Home

Rabu, 20 Oktober 2021

Ta'zir dalam Syareat Islam

 Ta'zir dalam Syareat Islam



Definisi Ta'zir : Secara bahasa ta’zir berarti mendidik. Sedangkan dalam istilah syara’ ta’zir adalah hukuman bersifat mendidik yang biasanya diterapkan atas dosa yang tidak ada hukuman had dan kafarat.

Dosa yang Hukumannya Ta’zir

Biasanya yang dita’zir berdasarkan ijtihad imam dengan penjara dan dera kurang dari had terendah adalah kemaksiatan yang tidak ada hukuman had dan kafarat padanya. Misalnya adalah kesaksian palsu.

Perbedaan Ta’zir dengan Had

1. Ta’zir diterapkan berbeda-beda sesuai kondisi orangnya.

2. Ta’zir boleh mendapatkan pembelaan dan ampunan.

3. Apabila cedera (mati) karena ta’zir maka berhak mendapatkan kompensasi.

Sebagian ulama mengartikan ta’zir sebagai hukuman yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak Allah dan hak hamba yang tidak di tentukan Al-Qur’an dan Hadis. Ta’zir berfungsi memberikan pengajaran kepada si terhukum dan sekaligus mencegahnya untuk tidak mengulangi perbuatan serupa. Sebagian lain mengatakan sebagai sebuah hukuman terhadap perbuatan maksiat yang tidak dihukum dengan hukuman had atau kafarat.

Pembagian jenis ta’zir

Berdasarkan hak yang dilanggar oleh pelaku, Imam Muhammad Abu Zahrah membagi hukuman ta’zir menjadi dua, yaitu sanksi ta’zir yang berkaitan dengan hak Allah dan sanksi ta’zir yang berkaitan dengan pelanggaran hak manusia. Ia pun berpendapat:

Contoh beberapa pelanggaran yang berkaitan dengan hak Allah dan pelakunya harus dihukum ta’zir, di antaranya perbuatan bid’ah, pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW, perdagangan manusia, berbisnis narkoba, manipulasi, riba, dan kesaksian palsu.

Contoh beberapa pelanggaran yang berkaitan dengan hak manusia, seperti dalam kasus pembunuhan semi-sengaja. Di samping adanya kewajiban pemberian diyat oleh pelaku kepada keluarga korban, masih terdapat satu sanksi lagi berupa ta’zir untuk memelihara hak manusia. demikian pula pemberlakuan hukuman ta’zir dalam masalah penganiayaan yang tidak mungkin dihukum qishash. Contoh lainnya yaitu percobaan pembunuhan atau kasus penyekapan.

Wahbah Al-Zuhaili juga mengemukakan pernyataan sebagai berikut, ta’zir dapat terjadi pada setiap jarimah yang tidak masuk dalam cakupan had dan kafarah, baik menyangkut pelanggaran terhadap hak Allah seperti makan pada siang hari di bulan Ramadhan tanpa uzur, meninggalkan shalat (menurut jumhur ulama), menjalankan praktik riba, melemparkan barang najis atau berbahaya lain ke jalan-jalan umum. Ta’zir juga dapat berlaku pada pelanggaran terhadap hak manusia, seperti mencium atau melakukan perbuatan tidak senonoh, mencuri tetapi tidak mencapai nishab syar’I (satu dinar atau sepuluh dirham) menurut Abu Hanifah, mencuri bukan dari tempat penyimpanannya, berkhianat terhadap amanah, suap, qadzf dan mencaci atau menyakiti.

Dapat kita simpulkan bahwa pembagian hukuman ta’zir terdiri atas dua macam, yaitu ta’zir yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak Allah dan ta’zir yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak manusia.

Ta’zir

Secara bahasa ta’zir berarti mendidik. Sedangkan dalam istilah syara’ ta’zir adalah hukuman bersifat mendidik yang biasanya diterapkan atas dosa yang tidak ada hukuman had dan kafarat.

Dosa yang Hukumannya Ta’zir

Biasanya yang dita’zir berdasarkan ijtihad imam dengan penjara dan dera kurang dari had terendah adalah kemaksiatan yang tidak ada hukuman had dan kafarat padanya. Misalnya adalah kesaksian palsu.

Perbedaan Ta’zir dengan Had

1. Ta’zir diterapkan berbeda-beda sesuai kondisi orangnya.

2. Ta’zir boleh mendapatkan pembelaan dan ampunan.

3. Apabila cedera (mati) karena ta’zir maka berhak mendapatkan kompensasi.

Sebagian ulama mengartikan ta’zir sebagai hukuman yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak Allah dan hak hamba yang tidak di tentukan Al-Qur’an dan Hadis. Ta’zir berfungsi memberikan pengajaran kepada si terhukum dan sekaligus mencegahnya untuk tidak mengulangi perbuatan serupa. Sebagian lain mengatakan sebagai sebuah hukuman terhadap perbuatan maksiat yang tidak dihukum dengan hukuman had atau kafarat.

Pembagian jenis ta’zir

Berdasarkan hak yang dilanggar oleh pelaku, Imam Muhammad Abu Zahrah membagi hukuman ta’zir menjadi dua, yaitu sanksi ta’zir yang berkaitan dengan hak Allah dan sanksi ta’zir yang berkaitan dengan pelanggaran hak manusia. Ia pun berpendapat:

Contoh beberapa pelanggaran yang berkaitan dengan hak Allah dan pelakunya harus dihukum ta’zir, di antaranya perbuatan bid’ah, pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW, perdagangan manusia, berbisnis narkoba, manipulasi, riba, dan kesaksian palsu.

Contoh beberapa pelanggaran yang berkaitan dengan hak manusia, seperti dalam kasus pembunuhan semi-sengaja. Di samping adanya kewajiban pemberian diyat oleh pelaku kepada keluarga korban, masih terdapat satu sanksi lagi berupa ta’zir untuk memelihara hak manusia. demikian pula pemberlakuan hukuman ta’zir dalam masalah penganiayaan yang tidak mungkin dihukum qishash. Contoh lainnya yaitu percobaan pembunuhan atau kasus penyekapan.

Wahbah Al-Zuhaili juga mengemukakan pernyataan sebagai berikut, ta’zir dapat terjadi pada setiap jarimah yang tidak masuk dalam cakupan had dan kafarah, baik menyangkut pelanggaran terhadap hak Allah seperti makan pada siang hari di bulan Ramadhan tanpa uzur, meninggalkan shalat (menurut jumhur ulama), menjalankan praktik riba, melemparkan barang najis atau berbahaya lain ke jalan-jalan umum. Ta’zir juga dapat berlaku pada pelanggaran terhadap hak manusia, seperti mencium atau melakukan perbuatan tidak senonoh, mencuri tetapi tidak mencapai nishab syar’I (satu dinar atau sepuluh dirham) menurut Abu Hanifah, mencuri bukan dari tempat penyimpanannya, berkhianat terhadap amanah, suap, qadzf dan mencaci atau menyakiti.

Dapat kita simpulkan bahwa pembagian hukuman ta’zir terdiri atas dua macam, yaitu ta’zir yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak Allah dan ta’zir yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak manusia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar