Di era milenial ini muamalah antara lako laki dan perempuan hampir tidak ada batas, cara memanggjl dan yang lain, padahal syariah sudah membatasi hubungan antara laki laki dan perwmpuan yang bukan mahrom, harus ada jarak, selain itu Islam juga memberi batasan akan panggilan seorang anak terhadap ortunya, bahkan isteri terhadap suaminya juga dibatasi dan diatur sebaik mungkin, namun karena dalih emansipasi dll yang serba kekinian tidak sedikit seorang wanita manggil suaminya dengan nama aslinya, tanpa embel embel penghormatan atas lelali atau suami tersebut,
Sehingga muncullah pertanyaan Pertanyaan : Apa hukum seorang wanita memanggil suaminya dengan namanya?
Jawab: Di dalam kitab (addurroh al-mukhtar) disebutkan: “makruh bagi seorang istri memanggil suaminya dengan namanya”.
Ibnu `Aabidin -rahimahullah berkata-: “Hendaknya dengan lafaz panggilan yang mengandung penghormatan seperti ya sayyidii (wahai tuanku) dan yang semisalnya”.
Dari `Utsman bin Atho’ dari bapaknya ia berkata: Istri Sa’id bin al-musayyib berkata: “kami tidaklah berbicara kepada suami kami kecuali sebagaimana kalian berbicara kepada para pemimpin kalian, semoga Allah memperbaiki kamu dan mengampunimu “.
Dan Ummu Ad-Darda’ apabila meriwayatkan hadits dari suaminya yaitu Abu Ad-Darda’ – radhiyallahu anhu -, ia berkata :Sayyidi (tuanku) telah berkata kepadaku.
Sebagaimana termaktub didalam kitab shahih muslim dari jalan Tholhah bin Ubaidillah bin Kariz, ia berkata : Ummu Ad-darda’ telah bercerita kepadaku, ia berkata : tuanku telah bercerita kepadaku, ia berkata: sesungguhnya ia pernah mendengar Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wassalam- bersabda: barangsiapa mendoakan saudaranya dengan tanpa diketahui olehnya, maka malaikat akan berkata: aamiin, dan untukmu juga”.
Al-Imam An-Nawawi di dalam kitab syarah shahih muslim berkata tentang lafadz “Ummu Ad-darda’ telah bercerita kepadaku, ia berkata : tuanku telah bercerita kepadaku” maksudnya adalah suaminya yaitu Abu Ad-Darda’. Di dalam hadits tersebut terdapat faidah: Bolehnya seorang istri memanggil suaminya dengan sebutan “tuanku” dan bahkan dianjurkan sekali untuk menghormatinya.
[copas dari sebelah]
Sehingga muncullah pertanyaan Pertanyaan : Apa hukum seorang wanita memanggil suaminya dengan namanya?
Jawab: Di dalam kitab (addurroh al-mukhtar) disebutkan: “makruh bagi seorang istri memanggil suaminya dengan namanya”.
Ibnu `Aabidin -rahimahullah berkata-: “Hendaknya dengan lafaz panggilan yang mengandung penghormatan seperti ya sayyidii (wahai tuanku) dan yang semisalnya”.
Dari `Utsman bin Atho’ dari bapaknya ia berkata: Istri Sa’id bin al-musayyib berkata: “kami tidaklah berbicara kepada suami kami kecuali sebagaimana kalian berbicara kepada para pemimpin kalian, semoga Allah memperbaiki kamu dan mengampunimu “.
Dan Ummu Ad-Darda’ apabila meriwayatkan hadits dari suaminya yaitu Abu Ad-Darda’ – radhiyallahu anhu -, ia berkata :Sayyidi (tuanku) telah berkata kepadaku.
Sebagaimana termaktub didalam kitab shahih muslim dari jalan Tholhah bin Ubaidillah bin Kariz, ia berkata : Ummu Ad-darda’ telah bercerita kepadaku, ia berkata : tuanku telah bercerita kepadaku, ia berkata: sesungguhnya ia pernah mendengar Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wassalam- bersabda: barangsiapa mendoakan saudaranya dengan tanpa diketahui olehnya, maka malaikat akan berkata: aamiin, dan untukmu juga”.
Al-Imam An-Nawawi di dalam kitab syarah shahih muslim berkata tentang lafadz “Ummu Ad-darda’ telah bercerita kepadaku, ia berkata : tuanku telah bercerita kepadaku” maksudnya adalah suaminya yaitu Abu Ad-Darda’. Di dalam hadits tersebut terdapat faidah: Bolehnya seorang istri memanggil suaminya dengan sebutan “tuanku” dan bahkan dianjurkan sekali untuk menghormatinya.
Semoga Allah merahmati para wanita terdahulu dan memberikan kebaikan kepada mereka.
السؤال:
ما حكم أن تدعو المرأة زوجها باسمه؟
الإجابة:
جاء في كتاب : “الدر المختار” عند الأحناف قوله:
(وَيُكْرَهُ أَنْ تَدْعُوَ الْمَرْأَةُ زَوْجَهَا بِاسْمِهِ) اهـ.
قال ابن عابدين – رحمه الله تعالى – في “الحاشية”:
(لَابُدَّ مِنْ لَفْظٍ يُفِيدُ التَّعْظِيمَ كَـ يَا سَيِّدِي وَنَحْوِهِ) اهـ.
وعَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَطَاءٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَتِ امْرَأَةُ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ: “مَا كُنَّا نُكَلِّمُ أَزْوَاجَنَا إِلَّا كَمَا تُكَلِّمُوا أُمَرَاءَكُمْ: أَصْلَحَكَ اللهُ، عَافَاكَ اللهُ “.
وكانت أم الدرداء الجهمية الوصابية إذا روت الحديث عن زوجها أبي الدرداء رضي الله عنه قالت: حدثني سيدي …
كما في صحيح مسلم من طريق طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ كَرِيزٍ، قَالَ: حَدَّثَتْنِي أُمُّ الدَّرْدَاءِ، قَالَتْ: حَدَّثَنِي سَيِّدِي أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “مَنْ دَعَا لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِينَ، وَلَكَ بِمِثْلٍ”.
قال النووي في شرح صحيح مسلم: قوله: (حدثتني أم الدرداء، قالت: حدثني سيدي): تعني زوجها أبا الدرداء، ففيه جواز تسمية المرأة زوجها سيدها وتوقيره. اهـ.
فرحم الله النساء الأُوَل، وأخلف على الأمة خيراً.
[copas dari sebelah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar