Ta'zir dalam Syareat Islam
Definisi Ta'zir : Secara bahasa ta’zir berarti
mendidik. Sedangkan dalam istilah syara’ ta’zir adalah hukuman bersifat
mendidik yang biasanya diterapkan atas dosa yang tidak ada hukuman had dan
kafarat.
Dosa yang Hukumannya Ta’zir
Biasanya yang dita’zir berdasarkan
ijtihad imam dengan penjara dan dera kurang dari had terendah adalah
kemaksiatan yang tidak ada hukuman had dan kafarat padanya. Misalnya adalah
kesaksian palsu.
Perbedaan Ta’zir dengan Had
1. Ta’zir diterapkan berbeda-beda
sesuai kondisi orangnya.
2. Ta’zir boleh mendapatkan
pembelaan dan ampunan.
3. Apabila cedera (mati) karena
ta’zir maka berhak mendapatkan kompensasi.
Sebagian ulama mengartikan ta’zir
sebagai hukuman yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak Allah dan hak
hamba yang tidak di tentukan Al-Qur’an dan Hadis. Ta’zir berfungsi memberikan
pengajaran kepada si terhukum dan sekaligus mencegahnya untuk tidak mengulangi
perbuatan serupa. Sebagian lain mengatakan sebagai sebuah hukuman terhadap
perbuatan maksiat yang tidak dihukum dengan hukuman had atau kafarat.
Pembagian jenis ta’zir
Berdasarkan hak yang dilanggar oleh
pelaku, Imam Muhammad Abu Zahrah membagi hukuman ta’zir menjadi dua, yaitu
sanksi ta’zir yang berkaitan dengan hak Allah dan sanksi ta’zir yang berkaitan
dengan pelanggaran hak manusia. Ia pun berpendapat:
Contoh beberapa pelanggaran yang
berkaitan dengan hak Allah dan pelakunya harus dihukum ta’zir, di antaranya
perbuatan bid’ah, pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW, perdagangan manusia,
berbisnis narkoba, manipulasi, riba, dan kesaksian palsu.
Contoh beberapa pelanggaran yang
berkaitan dengan hak manusia, seperti dalam kasus pembunuhan semi-sengaja. Di
samping adanya kewajiban pemberian diyat oleh pelaku kepada keluarga korban,
masih terdapat satu sanksi lagi berupa ta’zir untuk memelihara hak manusia.
demikian pula pemberlakuan hukuman ta’zir dalam masalah penganiayaan yang tidak
mungkin dihukum qishash. Contoh lainnya yaitu percobaan pembunuhan atau kasus
penyekapan.
Wahbah Al-Zuhaili juga mengemukakan
pernyataan sebagai berikut, ta’zir dapat terjadi pada setiap jarimah yang tidak
masuk dalam cakupan had dan kafarah, baik menyangkut pelanggaran terhadap hak
Allah seperti makan pada siang hari di bulan Ramadhan tanpa uzur, meninggalkan
shalat (menurut jumhur ulama), menjalankan praktik riba, melemparkan barang
najis atau berbahaya lain ke jalan-jalan umum. Ta’zir juga dapat berlaku pada
pelanggaran terhadap hak manusia, seperti mencium atau melakukan perbuatan
tidak senonoh, mencuri tetapi tidak mencapai nishab syar’I (satu dinar atau
sepuluh dirham) menurut Abu Hanifah, mencuri bukan dari tempat penyimpanannya,
berkhianat terhadap amanah, suap, qadzf dan mencaci atau menyakiti.
Dapat kita simpulkan bahwa pembagian
hukuman ta’zir terdiri atas dua macam, yaitu ta’zir yang berkaitan dengan
pelanggaran terhadap hak Allah dan ta’zir yang berkaitan dengan pelanggaran
terhadap hak manusia.
Ta’zir
Secara bahasa ta’zir berarti
mendidik. Sedangkan dalam istilah syara’ ta’zir adalah hukuman bersifat
mendidik yang biasanya diterapkan atas dosa yang tidak ada hukuman had dan
kafarat.
Dosa yang Hukumannya Ta’zir
Biasanya yang dita’zir berdasarkan
ijtihad imam dengan penjara dan dera kurang dari had terendah adalah
kemaksiatan yang tidak ada hukuman had dan kafarat padanya. Misalnya adalah
kesaksian palsu.
Perbedaan Ta’zir dengan Had
1. Ta’zir diterapkan berbeda-beda
sesuai kondisi orangnya.
2. Ta’zir boleh mendapatkan
pembelaan dan ampunan.
3. Apabila cedera (mati) karena
ta’zir maka berhak mendapatkan kompensasi.
Sebagian ulama mengartikan ta’zir
sebagai hukuman yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak Allah dan hak
hamba yang tidak di tentukan Al-Qur’an dan Hadis. Ta’zir berfungsi memberikan
pengajaran kepada si terhukum dan sekaligus mencegahnya untuk tidak mengulangi
perbuatan serupa. Sebagian lain mengatakan sebagai sebuah hukuman terhadap
perbuatan maksiat yang tidak dihukum dengan hukuman had atau kafarat.
Pembagian jenis ta’zir
Berdasarkan hak yang dilanggar oleh
pelaku, Imam Muhammad Abu Zahrah membagi hukuman ta’zir menjadi dua, yaitu
sanksi ta’zir yang berkaitan dengan hak Allah dan sanksi ta’zir yang berkaitan
dengan pelanggaran hak manusia. Ia pun berpendapat:
Contoh beberapa pelanggaran yang
berkaitan dengan hak Allah dan pelakunya harus dihukum ta’zir, di antaranya
perbuatan bid’ah, pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW, perdagangan manusia,
berbisnis narkoba, manipulasi, riba, dan kesaksian palsu.
Contoh beberapa pelanggaran yang
berkaitan dengan hak manusia, seperti dalam kasus pembunuhan semi-sengaja. Di
samping adanya kewajiban pemberian diyat oleh pelaku kepada keluarga korban,
masih terdapat satu sanksi lagi berupa ta’zir untuk memelihara hak manusia.
demikian pula pemberlakuan hukuman ta’zir dalam masalah penganiayaan yang tidak
mungkin dihukum qishash. Contoh lainnya yaitu percobaan pembunuhan atau kasus
penyekapan.
Wahbah Al-Zuhaili juga mengemukakan
pernyataan sebagai berikut, ta’zir dapat terjadi pada setiap jarimah yang tidak
masuk dalam cakupan had dan kafarah, baik menyangkut pelanggaran terhadap hak
Allah seperti makan pada siang hari di bulan Ramadhan tanpa uzur, meninggalkan
shalat (menurut jumhur ulama), menjalankan praktik riba, melemparkan barang
najis atau berbahaya lain ke jalan-jalan umum. Ta’zir juga dapat berlaku pada
pelanggaran terhadap hak manusia, seperti mencium atau melakukan perbuatan
tidak senonoh, mencuri tetapi tidak mencapai nishab syar’I (satu dinar atau
sepuluh dirham) menurut Abu Hanifah, mencuri bukan dari tempat penyimpanannya,
berkhianat terhadap amanah, suap, qadzf dan mencaci atau menyakiti.
Dapat kita simpulkan bahwa pembagian
hukuman ta’zir terdiri atas dua macam, yaitu ta’zir yang berkaitan dengan
pelanggaran terhadap hak Allah dan ta’zir yang berkaitan dengan pelanggaran
terhadap hak manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar