Home

Selasa, 16 November 2021

Pengertian dan Hukum Mukhabarah

 Pengertian dan Hukum Mukhabarah



            Mukhabarah adalah bentuk kerja sama antara pemilik sawah /tanah dan penggarap dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara pemilik tanah dan penggarap menurut kesepakatan bersama, sedangkan biaya dan benihnya dari penggarap tanah.

            Perbedaan antara muzara’ah dan mukhabarah hanya terletak pada benih tanaman. Dalam muzara’ah benih tanaman berasal dari pemilik tanah, sedangkan dalam mukhabarah, benih tanaman berasal dari pihak penggarap

            Pada umumnya kerja sama mukhabarah ini dilakukan pada perkebunan yang benihnya relatif murah, seperti padi, jangung dan kacang. Namun, tidak menutup kemungkinan pada tanaman yang benihnya relatif murah pun dilakukan kerja sama muzara’ah.

            Hukum mukhabarah sama dengan muzara’ah, yaitu mubah (boleh). Landasan hukum mukhabarah adalah sabda Nabi SAW yang sekira kira artinya:

“Dari Thawus r.a bahwa ia suka bermukhabarah. Amru berkata: Lalu aku katakana kepadanya: Ya Abu Abdurrahman, kalau engkau tinggalkan mukhabarah ini, nanti mereka mengatakan bahwa Nabi SAW telah melarang mukhabarah. Lantas Thawus berkata: Hai Amr, telah menceritakan kepadaku orang yang sungguh-sungguhmengetahui akan hal itu, yaitu Ibn Abbas bahwa Nabi SAW tidak melarang mukhabarah itu, hanya beliau berkata: seseorang memberi manfaat kepada saudaranya lebih baik dari pada ia mengambil manfaat itu dengan upah tertentu”. (Hr. Muslim) .

G.    Zakat Muzara’ah dan Mukhabarah

            Pada prinsipnya ketentuan wajib zakat itu dibebankan kepada orang mampu. Dalam arti telah mempunyai harta hasil pertanian yang wajib dizakati( jika telah sampai batas nisab). Maka dalam kerja sama seperti ini salah satu atau keduanya (pemilik sawah/lading dan penggarap) membayar zakat bila telah nisab.

            Jika dipandang dari siapa asal benih tanaman, maka dalam muzara’ah yang wajib zakat adalah pemilik tanah, karena dialah yang menanam. Sedangkan penggarap hanya mengambil upah kerja. Dalam mukhabarah, yang wajib zakat adalah penggarap (petani), karena dialah hakikatnya yang menanam. Sedangkan pemilik tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya. Jika benih berasal dari keduanya, maka zakat diwajibkan kepada keduanya jika sudah senisab sebelum pendapatan dibagi dua.

            Menurut Yusuf Qardawi, jika pemilik itu menyerahkan penggarapan tanahnya kepada orang lain dengan imbalan seperempat, sepertiga atau setengah hasil sesuai dengan perjanjian, maka zakat dikenakan atas kedua bagian masing-masing bila cukup senisab. Bila bagian salah seorang cukup senisab, sedangkan yang seorang lagi tidak, maka zakat wajib bagi atas yang memiliki bagian yang cukukp senisab, sedangkan yang tidak cukup senisab tidak wajib zakat. Tetapi Imam Syafi’i, berpendapat bahwa keduanya dipandang satu orang, yang oleh karena itu wajib secara bersama-sama menanggung zakatnya bila jumlah hasil sampai lima wasaq: masing-masing mengeluarkan 10% dari bagiannya.

H.    Hikmah Muzara’ah dan Mukharabah[18]

            Sebagian orang ada yang mempunyai binatang ternak. Dia mampu untuk menggarap sawah dan dapat mengembangkannya, tetapi tidak memiliki tanah. Adapula orang yang memiliki tanah yang subur untuk ditanami tetapi tidak punya binatang ternak dan tidak mampu untuk menggarapnya. Kalau dijalin kerja sama antara mereka, dimana yang satu menyerahkan tanah dan bibit, sedangkan yang lain menggarap dan bekerja menggunakan binantangnya dengan tetap mendapatkan bagian masing-masing, maka yang terjadi adalah kemakmuran bumi, dan semakin luasnya daerah pertanian yang merupakan sumber kekayaan terbesar.

I.       Ringkasan Bab 6

1.      Secara etimologi, Musaqah berarti transaksi dalam pengairan. Secara terminologi fiqh, musaqqah yaitu akad untuk pemeliharaan pohom kurma, tanaman (pertanian) , dan lainnya dengan syarat-syarat tertentu. Atau penyerahan sebidang kebun pada petani untuk digarap dan dirawat dengan ketentuan bahwa petani mendapatkan bagian dari hasil kebun itu. Menurut kebanyakan ulama, hukum musaqqah yaitu boleh atau mubah.

2.      Jumhur ulama fiqh berpendirian bahwa rukun musaqqah ada lima, yaitu:

a.       Dua orang/ pihak yang melakukan transaksi.

b.      Tanah yang dijadikan objek musaqqah.

c.       Jenis usaha yang akan dilakukan petani penggarap.

d.      Ketentuan mengenai pembagian hasil musaqqah.

e.       Sighat (ungkapan) ijab dan Kabul.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh masing-masing rukun sebagai berikut:

a.       Kedua belah pihak yang melakukan transaksi musaqqah harus orang yang cakap nbertindak hukum, yakni dewasa (akil balig) dan berakal.

b.      Objek musaqqah itu harus terdiri atas pepohonan yang mempunyai buah.

c.       Lamanya perjanjian harus jelas.

Akad musaqqah berakhir apabila:

a.       Tenggang waktu yang disepakati dalam akad telah habis.

b.      Salah satu pihak meninggal dunia.

c.       Ada uzur yang membuat salah satu pihak tidak boleh melanjudkan akad.

3.      Hikmah Musaqqah, antara lain:

a.       Menghilangkan kemiskinan dari pundak orang-orang miskin sehingga dapat mencukupi kebutuhannya.

b.      Saling tukar manfaat diantara manusia.

4.      Secara etimologi, muzara’ah berarti kerja sama dibidang pertanian antara pihak pemilik tanah dan petani penggarap. Secara terminologi, muzara’ah ialah pengolahan tanah oleh petani dengan imbalan hasil pertanian, sedangkan bibit pertanian disediakan penggarap tanah. Dalam mukharabah, bibit yang akan ditanam disediakan oleh penggarap tanah, sedangkan dalam al-muza’raah, bibit yang akan ditanam boleh dari pemilik.

Antara muzara’ah dan musaqqah terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya ialah kedua-duanya merupakan akad (perjanjian) bagi hasil. Adapun perbedaannya ialah: didalam musaqqah tanaman telah ada tetapi memerlukan tenaga kerja untuk memeliharanya. Didalam muzara’ah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh penggarapnya. Kerja sama dalam bentuk muzaraah menurut kebanyakan ulama fiqh hukumnya mubah (boleh) .

Rukun muzara’ah sebagai berikut:

a.       Pemilik tanah.

b.      Petani penggarap.

c.       Objek al-muza’raah, yaitu anytara manfaat tanah dan hasil kerja petani.

d.      Ijab dan Kabul.

Adapun syarat-syarat muzaraah sebagai berikut:

a.       Syarat yang menyangkut orang yang berakad: keduanya harus telah balig dan berakal.

b.      Syarat yang menyangkut benih yang harus ditanam harus jelas, sehingga benih yang akan ditanam itu jelas dan akan menghasilkan.

c.       Syarat yang menyangkut tanah pertanian sebagai berikut:

1)      Menurut adat dikalangan para petani, tanah itu boleh digarap dan menghasilkan.

2)      Batas-batas tanah itu jelas.

3)      Tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada petani untuk digarap.

d.      Syarat-syarat yang menyangkut dengan hasil panen sebagai berikut:

1)      Pembagian hasil panen bagi masing-masing pihak harus jelas.

2)      Hasil itu benar-benar milik bersama orang yang berakad. Tanpa boleh ada pengkhususan.

5.      Mukhabarah adalah bentuk kerja sama antara pemilik sawah /tanah dan penggarap dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara pemilik tanah dan penggarap menurut kesepakatan bersama, sedangkan biaya dan benihnya dari penggarap tanah. Perbedaan antara muzara’ah dan mukhabarah hanya terletak pada benih tanaman. Dalam muzara’ah benih tanaman berasal dari pemilik tanah, sedangkan dalam mukhabarah, benih tanaman berasal dari pihak penggarap.

Hukum mukharabah sama dengan muzara’ah. Yaitu mubah (boleh) .

6.      Pada prinsipnya ketentuan wajib zakat itu dibebankan kepada orang mampu. Dalam arti telah mempunyai harta hasil pertanian yang wajib dizakati( jika telah sampai batas nisab). Maka dalam kerja sama seperti ini salah satu atau keduanya (pemilik sawah/lading dan penggarap) membayar zakat bila telah nisab.

Jika dipandang dari siapa asal benih tanaman, maka dalam muzara’ah yang wajib zakat adalah pemilik tanah, karena dialah yang menanam. Sedangkan penggarap hanya mengambil upah kerja. Dalam mukhabarah, yang wajib zakat adalah penggarap (petani), karena dialah hakikatnya yang menanam. Sedangkan pemilik tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya. Jika benih berasal dari keduanya, maka zakat diwajibkan kepada keduanya jika sudah senisab sebelum pendapatan dibagi dua.

7.      Sebagian orang ada yang mempunyai binatang ternak. Dia mampu untuk menggarap sawah dan dapat mengembangkannya, tetapi tidak memiliki tanah. Adapula orang yang memiliki tanah yang subur untuk ditanami tetapi tidak punya binatang ternak dan tidak mampu untuk menggarapnya. Kalau dijalin kerja sama antara mereka, dimana yang satu menyerahkan tanah dan bibit, sedangkan yang lain menggarap dan bekerja menggunakan binantangnya dengan tetap mendapatkan bagian masing-masing, maka yang terjadi adalah kemakmuran bumi, dan semakin luasnya daerah pertanian yang merupakan sumber kekayaan terbesar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar