Minggu, 12 September 2021

Macam Riba serta Hukumnya

Riba Ragam dan Hukumnya


 

 

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wrb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, nikmat dan petunjuknya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Riba” unutuk memenuhi tugas mata kuliah “Hadis Tematik 1”. Tujuan makalah ini disusun agar penulis dan pembaca dapat menambah wawasan. Pemakalah mengucapkan terimakasih kepada: Ustadz Muhammad Saifullah, Lc.,M. Pd.I selaku dosen mata kuliah “Hadis Tematik”.

Penyusun juga menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna, untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan.

Waalaikumsalam Wrb.

                                                                                                         

 

 

 

Sampang, 11 september 2021

 

Penyusun

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

Kata Pengantar................................................................................................... 2

Daftar Isi............................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang............................................................................................... 4

B.     Rumusan Masalah......................................................................................... 4

C.     Tujuan Masalah............................................................................................. 5

 

BAB II PEMBAHASAN

1.        Pengertian Riba ............................................................................................. 6

2.        Hukum-Hukum Riba..................................................................................... 7

3.        Tahap Pengharaman Riba Dalam Al-Qur’an................................................. 8

4.        Jenis-Jenis Riba..............................................................................................9

BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan.................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 13

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Riba merupakan haram atau dilarang dalam perbankan syariah. Jika riba denga jumlah kecil ataupun besar (ganda) maka dianggap tetap hal atau aktifitas yang tidak boleh dilakukan, sebab sikap dan perbuatan tersebut bisa merugikan selain itu juga haram untuk semua kalangan masyarakat. Riba jika dijalankan sendiri ataupun bekerjasama dengan yang terakit riba, itu hal yang tetap diharamkan bagi umat muslim.

 Di Indonesia masih terjadi perselisihan akan ragunya bunga bank apakah termasuk dalam  riba atau tidak, tetapi perselisihan ini sudah disepakati oleh Islamic Banker dan ahli fikih dikalangan dunia. Selain hal tersebut umat Islam haru mempunyai kepercayaan dan keyakinan dimana sebagai orang muslim jika dalam bertransaksi harus tidak boleh ada keterlibatn dengan sistem riba. Yang dimaksud dari transaksi ini yakni bertransaksi uang dimana transfer menggunaka uang dan disaat transaksi tersebut ada sebuah tambahan.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa Yang Dimaksud Dengan Riba ?

2.      Apa Saja Hukum-Hukum Riba ?

3.      Bagaimana Tahap Pengharaman Riba Dalam Al-Quran ?

4.      Apa Saja Jenis-Jenis Riba ?

C.     Tujuan Masalah

1.      Untuk Mengetahui Maksud Dari Riba.

2.      Untuk Mengetahui Hukum-Hukum Riba.

3.      Untuk Mengetahui Tahap Pengharaman Riba Dalam Al-Qur’an.

4.      Untuk Mengetahui Jenis-Jenis Riba.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

1.      Apa Yang Dimaksud Dengan Riba

 

Riba menurut bahasa berarti mutlak pertambahan.[1] Riba ialah akad yang terjadi dalam penukaran barang-barang tertentu, majhul (tidak diketahui) sama atau tidaknya menurut syara’, atau terlambat menerimanya.[2]

Sedangkan menurut istilah, yang di maksud dengan riba ialah akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui perimbangannya menurut syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukar.

Sedangkan menurut Syaikh Muhammad Abduh bahwa yang dimaksud riba ialah penambahan-penambahan yang di isyaratkan oleh orang yang memiiki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.[3]

Dalam terminologi syari’at, riba didefinisikan sebagai pertambahan (bunga) yang diambil oleh pemberi pinjaman kepada peminjam sebagai ganti penundaan (tempo pembayaran).[4]

2.      Bagaimana Dengan Hukum Riba

Dalam surat Ali Imron ayat 130 yang berarti Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah, supaya kamu mendapat keberuntungan”.

Dalam ayat ini terlihat jelas tentang pengharaman riba, namun masih bersifat belum secara menyeluruh. Sebab pengharaman riba dalam ayat tersebut baru pada riba yang berlipat ganda dan sangat memberatkan bagi si peminjam.

dalam surat Al-Baqarah ayat 276, yang berarti ‘allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa’.

begitu pula dengan surat Al-Baqarah ayat 278, yang berarti hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”.

dalam surat Al-Baqarah ayat 276 dan 278, allah swt menyatakan memusnahkan riba dan memerintahkan untuk meninggalkan segala bentuk riba yang masih ada. yang menjadi tinjauan dalam ayat ini ialah periba itu hanya mencari keuntungan dengan jalan riba, dan pembangkang sedekah mencari keuntungan dengan jalan tidak mau membayar sedekah.

oleh karena itu allah menyatakan riba itu menyebabkan kurangnya harta dan tidak berkembangnya harta. sedang sedekah sebaliknya, yakni dapat menyebabkan bertambah dan berkembangnya harta.

yang perlu digaris bawahi ialah bahwa jual beli tidak sama dengan riba, oleh karenanya menjadi sangat penting untuk dapat membedakan antara riba dan perdagangan biasa. bisa jadi bahwa riba yang dimaksud dalam ayat-ayat tersebut adalah sebagaimana yang dipahami saat Al-Qur’an diturunkan. salah satunya adalah 'riba Al-Jahilliya', yaitu penambahan jumlah hutang bagi peminjaman yang tidak dapat membayar pada saat jatuh tempo.

3.      Bagaimana Tahap Pengharaman Riba Dalam Al-Qur’an

perlu sekali kami sebutkan di sini, tahap-tahap pengharaman riba sehingga kita akan mengetahui rahasia pemberlakuan hukum yang melarang riba dalam mengobati penyakit masyarakat. bagaimana kita maklumi, syariat islam ini diturunkan secara tadrij (bertahap). khusus tentang haramnya riba ini, pengharaman yang dimaksud berlangsung dalam empat tahap, bagaimana halnya pengharaman khamr yang juga diturunkan secara bertahap:

a)      Allah SWT, Berfirman:

وَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ رِّبًا لِّيَرْبُوَا۟ فِيْٓ اَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُوْا عِنْدَ اللّٰهِ ۚوَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ زَكٰوةٍ تُرِيْدُوْنَ وَجْهَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُضْعِفُوْنَ  

“dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi allah, dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (qs.ar-rum [30]:39).

ayat ini diturunkan di makkah. seperti yang tampak dalam ayat, meskipun tidak ada isyarat yang menunjukkan diharamkannya riba itu, tetapi ia menunjukkan kemurkaan allah terhadap riba. dinyatakan, riba itu tidak ada pahalanya di sisi allah. dengan demikian, ayat ini baru berbentuk mau’izhah salbiyah (nasihat pasif).

b)      Allah SWT, Berfirman:

فَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبٰتٍ اُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَثِيْرًا {٦٠} وَأَخْذِهِمُ الرِّباَ وَقَدْ نُه‍ُوا عَنْهُ.....الخ

“karena kezaliman orang-orang yahudi, kami mengharamkan atas mereka (makanan-makanan) yang baik yang (dahulu) pernah dihalalkan bagi mereka; juga karena mereka sering menghalangi (orang lain) dari jalan allah dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya”.(Qs.An-Nisa’ [4]:160-161)

ayat ini diturunkan di madinah dan merupakan pelajaran yang dikisahkan allah perilaku yahudi kepada kita yang dilarang melakukan riba, tetapi mereka justru memakannya, bahkan menghalalkannya. maka sebagai akibat dari itu semua, mereka mendapat laknat dan kemurkaan allah. jadi, larangan riba di sini baru berbentuk isyarat, bukan dengan terang-terangan. sebab, ini adalah kisah orang-orang yahudi yang bukan merupakan dalil qath’i (pasti dan tetap) terkait pengharaman riba bagi kaum muslimin.

c)      Allah SWT, Berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةً ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ

“wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda”. (Qs.An-Nisa’ [4]:43)

ayat ini diturunkan di madinah dan merupakan larangan secara tegas. akan tetapi, larangan haramnya di sini, masih bersifat juz’i (sebagian), belum kulli (menyeluruh). haramnya di sini adalah satu macam dari riba yang (memang disebut riba fahisy (riba yang paling keji), yaitu suatu bentuk riba yang paling jahat yang karenanya hutang yang ditanggung berlipat ganda, padahal pengutang hanya mengutang karena memang butuh dan terpaksa. Pengharaman ini sama dengan diharamkannya khamr pada periode ketiga, yaitu pengharaman yang baru bersifat juz’i bukan kulli. Yakni masih terbatas pada waktu-waktu salat.

d)      Tahap ini, riba itu telah diharamkan secara kulli (total). Pada periode ini Al-Quran tidak lagi membedakan banyak dan sedikit. Dan ini adalah merupakan ayat yang terakhir turun, yang berarti merupakan syariat yang terakhir pula, yaitu firman Allah:

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰوٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ {٢٧٨} فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ وَاِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْۚ  لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ {٢٧٩}

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-nya akan memerangi mu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”.(Qs.Al-Baqarah[2]:278-279).

Ayat-ayat ini merupakan tahap terakhir tentang diharamkannya riba, sama dengan tahap terakhir dengan diharamkannya arak, merupakan larangan yang tegas.

Dengan paparan ini jelaslah bagi kita akan rahasia syariat Islam dalam mengobati penyakit masyarakat yang telah membudayakan di kalangan masyarakat Jahiliyah, yaitu pembenahan atau pengobatan tersebut dilakukan secara bertahap.

4.      Apa Saja Jenis-Jenis Riba

Apa yang diharamkan oleh Islam itu ada dua macam: riba nasi’ah dan riba fadhl.

1)      Riba  Nasi’ah

Adalah model riba yang sudah dikenal di kalangan jahiliyah. Yaitu, seseorang memberikan pinjaman uang dalam jumlah tertentu kepada seseorang dalam batas tempo tertentu, misalnya sebulan atau setahun, dengan syarat berbunga sebagai imbalan batas waktu yang diberikan itu.

Ibnu Jarir Ath-Thabari mengisahkan, di zaman Jahiliyah pada saat terjadi seseorang meminjamkan uang kepada orang lain untuk waktu tertentu. Kemudian apabila batas waktu yang diberikan itu sudah habis, iya minta uang tersebut untuk dikembalikan. Lalu orang yang berhutang tadi mengatakan kepada yang memberi hutang: “berilah aku waktu dan uang mu itu akan ku bayar lebih”. Lalu keduanya sepakat untuk melaksanakan. Itulah riba yang berlipat ganda. Kemudian setelah mereka masuk Islam, Allah SWT, melarangnya.[5]

Riba semacam inilah yang kini berlaku di bank dan lembaga keuangan titik mereka mengambil keuntungan tertentu, misalnya 50% atau 10%, lalu uang itu diserahkan kepada badan usaha atau individu.

2)      Riba Fadhl

 adalah riba yang dijelaskan oleh sunnah Nabi SAW. Sebagai berikut:

Seseorang menukarkan barangnya yang sejenis dengan suatu tambahan. Misalnya 1 kg ditukar dengan 2 kg gandum. Satu rithl madu syam ditukar dengan 1 rithl madu Hijaz. Begitulah yang berlaku dalam semua yang ditakar dan yang ditimbang.

Tentang masalah riba fadhl ini, ditegaskan dalam kaidah fiqih, “Apabila ada dua jenis yang sama, maka apabila ditukar haram minta tambahan dan dengan ditangguhkan. Namun, apabila dua jenis itu berbeda maka berlebih itu tidak mengapa, asal tidak ditangguhkan”.

Maksudnya, apabila kita hendak menukar sesuatu barang yang sejenis, misalnya: minyak dengan minyak, gandum dengan gandum, anggur dengan anggur atau kurma dengan kurma, tidak diberikan berlebih, secara mutlak tanpa memandang baik dan buruknya barang itu. Tetapi jenis-jenis barang tersebut berbeda misalnya gandum dengan beras minyak dengan kurma dst. Boleh saja berlebih tetapi dengan syarat harus kontan, sebab Rasulullah SAW. Telah bersabda :

الذَّهَبُ بِاالذَّهَبِ وَالفِضَّةُ بِالفِضَّةِ وَالبُرِّبِا البُرِّ وَالشَعِيرِ بِالشَعِيْرِ وَالتَّمْرُبِالتَّمْرِوَالمِلحُ بِالمُلحِ مِثْلاً بِمِثْلِ يَداً بِيَدٍ,فَمَنْ زَادَ أَوْ استَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى، الآ خِذُ وَالمُعْطِى فِيْهِ سَوَاءٌ

“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus (ditukar) dengan sama dan kontan. Barang siapa menambah atau minta tambah, maka berarti dia berbuat riba, yang menerima dan memberi adalah sama”.(HR. Ahmad Dan Muslim).

 

BAB 111

PENUTUP

A.   Kesimpulan

dari uraian diatas ialah riba merupakan hal yang diharamkan atau dilarang keras dalamagama islam karena riba sendiri sangat merugikan bagi orang yang berhutang, sedangkan yang menghutangi akan semakin kaya dan menginjak-injak orang yang miskin. dari riba tersebut tidak memakai konsep etika atau moralitas. allah mengharamkan transaksi yang mengandung unsur ribawi, hal ini disebabkan mendholimi orang lain dan adanya unsur ketidakadilan. islam mengharamkan riba selain telah tercantum secara tegas dalam al-qur'an surat al-baqarah ayat 278-279 yang merupakan ayat terakhir tentang pengharaman riba, juga mengandung unsur eksploitasi. dalam surat al-baqarah disebutkan tidak boleh menganiaya dan tidak (pula) dianiaya, maksudnya adalah tidak boleh melipat gandakan uang yang telah dihutangkan, juga karena dalam kegiatannya cenderung merugikan orang lain.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Ali Ash-Shabuni, Syekh Muhammad, Tafsir Ayat-ayat Ahkam, jil. I, hal 387.

Abu Abdillah,  Syekh Syamsuddin, Terjemah Fathul Qorib

Suhendi, Hendi Fiqh, Mu’amalah, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2007), H. 57-58.

Muhammad, Syekh,  Ath-Thabari,jami’ Al-Bayan, jil.IV, hal.90.

Ash-Shabuni, Ali, Tafsir Ayat-ayat Ahkam, jilid. I, hal 387



[1] Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Tafsir Ayat-ayat Ahkam, jil. I, hal 387.

[2] Syekh Syamsuddin Abu Abdillah, Terjemah Fathul Qorib

[3] Hendi Suhendi, Fiqh Mu’amalah, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2007), h. 57-58.

[4] Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Tafsir Ayat-ayat Ahkam, jil. I, hal 387.

[5]   Ath-Thabari,jami’ Al-Bayan, jil.IV, hal.90.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar