Macam dan Bentuk Jual Beli
Masih banyak yang belum mengetahui hukum Jual beli secara kongkrit, banyak yang berasumsi bahwa jual beli hanyalah 1 macam tatkala terjadi perpindahan dari satu tangan ke tangan yang lain baik melalui barter tukar menukar barang satu dengan barang yang lain atau melalui tukar menukar uang dengan benda atau barang yang diinginkan.disini kami akan Jelaskan macam macam daripada jual beli secara terperinci, dengan contoh masing masing
Macam-macam dan Bentuk-bentuk Jual BeliJual beli dapat ditinjau dari beberapa segi:
A. Ditinjau dari segi benda yang dijadikan obyek jual beli ada 3 macam:
1). Jual beli benda yang kelihatan
Yaitu pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjual belikan ada di depan penjual dan pembeli. Jual beli ini bolehkan karena lazim dilakukan masyarakat.
2). Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji.
Yaitu jual beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah jual beli yang tidak tunai (kontan). Salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.
3). Jual beli benda yang tidak ada
Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu atau masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak.
B. Ditinjau dari segi pelaku akad (subyek), jual beli terbagi menjadi 3 yaitu:
1). Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Bagi orang bisu diganti dengan isyarat, karena isyarat merupakan pembawaan alami dalam menampakan kehendak.
2). Penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan, atau surat-menyurat sama halnya dengan ija>b qabu>l dengan ucapan, misalnya via pos dan giro. Jual beli seperti ini dibolehkan syara’.
3). Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan istilah mu’ab dan qabul.
C. Ditinjau dari segi hukumnya
Para ulama membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya menjadi 3 bentuk:
1). Jual beli yang sahih.
Namun jual beli yang sah dapat juga dilarang dalam syari’at bila melanggar ketentuan pokok berikut:
(1) menyakiti si penjual, pembeli, atau orang lain;
(2) menyempitkan gerakan pasar;
(3) merusak ketentraman umum.
Adapun contohnya antara lain:
(a). Membeli barang dengan harga yang lebih mahal dari pada harga pasar, sedangkan dia tidak menginginkan barang itu, tetapi semata-mata supaya orang lain tidak dapat membeli barang itu.
(b). Membeli barang yang sudah dibeli orang lain yang masih dalam masa khiya>r.
(c). Membeli barang untuk ditahan agar dapat dijual dengan harga yang lebih mahal, sedangkan masyarakat umum memerlukan barang itu.
(d). Menjual suatu barang yang berguna, tetapi kemudian dijadikan alat maksiat oleh pembelinya.
(e). Jual beli dengan najasyi yaitu seseorang menambah atau melebihi harga temannya dengan maksud memancing-mancing orang agar orang itu mau membeli barang kawannya.
(f). Menemui orang-orang desa sebelum mereka masuk ke pasar untuk membeli barang-barangnya dengan harga yang semurah-murahnya, sebelum mereka tahu harga pasaran, kemudian ia jual dengan harga yang setinggi-tingginya.
2). Jual beli yang batil
Jual beli dikatakan sebagai jual beli yang batil atau tidak sah (batal), apabila salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyari’atkan. Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut:
(a). Barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti babi, berhala dan lainnya.
(b). Jual beli sperma atau mani hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh turunan.
(c). Jual beli dengan muh{abarah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen.
(e). Jual beli dengan mulal)
(g). Jual beli garar, yaitu jual beli yang samar sehingga kemungkinan terjadi penipuan.
3). Jual beli yang fasid
Ulama maz|hab Hanafi membedakan jual beli fasid dan jual batil. Apabila kerusakan dalam jual beli terkait dengan barang yang diperjual belikan, maka hukumnya batal. Misalnya, jual beli benda-benda haram. Dan apabila kerusakan pada jual beli itu menyangkut harga barang dan boleh diperbaiki, maka jual beli dinamakan fasid.
Sedangkan jumhur ulama tidak membedakan jual beli fasid dengan jual beli batil. Menurut mereka jual beli itu terbagi dua, yaitu jual beli yang (sahih) dan jual beli yang batil. Apabila rukun dan syarat jual beli terpenuhi, maka jual beli itu sahihah (jual beli di atas harga pokok), yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih tinggi sebagai laba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar