Hukum Kerja sama dalam Islam
A.
Kerja
sama ( syirkah )
1. Pengertian
kerja sama ( syirkah )
Syirkah menurut bahasa
berarti al-ikhtilath yang artinya campur atau percampuran. Maksud percampuran
disini ialah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga
tidak mungkin dibedakan.
Menurut istilah, yang
dimaksud dengan syirkah, para fuqaha berbeda pendapat sebagai berikut :
a. Menurut
Sayyid Sabiq, yang dimaksud syirkah adalah ialah :
عَقْدٌ بَيْنَ الْمُتَشَارِكَيْنِ فِيْ رَاْسِ الْمَالِ وَالرَّبْحِ
Akad antara dua orang berserikat pada
pokok harta (modal) dan keuntungan
b. Menurut
Syihab al-Din al-Qalyubi wa Umaira, yang dimaksud dengan syirkah ialah :
ثُبُوْتُ الْحَقِّ لِاثْنَيْنِ
فَأَكْثَرَ
Penetapan hak pada sesuatu bagi dua orang
atau lebih.
c. Idris
Ahmad menyebutkan syirkah sama dengan syarikat dagang, yakni dua orang atau
lebih sama-sama berjanji akan bekerja sama dalam dagang, dengan menyerahkan
modal masing-masing dimana keuntungan dan kerugian diperhitungkan menurut besar
kecilnya modal masing-masing.
2. Dasar
hukum kerja sama (Syirkah)
Dasar syari’ah konsep syirkah terdapat
dalam Al- Qur’an dan Sunnah.
a. Al-Qur’an
فَاِنْ كَانُوْٓا اَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاۤءُ
فِى الثُّلُثِ
Artinya : “Maka mereka berserikat pada
sepertiga (QS. An-Nisa’:12)
b.
Hadits
Adapun yang dijadikan
dasar hukum syirkah oleh para ulama adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Dawud dari Abi Hurairah dari Nabi Saw. Bersabda :
أَنَا
ثَالِثُ الشَّرِيْكَيْنِ مَالَمْ يَخُنْ اَحَدَهُمَا صَاحِبَهُ فَاِذَا خَانَهُ خَرَجْتُ
مِنْ بَيْنِهِمَا
Yang artinya : “ Aku
(Allah) jadi yang ketiga antara dua orang yang berserikat selamanya yang satu
tidak khianat kepada yang lain, apabila yang satu berkhianat kepada pihak yang
lain, maka keluarlah aku darinya.
يَدُ
اللّٰهِ عَلَى الشَّرِكَيْنِ مَالَمْ يَتَخَاوَنَا
Kekuasaan Allah senantiasa berada pada dua orang yang
bersekutu selama keduanya tidak berkhianat (HR. Bukhari dan Muslim)
c.
Ijma’
Ulama’ bersepakat bahwa
syirkah dibolehkan. Hanya saja mereka berbeda pendapat tentang jenisnya.
3.
Rukun dan Syarat
Kerja sama
Rukun syirkah diperselisihkan oleh para ulama’ menurut ulama’
hanafiyah bahwa rukun syirkah ada dua, yaitu ijab dan kabul sebab ijab kabul
(akad) yang menentukan adanya syirkah. Adapun yang lain seperti dua orang atau
pihak yang berakad.
Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah menurut hanafiyah
dibagi menjadi empat bagian barikut ini :
a.
Sesuatu yang
bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun dengan yang
lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat yaitu :
1.
Yang berkenaan
dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan.
2.
Yang berkenaan
dengan keuntungan, yaitu dengan pembagian dengan keuntungan harus jelas dan
dapat diketahui dua pihak, misalnya setengah, sepertiga dan yang lainnya.
b.
Sesuatu yang
bertalian dengan syirkah mal (harta) dalam hal initerdapat dua perkara yang
harus dipenuhi yaitu :
1.
Bahwa modal yang
dijadikan objek akad syirkah adalah ayat pembayaran (nuqud) seperti Junaih,
Riyal, Rupiah.
2.
Yang dijadikan
modal (harga pokok) ada ketika akad syikah dilakukan, baik jumlahnya sama
maupun berbeda.
c.
Sesuatu yang
bertalian dengan syirkah mufawadhah, bahwa dalam mufawadhah disyaratkan
1.
Modal (pokok
harta) dalam syirkah mufawadhah harus sama
2.
Bagi yang
bersyirkah ahli untuk kafalah
3.
Bagi yang
dijadikan objek akad disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli
atau perdagangan.
Dijelaskan
pula oleh Abdurrahman al-Jaziri bahwa rukun syirkah ada tiga yaitu
a) Dua
orang atau lebih yang berakad, harus memiliki kecakapan (ahliah) melakukan
tasharuf ( pengelolaan harta)
b) Shighat
(ijab dan kabul)
c) Objek
akad syirkah baik harta maupun kerja.
4. Macam-macam
syirakah
Para
ulma’ fiqih membagi syirkah kedalam dua bentuk, yaitu :syirkah al-Amlak (
perserikatan dalam kepemilikan) dan syirkah al-Uqud (perserikatan berdasarkan
akad)
a) Syirkah
al-Amlak
Syirkah dalam bentuk ini,
menuntut ulama’ fiqih adalah dua orang atau lebih memiliki harta bersama tanpa
melalui atau didahului oleh akad syirkah. Syirkah dalam kategori ini dibagi
menjadi dua bentuk, yaitu :
1)
Syirkah ikhtiyar
(perserikatan dilandasi pilihan orang yang berserikat), yaitu perserikatan yang
muncul akibat tindakan hukum orang yang berserikat seperti dua orang yang
bersepakat untuk membeli satu barang, atau mereka menerima pemberian hibah,
wasiat, atau wakaf dari orang lain, lalu menjadi milik mereka secara
berserikat.
2)
Syirkah jabar
(perserikatan muncul secara paksa, bukan atas keinginan orang yang berserikat)
yaitu sesuatu yang ditetapkan menjadi milik dua orang atau lebih, tanpa
kehendak dari mereka, seperti harta warisan yang mereka terima dari seseorang
yang wafat. Harta warisan itu menjadi milik bersama orang-orang yang menerima
warisan itu.
b) Syirkah
al-Uqud
Syirkah dalam bentuk ini
adalah akad yang disepakati dua orang atau lebih untuk mengikat dari dalam
perserikatan modal dan keuntungannya. Ulama’ Hanabilah membaginya menjadi lima,
yaitu :
1. Syirkah
al-‘Inan perserikatan dalam modal dalam suatu perdagangan yang dilakukan oleh
dua orang atau lebih dan keuntungannya dibagi bersama. Dalam hal ini ulama’
fiqih membuat kaidah :
الرَّبْحُ عَلَى مَا
شَرَطَا وَ الوَضِيْعَةُ عَلَى قَدْرِ مَالَيْنِ
Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan
kerugian sesuai dengan modal masing-masing pihak.
2. Syirkah
Mufawadhah yaitu perserikatan dua orang atau lebih pada satu objek, dengan
syarat masing-masing pihak memasukkan modal-modal yang sama jumlahnya, serta
melakukan tindakan hukum (kerja) yang sama, sehingga masing-masing pihak dapat
bertindak hukum atas nama orang-orang yang berserikat itu. Ulama Hanafiyah dan
Zaidiyah menyatakan bentuk perserikatan seperti ini dibolehkan. Alasan yang
mereka kemukakan adalah sabda Rasulullah saw. Yang berbunyi :
اِذَا تَفَاوَضْتُمْ
فَاَحْسِنُوْا الْمُفَاوَضَةَ...... فَاوَضُوْا فَاِنَّهُ أَعْظَمُ لِلْبَرَكَةِ
Jika kamu melaksanakan mufawaddah, maka
lakukanlah dengan cara yang baik….. dan lakukanlah mufawaddah, karena akad
seperti ini membawa berkah (HR. Ibnu Majah)
3. Syirkah
al-Wujuh, yaitu srikat yang dilakukan dua orang atau lebih yang tidak punya
modal sama sekali, dan mereka melakukan suatu pembelian dengan kredit serta
menjualnya dengan harga tunai, sedangkan keuntungan yang diperoleh dibagi
bersama.
4. Syirkah
al-Abdan / al-‘Amal, yaitu perserikatan yang dilaksanakan oleh dua pihak untuk
menerima suatu pekerjaan, seperti pandai besi, nelayan, servise alat
elektronik. Hasil atau imbalan yang diterima dari pekerjaan itu dibagi bersama
sesuai dengan kesepakatan mereka berdua. Ibnu Mas’ud berkata :
اِشْتَرَكْتُ أَنَا
وَعُمَرُ رَسَعْدٌ يَوْمَ بَدْرٍ فَأَصَابَ سَعْدٌ أَسِيْرَيْنِ وَلَمْ أَصِبْ أَنَا
وَعُمَرُ شَيْأً فَلَمْ يُنْكِرْ النَّبِيُّ ص. م. عَلَيْنَا
Artinya : “ Saya (Ibnu mas’ud) telah
bersekutu dengan umar dan Sa’ad pada waktu perang badar, kemudian sa’ad
mendapatkan dua tawanan perang, sedangkan aku dan umar tidak mendapatkannya.
Nabi saw tidak mengingkari (perbuatan) kami. (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu
majah, dari abu ubaidah dan Abdullah
5. Syirkah
al-Mudharabah yaitu persetujuan antara pemilik modal dengan seseorang pekerja
untuk mengelola uang dari pemilik modal dalam perdagangan tertentu yang
keuntungannya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama, sedangkan kerugian yang
diderita menjadi tanggung jawab pemilik modal saja.
5. Berakhirnya
syirkah
Syirkah akan berakhir apabila terjadi
hal-hal berikut:
a) Salah
satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnya sebab
syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah
pihak yang tidak ada kemestian untuk melaksanakan apabila salah satu pihak
tidak menginginkannya lagi.
b) Salah
satu pihak kehilangan kecakapan bertasharruf (keahlian mengelolah harta), baik
karena gila maupun karena alasan yang lainnya.
c) Salh
satu pihak meninggal dunia, tapi apabila anggota syirkah lebih dari dua orang,
yang batal hanyalah yang meninggal saja. Syirkah berjalan terus pada
anggota-anggota yang masih hidup. Apabila ahli waris anggota yang meninggal menghendaki
turut serta dalam syirkah tersebut, maka dilakukan perjanjian baru bagi ahli
waris yang bersangkutan.
d) Salah
sati pihak ditaruh dibawah pengampuan, baik karena boros yang terjadi pada
waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab lainnya.
e) Salah
satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang
menjadi saham syirkah, ped=ndapat ini dikmukakan oleh madzhab Maliki, Syafi’i,
dan Hambali.
f) Modal
anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atau nama syirkah. Bila modal
tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga tidak dapat
dipisah-pisahkan lagi, yang menanggung resiko adalah para pemiliknya sendiri .
6. Hikmah
syirkah
a) Terciptanya
kesejahteraan umum, dan menggalang kerja sama untuk saling menguntungkan antara
pihak-pihak yang bersyirkah.
b) Membantu
meluaskan ruang rezeki karena tidak merugikan secara ekonomi.
c) Dapat
memberikan kesempatan kepada pihak yang lemah ekonominya untuk bekerja sama
dengan pihak ekonomi yang lebih kuat.
d) Menciptakan
sebuah lapangan kerja dan dapat menampung tenaga kerja, sehingga akan dapat
mengurangi pengganguran.
e) Mengikuti
tali persaudaran dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar