Nya, baik mengenai barang yang diinfakkan, maupun mengenai niat yang mendorongnya untuk melakukannya. Allah akan memberikan balasan sesuai dengan niat infak dan nadzar itu
2. Orang yang zalim, akan mendapat siksaan Allah, dan dia tidak akan mendapat pertolongan dari siapa pun; sedang orang yang suka berinfak dan menunaikan nadzarnya dengan baik dan ikhlas, niscaya akan mendapatkan pertolongan Allah, dan sebagian kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukannya akan dihapus Allah, sehingga dia bebas dari azab sesuai dengan kadar infaknya ihi.
3. Infak wajib yaitu zakat, dan infak sunat lainnya, boleh dilakukan secara terbuka, dan boleh pula secara diam-diam.
5. Sedekah yang diberikan kepada fakir-miskin, lebih baik diserahkan secara diam-diam, sehingga tidak diketahui orang lain. Hal itu akan dapat menghindarkan orang yang memberikan sedekah itu dari perasaan riya’ dan dapat pula menjaga martabat dan kehormatan si penerima sedekah dalam pandangan masyarakat. Dengan demikian dia tidak merasa malu untuk menerimanya, dan tidak pula merasa rendah diri.
والله أعلم
Tidak ada komentar:
Posting Komentar