Pengertian dan Hukum Mukhabarah
Mukhabarah adalah bentuk kerja sama antara pemilik sawah /tanah dan penggarap
dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara pemilik tanah dan penggarap
menurut kesepakatan bersama, sedangkan biaya dan benihnya dari penggarap tanah.
Perbedaan antara muzara’ah dan mukhabarah hanya terletak pada benih
tanaman. Dalam muzara’ah benih tanaman berasal dari pemilik tanah, sedangkan
dalam mukhabarah, benih tanaman berasal dari pihak penggarap
Pada umumnya kerja sama mukhabarah ini dilakukan pada perkebunan yang
benihnya relatif murah, seperti padi, jangung dan kacang. Namun, tidak menutup
kemungkinan pada tanaman yang benihnya relatif murah pun dilakukan kerja sama
muzara’ah.
Hukum mukhabarah sama dengan muzara’ah, yaitu mubah (boleh). Landasan
hukum mukhabarah adalah sabda Nabi SAW yang sekira kira artinya:
“Dari Thawus r.a bahwa ia suka bermukhabarah.
Amru berkata: Lalu aku katakana kepadanya: Ya Abu Abdurrahman, kalau engkau
tinggalkan mukhabarah ini, nanti mereka mengatakan bahwa Nabi SAW telah
melarang mukhabarah. Lantas Thawus berkata: Hai Amr, telah menceritakan
kepadaku orang yang sungguh-sungguhmengetahui akan hal itu, yaitu Ibn Abbas
bahwa Nabi SAW tidak melarang mukhabarah itu, hanya beliau berkata: seseorang
memberi manfaat kepada saudaranya lebih baik dari pada ia mengambil manfaat itu
dengan upah tertentu”. (Hr. Muslim) .
G.
Zakat Muzara’ah dan Mukhabarah
Pada prinsipnya ketentuan wajib zakat itu dibebankan kepada orang mampu.
Dalam arti telah mempunyai harta hasil pertanian yang wajib dizakati( jika
telah sampai batas nisab). Maka dalam kerja sama seperti ini salah satu atau
keduanya (pemilik sawah/lading dan penggarap) membayar zakat bila telah nisab.
Jika dipandang dari siapa asal benih tanaman, maka dalam muzara’ah yang
wajib zakat adalah pemilik tanah, karena dialah yang menanam. Sedangkan
penggarap hanya mengambil upah kerja. Dalam mukhabarah, yang wajib zakat adalah
penggarap (petani), karena dialah hakikatnya yang menanam. Sedangkan pemilik
tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya. Jika benih berasal dari keduanya,
maka zakat diwajibkan kepada keduanya jika sudah senisab sebelum pendapatan
dibagi dua.
Menurut Yusuf Qardawi, jika pemilik itu menyerahkan penggarapan tanahnya
kepada orang lain dengan imbalan seperempat, sepertiga atau setengah hasil
sesuai dengan perjanjian, maka zakat dikenakan atas kedua bagian masing-masing
bila cukup senisab. Bila bagian salah seorang cukup senisab, sedangkan yang
seorang lagi tidak, maka zakat wajib bagi atas yang memiliki bagian yang cukukp
senisab, sedangkan yang tidak cukup senisab tidak wajib zakat. Tetapi Imam
Syafi’i, berpendapat bahwa keduanya dipandang satu orang, yang oleh karena itu
wajib secara bersama-sama menanggung zakatnya bila jumlah hasil sampai lima
wasaq: masing-masing mengeluarkan 10% dari bagiannya.
H.
Hikmah Muzara’ah dan Mukharabah[18]
Sebagian orang ada yang mempunyai binatang ternak. Dia mampu untuk
menggarap sawah dan dapat mengembangkannya, tetapi tidak memiliki tanah.
Adapula orang yang memiliki tanah yang subur untuk ditanami tetapi tidak punya
binatang ternak dan tidak mampu untuk menggarapnya. Kalau dijalin kerja sama
antara mereka, dimana yang satu menyerahkan tanah dan bibit, sedangkan yang
lain menggarap dan bekerja menggunakan binantangnya dengan tetap mendapatkan
bagian masing-masing, maka yang terjadi adalah kemakmuran bumi, dan semakin
luasnya daerah pertanian yang merupakan sumber kekayaan terbesar.
I.
Ringkasan Bab 6
1.
Secara etimologi, Musaqah berarti transaksi dalam pengairan. Secara
terminologi fiqh, musaqqah yaitu akad untuk pemeliharaan pohom kurma, tanaman
(pertanian) , dan lainnya dengan syarat-syarat tertentu. Atau penyerahan
sebidang kebun pada petani untuk digarap dan dirawat dengan ketentuan bahwa
petani mendapatkan bagian dari hasil kebun itu. Menurut kebanyakan ulama, hukum
musaqqah yaitu boleh atau mubah.
2.
Jumhur ulama fiqh berpendirian bahwa rukun musaqqah ada lima, yaitu:
a.
Dua orang/ pihak yang melakukan transaksi.
b.
Tanah yang dijadikan objek musaqqah.
c.
Jenis usaha yang akan dilakukan petani penggarap.
d.
Ketentuan mengenai pembagian hasil musaqqah.
e.
Sighat (ungkapan) ijab dan Kabul.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
masing-masing rukun sebagai berikut:
a.
Kedua belah pihak yang melakukan transaksi musaqqah harus orang yang
cakap nbertindak hukum, yakni dewasa (akil balig) dan berakal.
b.
Objek musaqqah itu harus terdiri atas pepohonan yang mempunyai buah.
c.
Lamanya perjanjian harus jelas.
Akad musaqqah berakhir apabila:
a.
Tenggang waktu yang disepakati dalam akad telah habis.
b.
Salah satu pihak meninggal dunia.
c.
Ada uzur yang membuat salah satu pihak tidak boleh melanjudkan akad.
3.
Hikmah Musaqqah, antara lain:
a.
Menghilangkan kemiskinan dari pundak orang-orang miskin sehingga dapat
mencukupi kebutuhannya.
b.
Saling tukar manfaat diantara manusia.
4.
Secara etimologi, muzara’ah berarti kerja sama dibidang pertanian antara
pihak pemilik tanah dan petani penggarap. Secara terminologi, muzara’ah ialah
pengolahan tanah oleh petani dengan imbalan hasil pertanian, sedangkan bibit
pertanian disediakan penggarap tanah. Dalam mukharabah, bibit yang akan ditanam
disediakan oleh penggarap tanah, sedangkan dalam al-muza’raah, bibit yang akan
ditanam boleh dari pemilik.
Antara muzara’ah dan musaqqah terdapat
persamaan dan perbedaan. Persamaannya ialah kedua-duanya merupakan akad
(perjanjian) bagi hasil. Adapun perbedaannya ialah: didalam musaqqah tanaman
telah ada tetapi memerlukan tenaga kerja untuk memeliharanya. Didalam
muzara’ah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh
penggarapnya. Kerja sama dalam bentuk muzaraah menurut kebanyakan ulama fiqh
hukumnya mubah (boleh) .
Rukun muzara’ah sebagai berikut:
a.
Pemilik tanah.
b.
Petani penggarap.
c.
Objek al-muza’raah, yaitu anytara manfaat tanah dan hasil kerja petani.
d.
Ijab dan Kabul.
Adapun syarat-syarat muzaraah sebagai berikut:
a.
Syarat yang menyangkut orang yang berakad: keduanya harus telah balig
dan berakal.
b.
Syarat yang menyangkut benih yang harus ditanam harus jelas, sehingga
benih yang akan ditanam itu jelas dan akan menghasilkan.
c.
Syarat yang menyangkut tanah pertanian sebagai berikut:
1)
Menurut adat dikalangan para petani, tanah itu boleh digarap dan
menghasilkan.
2)
Batas-batas tanah itu jelas.
3)
Tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada petani untuk digarap.
d.
Syarat-syarat yang menyangkut dengan hasil panen sebagai berikut:
1)
Pembagian hasil panen bagi masing-masing pihak harus jelas.
2)
Hasil itu benar-benar milik bersama orang yang berakad. Tanpa boleh ada
pengkhususan.
5.
Mukhabarah adalah bentuk kerja sama antara pemilik sawah /tanah dan
penggarap dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara pemilik tanah dan
penggarap menurut kesepakatan bersama, sedangkan biaya dan benihnya dari
penggarap tanah. Perbedaan antara muzara’ah dan mukhabarah hanya terletak pada
benih tanaman. Dalam muzara’ah benih tanaman berasal dari pemilik tanah,
sedangkan dalam mukhabarah, benih tanaman berasal dari pihak penggarap.
Hukum mukharabah sama dengan muzara’ah. Yaitu
mubah (boleh) .
6.
Pada prinsipnya ketentuan wajib zakat itu dibebankan kepada orang mampu.
Dalam arti telah mempunyai harta hasil pertanian yang wajib dizakati( jika
telah sampai batas nisab). Maka dalam kerja sama seperti ini salah satu atau
keduanya (pemilik sawah/lading dan penggarap) membayar zakat bila telah nisab.
Jika dipandang dari siapa asal benih tanaman,
maka dalam muzara’ah yang wajib zakat adalah pemilik tanah, karena dialah yang
menanam. Sedangkan penggarap hanya mengambil upah kerja. Dalam mukhabarah, yang
wajib zakat adalah penggarap (petani), karena dialah hakikatnya yang menanam.
Sedangkan pemilik tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya. Jika benih berasal
dari keduanya, maka zakat diwajibkan kepada keduanya jika sudah senisab sebelum
pendapatan dibagi dua.
7.
Sebagian orang ada yang mempunyai binatang ternak. Dia mampu untuk
menggarap sawah dan dapat mengembangkannya, tetapi tidak memiliki tanah.
Adapula orang yang memiliki tanah yang subur untuk ditanami tetapi tidak punya
binatang ternak dan tidak mampu untuk menggarapnya. Kalau dijalin kerja sama
antara mereka, dimana yang satu menyerahkan tanah dan bibit, sedangkan yang
lain menggarap dan bekerja menggunakan binantangnya dengan tetap mendapatkan
bagian masing-masing, maka yang terjadi adalah kemakmuran bumi, dan semakin
luasnya daerah pertanian yang merupakan sumber kekayaan terbesar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar