بين مسكومنباغ و تٓرماس
ANTARA MASKUMAMBANG DAN TERMAS
Kealiman dan kecerdasan K.Faqih Maskumambang Dukun Gresik memang diatas rata-rata kebanyakan orang. Dan beliau juga “ngrumangsani” kalau diberi anugerah sepertu itu. Nah . . Kalau beliau saja tidak mampu mangarang kitab, berarti orang lain-pun juga sudah tidak ada yang mampu mengarang. Paling pol comot sana-sini kemudian dirangkum maka jadilah satu kitab. Jadi sudah tidak original lagi.
Begitu beliau memperoleh kitab I’anatut Tholibin syarh Fathul Mu’in, 4 jilid besar-besar yg dikarang Sayyid Bakry Syatho dari Makkah, maka beliau sangat kagum. Ternyata masih ada orang yg mampu mengarang kitab, dan ternyata masih memuat banyak dari buah karya fikir muallif sendiri yg original.
Sayyid Bakriy Syatho punya cucu yang bermuqim di Sedan – Rembang, Orang-oarang menyebutnya mbah ndoro Hamzah Syatho, yang dihauli setiap tahun di bulan Muharrom (Syuro) sekitar tg 20 (setelah Haul mbah Mutamakkin Kajen). Mbah ndoro seorang Mujahid yg istiqomah dan beliau berhasil merintis berdirinya kurang lebih 40 masjid di Sedan dan sekitarnya.
Setelah tahu kitab I’anatut Tholibin, maka berangkatlah K.Faqih Mas Kumambang ke Makkah dan niyat akan berguru ke Sayyid Bakry Syatho. Sayang, begitu K.Faqih Mas Kumambang sampai ke Hijaz pas wafatnya Pengarang kitab I’anah yg beliau kagumi itu.
K.Faqih nekad: “Kalau aku terlambat mengaji ke Sayyid Bakry Syatho maka aku harus berguru ke muridnya yg paling Alim”. Maka jatuhlah pilihan beliau berguru ke Syeikh Mahfudh At-Turmusiy”.
Konon, K.Mahfudh ini sama-sama mondok di Makkah dengan adiknya, K.Dimyathi. Begitu ada panggilan pulang ke Pacitan untuk meneruskan estafet kepemimpinan pesantren Termas, beliau berdua “kongkiren”. Mereka terpaksa harus diundi siapa yg harus pulang. Dan yg masih muqim di tanah harom harus berhasil menjadi Ulama’ yg Alim betul. Akhirnya, K.Dimyathi yg harus pulang dan K.Mahfudh yg masih tetap muqim di Makkah Mukarromah.
K.Mahfudz konsekwen. Beliau menetap di Makkah sampai alimnya tidak diragukan. Beliau menulis semua fan dari funun ilmu Agama. Beliau memang alim dan allround!. Beliau sangat produktif untuk mengarang. Diantara ta’lifat (karangan) beliau yg sangat dikagumi banyak kalangan adalah Manhaj Dzawin Nadhor(منهج دوى النظر). Karena kitab yg mensyarahi nadhom Alfiyah dalam fan Ushul Haditsnya Imam Suyuthi ini bisa menjelaskan maksud si Nadhim (Imam Suyuthi) dengan gambling sekali. Padahal Imam Suyuthi biasanya kalau mengarang kitab selalu disyarahi sendiri. Sebab gaya tulisan beliau memang sering bikin susah dan “kangelan” bagi yg menela’ahnya atau mensyarahinya. Kebanggaan bagi orang Jawa di masa itu karena punya Ulama’ di tanah harom yg menjadi rujukan bagi para santri, muqimin bahkan bagi Ulama’ yg lain.
Syeikh Mahfudz At-Turmusi punya putra K.Muhammad yg pulang ke Jawa, menikahi adiknya KH.Abdulloh Demak (menantu mbah Ma’shum Lasem). K.Muhammad punya putra K.Harir pengasuh Pesantren Tahfidhil Quran Betengan Demak. Diduga di Betengan ini banyak ta’lifat peninggalan Syeikh Mahfudh tersimpan.
Sekitar th 1979, K.Harir (almh) pernah ikut MTQ Internasional di Hotel Intercontinental Makkah bersama Muhajir dari PTIQ Jakarta. Kepala Dewan Jurinya (Almh) Abuya Sayyid Muhammad Alawy Al-Maliky, Gus Harir ketika itu juara no 7 Hifdhul Quran dan Muhajir juara 1 Tilawah. Tapi hadiyahnya masih lebih banyak Gus Harir. Belum hadiyah khusus dari Abuya Sayyid Muhammad. Karena Gus Harir dan Muhajir diundang khusus pinarak dipondok beliau ketika masih di Utaibiyah (sekarang pindah ke Rushoifah).
Sementara sang adik, K.Dimyathi, pulang ke Jawa, meneruskan estafet kepemimpinan pesantren. Pondok Pesantren Termas semasa beliau sangat top. Baik mutu pendidikan-nya, maupun barokahnya. Sehingga diyaqini: ”Barang siapa betah mondok di Termas sampai 3 tahun tidak pernah pulang sama sekali, maka dijamin menjadi orang alim yg barokah ilmunya”. K.Mas’ud – Sedan Rembang, adalah diantara khirrij (alumnus) Termas yg betah tidak pulang selama 3 th. Beliau adiknya mbah putri saya yg sangat ‘alim tapi sangat tawadlu’ dan “khumul” sekali. Sementara abah saya juga pernah ikut ngudi ilmu di mbah Dimyathi walaupun tidak sampai 3 th. Dan tentunya suatu kebanggaan yg optimal bagi Termas ketika Waliyulloh K.Hamid Pasuruan (asli Lasem) adalah salah seorang santri setianya mbah Dimyathi.
Rupanya K.Faqih Mas Kumambang ketika di Makkah bertepatan infansi dynasti Saud ke Hijaz. Beliau tahu bagaimana kekejaman tentara Saudy ketika banyak situs peninggalan Rosululloh SAW yg dimusnahkan karena dianggap khurofat, bid’ah atau syirk. Baca maulid (dayba’iy atau barzanjiy) dilarang. Bila ada yg bawa tasbih maka ditangkap dan dicopot kukunya (sekarang mulai raja sampai sopir pegang subhah semua), Dll. Sementara aqidah Wahabiy yg justru dianggap agak syirk oleh kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah, karena mereka mengatakan dengan kalam haqiqi tanpa ta’wil bahwa Alloh diatas langit dan bila turun ke langit dunia seperti turunnya seorang Khotib dari mimbar. Inilah yang disebut kelompok “Mujassimah”.
Maka setelah pulang ke Mas Kumambang Gresik dan beliau melihat sekelompok Muhammadiyah yg gampang mem-bid’ah-bid’ah-kan orang lain, K.Faqih menjadi geram. “Iki balane Wahabiy!” begitu kira-kira dalam “penggaleh” beliau. Jadi saking kelewat bencinya kepada kelompok ini, bila ada diantara orang Muhammadiyah yg bertamu kepada beliau, maka dicucilah kursinya setelah si tamu keluar.
Adalah K.Zubair putra K.Dahlan Sarang, yang baru pulang dari mukim di Makkah masih mau mondok lagi ke Mas Kumambang. Ini menunjukkan betapa tawadlu’ dan semangat belajarnya K.Zubair yg punya nama kecil Anwar (dipakai nama pesantrennya mbah Mun “Al-Anwar”), sehingga walaupun sudah alumni Makkah masih mau mondok lagi ke K.Faqih yg sangat terkenal allamah itu.
Kalau santri sekarang, umumnya sudah merasa final bila sudah pulang dari tanah haram ini. Kemudian mencoba membuka pesantren, kalau enggak jadi ya buka travel/ KBIH. Sebab dulu orang Arab kalau jumpa muqimin, bertanya: “Men Syaikhok?, Tadrus eh? (Siapa Gurumu?, Ngaji apa?). Tapi sekarang berubah: “Men Kafilak?, Tasyghul eh?(Siapa manjikanmu?, Kerja apa?).
Begitulah. Kehadiran K.Zubair menambah harumnya pesantren Mas Kumambang. Tapi konon K.Faqih ini memang keras orangnya. Kalau ada santri satu yg melanggar maka diusir semua santrinya. Sehingga beliau jarang hatam baca kitabnya. Akhirnya K.Zubair pamit minta izin pulang. K.Faqih hanya dawuh: “Yo Cung, pancen aku yen ngaji ora tau hatam” (Ya nak, memang aku kalau mengaji tidak pernah hatam). Akhirnya K.Zubair tak jadi boyong. K.Faqih memang sangat menyayangi K.Zubair, bahkan konon mau diambil menantu sendiri oleh K.Faqih. (Wallohu A’lam).
“Geting Nyanding”. Barang kali itu yg terjadi di Mas Kumambang. Salah seorang putranya yg dipondokkan ke Mesir kok pulangnya malah jadi Muhammadiyah. Menantunya, P.Najih, juga dedengkot Muhammadiyah. Demikian juga Ustadz Fatih (menantu P.Najih) juga tokoh Muhammadiyah. Yg aneh, Ustadz Fatih ini adalah putra Sedan-Rembang yg pernah mondok di Kajen setahun terus SMA di Tebuireng 3 tahun. Kemudian kuliyah di Yogya dan ketemu putrinya P.Najih disana.
Fatih pernah menjadi anggota DPRD Gresik (Fraksi PAN) dan konon paling semangat mengkritisi Bupati K.Robah yg NU itu. Sebenarnya antara pondok Dukun (K.Robah Ma’shum) dan Pondok Mas Kumambang masih ada krabat family juga. Sering Fatih yg putra K.Munawir, mantan Pengulu Sedan ini kalau sedang mudik ke Sedan bawa modil Dinas UNMUH Gresik lengkap dengan lambang almamater. Pemandangan yg bikin ngelus dada bagi sebahagian family Sedan lainnya. Kok mentolone . . . .
Pondok Mas Kumambang memang agak keterlaluan. Saking fanatic Muhammadiyah-nya maka pernah ada rombongan dari PWNU Jawa Timur mau ziyaroh ke makam K.Faqih, tidak diperkenankan. Dan makam salah seorang pendiri NU Gresik ini dibiarkan sangat kurang terawat. Tapi tidak berarti semua dzurriyah K.Faqih Mas Kumambang menjadi Muhammadiyah semuanya. Alm. P.Najid mantan Pengurus LP.Ma’arif NU Pusat di Jakarta juga salah seorang dzurriyyah K.Faqih Mas Kumambang!.
Harapan kita, semoga Gus-gus (Gawagis) anak cucu para ulama tersebut di atas (Termas, Demak, Sarang, Sedan juga Gresik) dan juga Gawagis dari pesantren yg lain bisa meneruskan perjuangan leluhurnya dan bisa mewarisi akhlaq karimah mereka (al maghfur lahum!). Seperti Ikhlas, nasyath (semangat/trengginas), tamassuk bid-din (berpegang teguh agama), tetap ahlus sunnah wal jamaah dan tidak kena firus liberal serta ‘iffah (wiki) dan mandiri !. Amiiin … Ya Mujibas Sailiin !.
DITULIS OLEH :
KH. AHMAD SADID JAUHARI/ PENGASUH PP. ASSUNNIYYAH KENCONG JEMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar