Home

Minggu, 07 November 2021

Hukum Kerja sama dalam Islam

 Hukum Kerja sama dalam Islam 



Berikut adalah macam macam serta Hukum kerjasama dalam kacamata agama Islam 

A.    Kerja sama ( syirkah )

1.      Pengertian kerja sama ( syirkah )

Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya campur atau percampuran. Maksud percampuran disini ialah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin dibedakan.

Menurut istilah, yang dimaksud dengan syirkah, para fuqaha berbeda pendapat sebagai berikut :

a.     Menurut Sayyid Sabiq, yang dimaksud syirkah adalah ialah :

عَقْدٌ بَيْنَ الْمُتَشَارِكَيْنِ فِيْ رَاْسِ الْمَالِ وَالرَّبْحِ

Akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan

b.    Menurut Syihab al-Din al-Qalyubi wa Umaira, yang dimaksud dengan syirkah ialah :

ثُبُوْتُ الْحَقِّ لِاثْنَيْنِ فَأَكْثَرَ

Penetapan hak pada sesuatu bagi dua orang atau lebih.

c.    Idris Ahmad menyebutkan syirkah sama dengan syarikat dagang, yakni dua orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja sama dalam dagang, dengan menyerahkan modal masing-masing dimana keuntungan dan kerugian diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing.

2.      Dasar hukum kerja sama (Syirkah)

Dasar syari’ah konsep syirkah terdapat dalam Al- Qur’an dan Sunnah.

a.    Al-Qur’an

 فَاِنْ كَانُوْٓا اَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاۤءُ فِى الثُّلُثِ

Artinya : “Maka mereka berserikat pada sepertiga (QS. An-Nisa’:12)

 

b.    Hadits

Adapun yang dijadikan dasar hukum syirkah oleh para ulama adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abi Hurairah dari Nabi Saw. Bersabda :

أَنَا ثَالِثُ الشَّرِيْكَيْنِ مَالَمْ يَخُنْ اَحَدَهُمَا صَاحِبَهُ فَاِذَا خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا

Yang artinya : “ Aku (Allah) jadi yang ketiga antara dua orang yang berserikat selamanya yang satu tidak khianat kepada yang lain, apabila yang satu berkhianat kepada pihak yang lain, maka keluarlah aku darinya.

يَدُ اللّٰهِ عَلَى الشَّرِكَيْنِ مَالَمْ يَتَخَاوَنَا

Kekuasaan Allah  senantiasa berada pada dua orang yang bersekutu selama keduanya tidak berkhianat (HR. Bukhari dan Muslim)

c.    Ijma’

Ulama’ bersepakat bahwa syirkah dibolehkan. Hanya saja mereka berbeda pendapat tentang jenisnya.

3.      Rukun dan Syarat Kerja sama

      Rukun syirkah diperselisihkan oleh para ulama’ menurut ulama’ hanafiyah bahwa rukun syirkah ada dua, yaitu ijab dan kabul sebab ijab kabul (akad) yang menentukan adanya syirkah. Adapun yang lain seperti dua orang atau pihak yang berakad.

      Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah menurut hanafiyah dibagi menjadi empat bagian barikut ini :

a.       Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat yaitu :

1.    Yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan.

2.    Yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu dengan pembagian dengan keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak, misalnya setengah, sepertiga dan yang lainnya.

b.      Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta) dalam hal initerdapat dua perkara yang harus dipenuhi yaitu :

1.      Bahwa modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah ayat pembayaran (nuqud) seperti Junaih, Riyal, Rupiah.

2.      Yang dijadikan modal (harga pokok) ada ketika akad syikah dilakukan, baik jumlahnya sama maupun berbeda.

c.       Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadhah, bahwa dalam mufawadhah disyaratkan

1.      Modal (pokok harta) dalam syirkah mufawadhah harus sama

2.       Bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah

3.       Bagi yang dijadikan objek akad disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdagangan.

    

 

Dijelaskan pula oleh Abdurrahman al-Jaziri bahwa rukun syirkah ada tiga yaitu

a)      Dua orang atau lebih yang berakad, harus memiliki kecakapan (ahliah) melakukan tasharuf ( pengelolaan harta)

b)      Shighat (ijab dan kabul)

c)      Objek akad syirkah baik harta maupun kerja.

4.    Macam-macam syirakah

Para ulma’ fiqih membagi syirkah kedalam dua bentuk, yaitu :syirkah al-Amlak ( perserikatan dalam kepemilikan) dan syirkah al-Uqud (perserikatan berdasarkan akad)

a)    Syirkah al-Amlak

Syirkah dalam bentuk ini, menuntut ulama’ fiqih adalah dua orang atau lebih memiliki harta bersama tanpa melalui atau didahului oleh akad syirkah. Syirkah dalam kategori ini dibagi menjadi dua bentuk, yaitu :

1)        Syirkah ikhtiyar (perserikatan dilandasi pilihan orang yang berserikat), yaitu perserikatan yang muncul akibat tindakan hukum orang yang berserikat seperti dua orang yang bersepakat untuk membeli satu barang, atau mereka menerima pemberian hibah, wasiat, atau wakaf dari orang lain, lalu menjadi milik mereka secara berserikat.

2)        Syirkah jabar (perserikatan muncul secara paksa, bukan atas keinginan orang yang berserikat) yaitu sesuatu yang ditetapkan menjadi milik dua orang atau lebih, tanpa kehendak dari mereka, seperti harta warisan yang mereka terima dari seseorang yang wafat. Harta warisan itu menjadi milik bersama orang-orang yang menerima warisan itu.

b)   Syirkah al-Uqud

Syirkah dalam bentuk ini adalah akad yang disepakati dua orang atau lebih untuk mengikat dari dalam perserikatan modal dan keuntungannya. Ulama’ Hanabilah membaginya menjadi lima, yaitu :

1.      Syirkah al-‘Inan perserikatan dalam modal dalam suatu perdagangan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan keuntungannya dibagi bersama. Dalam hal ini ulama’ fiqih membuat kaidah :

الرَّبْحُ عَلَى مَا شَرَطَا وَ الوَضِيْعَةُ عَلَى قَدْرِ مَالَيْنِ

Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian sesuai dengan modal masing-masing pihak.

2.      Syirkah Mufawadhah yaitu perserikatan dua orang atau lebih pada satu objek, dengan syarat masing-masing pihak memasukkan modal-modal yang sama jumlahnya, serta melakukan tindakan hukum (kerja) yang sama, sehingga masing-masing pihak dapat bertindak hukum atas nama orang-orang yang berserikat itu. Ulama Hanafiyah dan Zaidiyah menyatakan bentuk perserikatan seperti ini dibolehkan. Alasan yang mereka kemukakan adalah sabda Rasulullah saw. Yang berbunyi :

اِذَا تَفَاوَضْتُمْ فَاَحْسِنُوْا الْمُفَاوَضَةَ...... فَاوَضُوْا فَاِنَّهُ أَعْظَمُ لِلْبَرَكَةِ

Jika kamu melaksanakan mufawaddah, maka lakukanlah dengan cara yang baik….. dan lakukanlah mufawaddah, karena akad seperti ini membawa berkah (HR. Ibnu Majah)

3.      Syirkah al-Wujuh, yaitu srikat yang dilakukan dua orang atau lebih yang tidak punya modal sama sekali, dan mereka melakukan suatu pembelian dengan kredit serta menjualnya dengan harga tunai, sedangkan keuntungan yang diperoleh dibagi bersama.

4.      Syirkah al-Abdan / al-‘Amal, yaitu perserikatan yang dilaksanakan oleh dua pihak untuk menerima suatu pekerjaan, seperti pandai besi, nelayan, servise alat elektronik. Hasil atau imbalan yang diterima dari pekerjaan itu dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan mereka berdua. Ibnu Mas’ud berkata :

اِشْتَرَكْتُ أَنَا وَعُمَرُ رَسَعْدٌ يَوْمَ بَدْرٍ فَأَصَابَ سَعْدٌ أَسِيْرَيْنِ وَلَمْ أَصِبْ أَنَا وَعُمَرُ شَيْأً فَلَمْ يُنْكِرْ النَّبِيُّ ص. م. عَلَيْنَا

Artinya : “ Saya (Ibnu mas’ud) telah bersekutu dengan umar dan Sa’ad pada waktu perang badar, kemudian sa’ad mendapatkan dua tawanan perang, sedangkan aku dan umar tidak mendapatkannya. Nabi saw tidak mengingkari (perbuatan) kami. (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu majah, dari abu ubaidah dan Abdullah

5.      Syirkah al-Mudharabah yaitu persetujuan antara pemilik modal dengan seseorang pekerja untuk mengelola uang dari pemilik modal dalam perdagangan tertentu yang keuntungannya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama, sedangkan kerugian yang diderita menjadi tanggung jawab pemilik modal saja.

5.    Berakhirnya syirkah

Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal berikut:

a)      Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnya sebab syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah pihak yang tidak ada kemestian untuk melaksanakan apabila salah satu pihak tidak menginginkannya lagi.

b)      Salah satu pihak kehilangan kecakapan bertasharruf (keahlian mengelolah harta), baik karena gila maupun karena alasan yang lainnya.

c)      Salh satu pihak meninggal dunia, tapi apabila anggota syirkah lebih dari dua orang, yang batal hanyalah yang meninggal saja. Syirkah berjalan terus pada anggota-anggota yang masih hidup. Apabila ahli waris anggota yang meninggal menghendaki turut serta dalam syirkah tersebut, maka dilakukan perjanjian baru bagi ahli waris yang bersangkutan.

d)      Salah sati pihak ditaruh dibawah pengampuan, baik karena boros yang terjadi pada waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab lainnya.

e)      Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi saham syirkah, ped=ndapat ini dikmukakan oleh madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali.

f)       Modal anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atau nama syirkah. Bila modal tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi, yang menanggung resiko adalah para pemiliknya sendiri .

6.    Hikmah syirkah

a)      Terciptanya kesejahteraan umum, dan menggalang kerja sama untuk saling menguntungkan antara pihak-pihak yang bersyirkah.

b)      Membantu meluaskan ruang rezeki karena tidak merugikan secara ekonomi.

c)      Dapat memberikan kesempatan kepada pihak yang lemah ekonominya untuk bekerja sama dengan pihak ekonomi yang lebih kuat.

d)      Menciptakan sebuah lapangan kerja dan dapat menampung tenaga kerja, sehingga akan dapat mengurangi pengganguran.

e)      Mengikuti tali persaudaran dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar