Akad Istihna' - Beda Istishna' dengan Salam
Pengertian Istishna'
Lafal Istishna' berasal dari kata
shana'ah yang artinya membuat sesuatu. Kemudian ditambah alif, sin dan ta' menjadi Istishna'. Secara etimologi Istishna' artinya minta dibuatkan.
Sedangkan menurut terminology merupakan suatu kontrak jual beli antara penjual
dan pembeli dimana pembeli memesan barang dengan kriteria yang jelas dan
harganya yang dapat diserahkan secara bertahap atau dapat juga dilunasi. Sistem
Istishna' adalah system pembiayaan atas dasar pesanan, untuk kasus ini dimana
objek atau barang yang diperjual belikan belum ada. Menurut ulama fiqh
istishna' sama dengan salam dari segi objek pesanannya yaitu sama-sama dipesan
terlebih dahulu dengan ciri- ciri dan kriteria khusus, sedangkan perbedaannya
adalah jika salam pembayarannya dilakukan diawal sekaligus sedangkan Istishna' bisa dibayar di awal, angsuran dan bisa juga di akhir.
Transaksi jual beli
Istishna' merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam
kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Kedua belah pihak
bersepakat atas harga serta sistem pembayarannya,apakah pembayarannya dimuka,
melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai waktu pada masa yang akan datang.
Menurut jumhur fuqaha, jual beli
Istishna'merupakan suatu jenis khusus dari akad as-salam. Biasanya, jenis ini
digunakan dibidang manufaktur. Dengan demikian, ketentuan jual beli
Istishna' mengikuti ketentuan dan aturan jual beli as- salam.
Akad Istishna'adalah akad yang menyerupai
akad as-salam, karena bentuknya menjual barang yang belum ada (ma'dum) dan
sesuatu yang akan dibuat itu pada akad ditetapkan dalam tanggungan pembuat
sebagai penjual.
Sebagai bentuk jual beli, Istishna' mirip dengan salam. Namun, ada beberapa perbedaan diantaranya adalah :
1. Objek as-salam
selalu barang yang harus diproduksi, sedangkan objek Istishnabisa untuk barang
apa saja, baik harus diproduksi lebih dahulu maupun tidak diproduksi lebih
dahulu.
2. Harga dalam akad salam harus dibayar penuh
dimuka, sedangkan harga dalam Istishnatidak harus dibayar penuh dimuka
melainkan dapat juga dicicil atau dibayar dibelakang.
3. Akadas-salam tidak dapat diputuskan secara
sepihak, sementara dalam Istishna akad dapat diputuskan sebelum perusahaan
mulai memproduksi.
4. Waktu
penyerahan tertentu merupakan bagian penting dari akad as- salam, namun dalam
akad Istishna' tidak merupakan keharusan.
Ø
Rukun Jual Beli Istishna'
Rukun dari Istishna' yang harus terpenuhi dalam
transaksi ada beberapa hal, yaitu:
a. Pelaku akad,
yaitu mustashni' (pembeli) adalah pihak yang membutuhkan dan memesan barang,
dan shani' (penjual) adalah pihak yang memproduksi barang pesanan.
b. Objek akad, yaitu barang (mashnu') dengan
spesifikasinya dan harganya.
c. Shighot yaitu
ijab dan qabul.
Ø
Syarat Jual Beli Istishna'
Syarat jual beli Istishna' menurut pasal 104 s/d pasal 108 kompilasi
hukum ekonomi syariah adalah sebagai berikut:
a. Jual beli
Istishna' mengikat setelah masing-masing pihak sepakat atas barang yang
dipesan.
b. Jual beli
Istishna' dapat dilakukan pada barang yang bias dipesan.
c. Dalam jual beli
Istishna' identifikasi dan deskripsi barang yang dijual harus sesuai permintaan
pemesan.
d. Pembayaran
dalam jual beli Istishna' dilakukan pada waktu
dan tempat yang disepakati.
e. Setelah akad
jual beli pesanan mengikat, tidak boleh satu pun tawar menawar kembali terhadap
isi akad yang sudah disepakati.
f. Jika objek dari
barang pesanan tidak sesuai dengan spesifikasi, maka pesanan dapat menggunakan
hak pilihan (khiyar) untuk melanjutkan atau membatalkan pesanan.
Adapun syarat yang diajukan ulama untuk memperbolehkannya transaksi jual
beli system pesanan adalah:
1. Adanya
kejelasan jenis, ukuran, macam dan sifat barang karena ia merupakan objek
transaksi yang harus diketahui spesifikasinya.
2. Merupakan
barang yang biasa ditransaksikan atau berlaku dalam hubungan antar manusia.
Dalam arti, barang tersebut bukanlah barang aneh yang tidak dikenal dalam
kehidupan manusia.
3. Tidak boleh
adanya penentuan jangka waktu, jika jangka waktu penyerahan barang ditetapkan,
maka kontrak ini akan berubah menjadi akad as-salam, menurut pandangan Abu
Hanifah.
Ø
Dasar Hukum Jual Beli Istishna'
Secara umum landasan syariah yang berlaku pada jual
beli salam juga berlaku pada jual beli Istishna', sungguh demikian, para ulama
membahas lebih lanjut keabsahan jual beli Istishna' dengan penjelasan sebagai
berikut. Menurut mazhab Hanafi, jual beli Istishna' termasuk akad yang dilarang.
Mereka mendasarkan pada argumentasi bahwa pokok kontrak jual penjualan harus
ada dan dimiliki penjual. Meskipun demikian, mazhab Hanafi menyetujui kontrak
jual beli Istisna' atas dasar Istihsankarena alasan berikut ini.
1. Masyarakat
telah mempraktekan jual beli Istishna' secara luas dan terus menerus tanpa ada
keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan Istishna' sebagai kasus Ijma' atau consensus umum.
2. Jual beli
Istishna' sah sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan kontrak selama tidak
bertentangan dengan al-Quran dan as- Sunnah.
3. Keberadaan jual
beli Istishna' berdasarkan kebutuhan masyarakat. Banyak yang sering terjadi
barang yang tidak tersedia dipasar sehingga mereka cenderung melakukan kontrak
agar orang lain membuatkan barang untuk mereka.
4. Didalam syariah
dimungkinkan adanya penyimpanan terhadap qiyas bedasarkan ijma' ulama.
Dalam buku fiqh muamalah oleh Ahmad Wardi Muslich, dijelaskan
bahwa menurut Malikiyah, Syafi' iyah dan Hanabilah, akad Istishna' dibolehkan
atas dasar akad as-salamdan kebiasaan manusia. Syarat-syarat yang berlaku pada
salam juga berlaku untuk Istishna'. Diantara syarat tersebut adalah penyerahan
seluruh harga (alat pembayaran) didalam majlis akad, seperti halnya akad salam,
menurut Syafi'iyah Istishna' itu hukumnya sah, baik masa penyerahan barang
dibuat (dipesan) ditentukan atau tidak, termasuk apabila diserahkan secara
tunai.
Sebagian fuqaha kontemporerberpendapat bahwa jual
beli Istishna' adalah sah atas dasar qiyas dan aturan umum syariah karena itu
memang jual beli biasa dan si penjual akan mampu mengadakan barang tersebut
pada saat penyerahan. Demikian juga terjadinya kemungkinan perselisihan atas
dasar jenis dan kualitas suatu barang dapat di minimalkan dengan pencantuman
spesifikasi dan ukuran- ukuran serta bahan material pembuatan barang tersebut.
Ø
Dalil yang mempebolehkan Istishna' adalah sebagai
berikut:
1.
Landasan al-Quran
Dalam masalah-masalah yang
berhubungan dengan persoalan ibadah, al- Quran mengatur dan memberikan secara
rinci. Sementara dalam masalah-masalah muamalah, al-Quran memberikan gambaran
secara global (umum), termasuk juga dalam masalah jual beli dengan Istishna.
Allah Swt berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 282:
يآَيُّهَاالَّذِيْنَ
أمَنُوْاإِذَاتَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَكْتُبُوْهُ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
(Q.S. Al-Baqarah : 282).
Dari ayat diatas telah jelas
dikemukakan dalam Islam pelaksanaan jual beli Istishna bahwa pembeli membayar
pada masa penangguhan yang terlebih dahulu disepakati kapan pembayaran
dilakukan. Maka diharuskan menuliskannya dan adanya kesaksian dari kesepakatan
yang dilakukan kedua belah pihak, maka jika memungkinkan harus disaksikan oleh
dua orang saksi. Hali ini dikarenakan jikakedua belah pihak dapat dipercaya
atau terkadang salah satunya meninggal dunia, sehingga tidak dapat diketahui
lagi pihak penjual ataspembeli dan sebaliknya.
2. Landasan As-Sunnah
Nabi Muhammad SAW bersabda:
الْقَاسِمِ عَنْ عَبْدِالرَّحْمَن بْن دَاوُدَعَنْ
صَالِحِ بْن صُهَيْبٍ عَنْ أبيهِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ الّلهِ صَلَّى الّلهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاَثُ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ الْبَيْعُ إِلَى أَجَلِ
وَالْمُقَارَضَةُ وَأخْلَاطُ الْبُرِّبِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لَالِلْبَيْع
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin
Ali Al Khallal berkata, telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Tsabit Al Bazzar
berkata, telah menceritakan kepada kami Nashr bin Al Qasim dari 'Abdurrahman
bin Dawud dari Shalih bin Shuhaib dari Bapaknya ia berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tiga hal yang di dalamnya terdapat
barakah; jual beli yang memberi tempo, peminjaman, dan campuran gandum dengan
jelai untuk di konsumsi orang-orang rumah bukan untuk dijual.(H.R. Ibnu Majah).
3. Landasan Ijma'
Menurut mazhab Hanafi, jual beli
Istishna' termasuk akad yang dilarang karena secara qiyasi (prosedur analogi)
bertentangan dengan semangat jual beli dan juga termasuk jual beli madum (jual
beli yang masih belum ada). Dalam jual beli kontrak penjualan harus ada dan
dimiliki oleh penjual. Sementara dalam Istishna' pokok kontrak itu belum ada
atau tidak dimiliki penjual. Meskipun demikian, mazhab Hanafi menyetujui
kontrak Istishna' atas dasar Istihsan (menganggapnya baik) karena alasan
sebagai berikut:
a. Masyarakat
telah mempraktekan jual beli Istishna' secara luas dan terus menerus tanpa ada
keberatan sama sekali. Hal inilah yang melatar belakangi perbedaan ulama dalam
menghukumi jual beli Istishna'.
b. Didalam syariah
dimungkinkan adanya penyimpangan terhadap qiyas, dan hal ini telah menjadi
konsensus ulama (sudah ijma').
c. Keberadaan jual
beli Istishna, didasarkan atas kebutuhan masyarakat. Banyak orang memerlukan
barang yang tidak tersedia dipasar, sehingga mereka cendrung melakukan kontrak
agar orang lain membuatkan barang yang diperlukan tersebut.
d. Jual beli
Istishna, sah sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan kontrak selama tidak
bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah.
Ø
Contoh Transaksi dengan Akad Istishna
Pada dasarnya akad istishna adalah kegiatan
pemesanan suatu produk kepada produsen produk tersebut. Kalau didengar sekilas,
mungkin Anda akan membayangkan istishna berlaku untuk barang kerajinan saja,
namun sebenarnya banyak juga transaksi akad istishna yang ada tanpa disadari.
Contoh Rumah. Rumah apabila dipesan sesuai dengan
keinginan Anda, termasuk dalam akad istishna. Misalnya, ingin rumah dengan 3 kamar,
desainnya minimalis, dan ada kolam renangnya.
Ø
Hikmah-Hikmah Jual Beli Istishna'
Setiap apapun yang disyariatkan Allah dan Rasul-Nya
pasti mempunyai hikmah-hikmah yang terkandung didalamnya. Akan tetapi, karena
kesibukan manusia itu sendiri, terkadang manusia tidak pernah merasakan hikmah
yang terkandung di dalamnya. Manusia tidak biasa menyingkap rahasia dari apa
yang telah Allah SWT isyaratkan. Tidak jarang manusia menganggap bahwa jika apa
yang terjadi pada dirinya tidak sesuai dengan harapan, maka mereka terkadang
menganggap Allah SWT tidak adil atau hal-hal lainnya yang semuanya itu bisa
menutup pintu dibukanya rahmat. Begitu pun hikmah yang terkandung dalam sistem
jual beli Istishna' (pesanan) adalah :
1. Untuk
mempermudah manusia dalam bermuamalat.
2. Untuk
mensejahterakan ekonomi manusia.
3. Merupakan
kebutuhan masyarakat yang memerlukan barang yang tidak
3.tersedia
dipasar.
Orang yang mempunyai perusahaan seringkali butuh uang untuk memenuhi kebutuhan perusahaannya, bahkan sewaktu-waktu bisa menjadi kendala atas kemajuan perusahaan.Sebagai media tolong-menolong antara manusia yang satu dengan yang lainnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar