Rabu, 04 September 2024

Pemimpin yang tidak Selamat

Hukum Pemimpin yang tidak care terhadap Masyarakatnya


Sahabat gudang da'i Ketika manusia hidup di dunia, pasti mendapat amanah, baik berupa diri pribadi, keluarga, ataupun jabatan. Bahkan menjalani kehidupan di dunia ini adalah amanah yang harus dijalankan setiap manusia... 

Amanah menjalani kehidupan adalah untuk melaksanakan kewajiban syariat yang Allah Azza wa Jalla bebankan kepada setiap hamba-Nya. Tentu sangat berat untuk ditunaikan oleh manusia. Allah Azza wa Jalla telah menawarkan kepada langit, bumi, dan gunung. Ternyata semua enggan memikulnya. Karena beratnya pertanggungjawaban di hari Kiamat kelak...

Allah Azza wa Jalla berfirman,

ﺇِﻧَّﺎ ﻋَﺮَﺿْﻨَﺎ ﺍْﻷَﻣَﺎﻧَﺔَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍﻷﺭْﺽِ ﻭَﺍﻟﺠِﺒَﺎﻝِ ﻓَﺄَﺑَﻴْﻦَ ﺃَﻥْ ﻳَﺤْﻤِﻠْﻨَﻬَﺎ ﻭَﺃَﺷْﻔَﻘْﻦَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻭَﺣَﻤَﻠَﻬَﺎ ﺍﻹِﻧْﺴَﺎﻥُ ﺇِﻧَّﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﻇَﻠُﻮْﻣًﺎ ﺟَﻬُﻮْﻻ

“Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi, gunung-gunung. Maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu, mereka khawatir akan mengkhianatinya. Dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72)

Sejatinya, kesanggupan manusia memikul tanggung jawab berat ini adalah tindakan membahayakan. Karenanya manusia disebut makhluk yang menzalimi diri sendiri dan _jahil_(bodoh). Tidak sadar dengan kemampuannya sendiri... 

Namun manusia dapat bangkit dan mengambil petunjuk langsung dari Sang Pencipta. Tunduk patuh kepada kehendak Allah Azza wa Jalla dengan kepasrahan sepenuh jiwa. Ketika itulah manusia telah sampai pada kedudukan yang mulia. Menjelma istimewa di antara makhluk Allah Azza wa Jalla lainnya. Semua hanya karena ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla semata...

Menjaga dan menunaikan amanah tentu sangat berat. Terlebih amanah kepemimpinan. Maka sejatinya tidak akan ada yang berlomba-lomba untuk mendapatkan amanah ini... 

Sungguh berbanding terbalik dengan kondisi saat ini. Begitu banyak orang yang berambisi untuk menjadi pemimpin dengan menghalalkan segala cara. Bahkan yang sudah berhasil mendapatkannya  maka ia berusaha mempertahankannya pada periode kepemimpinan berikutnya. Bila perlu dibagikanlah kepada anak dan keturunannya. Karena bagi mereka, jabatan bukan lagi sekadar amanah. Tapi sebuah capaian kebanggaan dan kesuksesan... 

Kepemimpinan adalah amanah. Siapa saja yang memegang amanah kepemimpinan ini pasti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Azza wa Jalla di akhirat kelak...

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

فَاْلإمَامُ رَاعٍ وَ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Seorang imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Hakikat kepemimpinan tercermin dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,

سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ

“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR. Abu Nu‘aim)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, 

مَا مِنْ عَبْدٍ اسْتَرْعَاهُ اللَّهُ رَعِيَّةً فَلَمْ يَحُطْهَا بِنَصِيحَةٍ إِلَّا لَمْ يَجِدْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ

“Tidak seorang hamba pun yang diserahi oleh Allah untuk memelihara urusan rakyat, lalu dia tidak melingkupi rakyat dengan nasihat (kebaikan), kecuali ia tidak akan mencium bau surga.” (HR. Al-Bukhari)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,

مَا مِنْ وَالٍ يَلِي رَعِيَّةً مِنْ الْمُسْلِمِينَ فَيَمُوتُ و َهُوَ غَاشٌّ لَهُمْ إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

“Tidaklah seorang penguasa diserahi urusan kaum Muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan mereka, kecuali Allah mengharamkan surga untuk dirinya.” 

(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Karena itu generasi _salafush-shalih_ pada masa lalu umumnya khawatir bahkan takut dengan amanah kepemimpinan (kekuasaan). Apalagi mereka sangat memahami sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الْإِمَارَةِ وَإِنَّهَا سَتَكُونُ نَدَامَةً وَحَسْرَةً

“Kalian begitu berhasrat atas kekuasaan, sementara kekuasaan itu pada Hari Kiamat kelak bisa berubah menjadi penyesalan dan kerugian.” 

(HR. Nasa’i dan Ahmad)

Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa menjalankan kekuasaan dan jabatan dengan penuh amanah, berlaku adil, melayani, mengayomi, melindungi dan mensejahterakan umat untuk meraih ridha-Nya..

Selasa, 03 September 2024

Sombong dan Angkuh

Kenapa Harus Sombong???


Sahabat gudang da'i Seandainya saja setiap kita tahu bahwa kita tidak memiliki apa-apa di dunia, maka kita tidak akan pernah sombong...

Seandainya saja kita tahu bahwa apa-apa yang dianggap milik adalah hanya sebuah titipan, maka kita akan sadar diri. Ingat, segala hal yang kita punya saat ini hanyalah titipan Allah Azza wa Jalla, pasti, cepat atau lambat kita akan berpisah dengannya. Maka cintailah segala hal yang ada pada hidup kita karena Allah Azza wa Jalla. Sehingga, bila ketetapan-Nya datang, kita tak akan menolak dan terus meratap. Melainkan, bersedih sekadarnya dalam sebuah penerimaan. Karena kita yakin, tidak ada ketentuan terbaik selain takdir yang Allah Azza wa Jalla berikan...

Al-Qur’an telah menjelaskan bahwasannya seluruh alam beserta isinya ini adalah milik Allah Azza wa Jalla, sebagaimana firman-Nya.

أَلا إِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَلا إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ

”Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di bumi. Ingatlah, sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya.” 

(QS. Yunus: 55)

Semua yang kita miliki, baik harta, tahta hingga pasangan yang kita kasihi adalah titipan Allah Azza wa Jalla. Suatu saat entah kapan, bagaimana dan di mana, semua itu akan kembali kepada Allah Azza wa Jalla, begitupun diri kita sendiri...

Sadarkah bagaimana jika semua yang kita miliki hilang semuanya saat ini juga? Apa yang akan kita lakukan jika semua yang ada dalam genggaman kita lepas tanpa pernah kita duga? Sering kita lupa akan hal itu. Akibatnya kita sombong, merasa yang paling kuat, paling kuasa dan berbuat zalim dan sewenang-wenang. Padahal di dunia ini, kita tak pernah memiliki apa-apa untuk selamanya. Betapa diri ini seringkali sombong terhadap hal-hal yang sebenarnya sangat tak layak untuk disombongkan. Betapa sering diri ini lupa diri membangga-banggakan sesuatu yang seharusnya lebih baik disyukuri bukan dipamer-pamerkan. Dan seringkali diri ini lupa bahwa semuanya hanyalah titipan dari-Nya...

Pada hakikatnya, manusia dikaruniai oleh Allah Azza wa Jalla harta  dan tahta adalah sebagai titipan dan amanah yang harus dipergunakan sebagaimana mestinya. Hal ini dijelaskan dalam firman-Nya,

آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ

”Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan sebagian dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” 

(QS. Al-Hadid: 7)

Harta merupakan perhiasan dunia yang Allah Azza wa Jalla jadikan sebagai salah satu ujian keimanan atau cobaan bagi manusia, sebagaimana firman-Nya,

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلا

”Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” 

(QS. Al-Kahfi: 46)

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

”Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” 

(QS. Al-Anfaal: 28)

Allah Azza wa Jalla telah menciptakan manusia dalam tabiat cinta terhadap harta. Akan tetapi, Allah Azza wa Jalla mencela pada orang yang berlebihan mencintai harta hingga menyebabkan dirinya menjadi seorang yang bakhil, sombong, dan lupa terhadap Allah Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla telah berfirman mengenai hal tersebut,

وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا

”Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” 

(QS. Al-Fajr: 20)

إِنَّ الإنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ * وَإِنَّهُ عَلَى ذَلِكَ لَشَهِيدٌ * وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ

”Dan sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya. Dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan sendiri keingkarannya. Dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.” 

(QS. Al-‘Aadiyaat: 6-8)

كَلا إِنَّ الإنْسَانَ لَيَطْغَى * أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى

”Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena melihat dirinya serba cukup.” 

(QS. Al-‘Alaq: 6-7)

وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الأرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ

”Dan jikalau Allah melapangkan rizki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi. Tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” 

(QS. Asy-Syuura: 27)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

”Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” 

(QS. Al-Munafiquun: 9)

Cinta yang berlebihan terhadap harta dan tahta menyebabkan kita lupa mati sampai diri kita dibungkus kain kafan dan dimasukkan ke liang lahat. Allah Azza wa Jalla telah berfirman,

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ * حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ * كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ * ثُمَّ كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ * كَلا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ * لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ * ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ * ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ

”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui akibat perbuatanmu itu, dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul-yaqiin. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan yang kamu megah-megahkan di dunia itu.” 

(QS. At-Takaatsur: 1-8)

وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ * الَّذِي جَمَعَ مَالا وَعَدَّدَهُ * يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ

”Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya.” 

(QS. Al-Humazah: 1-3)

Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa menjaga setiap amanah titipan dari Allah Azza wa Jalla dengan sebaik-baiknya dan memperoleh RidloNya

Rabu, 28 Agustus 2024

Ilmu Hilang ini yang terjadi

Jika Ilmu Hilang Dari diri seorang Hamba


Apa yang terjadi jika Ilmu Hilang pada diri seorang manusia??

Sahabat gudang da'i Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan orang-orang lemah yang bersikap diam atas kezaliman dan tidak mencegah orang yang berbuat zalim dengan siksa Allah Azza wa Jalla yang akan mengenai mereka semua, tidak ada di antara mereka yang luput,


إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الظَّالِمَ فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمْ اللَّهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ


"Sesungguhnya apabila manusia melihat orang zalim dan mereka tidak mencegahnya dari kezaliman, maka Allah akan menimpakan siksa atas mereka semua."


(HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Nasa'i)


Allah Azza wa Jalla  berfirman,


وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ


“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” 


(QS. Al Anfal: 25)


Azab Allah Azza wa Jalla itu sangatlah pedih. Jika azab itu diturunkan di suatu tempat, maka ia akan menimpa semua orang yang ada di tempat tersebut, baik orang shaleh ahli ibadah maupun ahli maksiat...


Dalam ayat ini, Allah Azza wa Jalla memperingatkan kaum Mukminin agar senantiasa membentengi diri mereka dari siksa tersebut dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, serta menyeru manusia kepada kebaikan dan melarang mereka dari kemungkaran...


Sebab, jika mereka meninggalkan amar ma'ruf nahi munkar, maka kemungkaran akan menyebar dan kerusakan akan meluas. Bila kondisi sudah demikian, maka azab pun akan diturunkan kepada seluruh masyarakat. Di antara kerusakan yang timbul akibat meninggalkan amar ma'ruf nahi munkar adalah para pelaku maksiat dan dosa akan semakin berani untuk terus melakukan perbuatan nistanya, sehingga sedikit demi sedikit akan sirnalah cahaya kebenaran dari tengah-tengah umat manusia... 


Sebagai gantinya, maksiat akan merajalela, keburukan dan kekejian akan terus bertambah, dan pada akhirnya tidak mungkin lagi untuk dihilangkan. Perbuatan munkar akan menjadi baik dan indah di mata khalayak ramai, kemudian mereka pun akan menjadi pengikut para pelaku maksiat. Salah satu sebab hilangnya ilmu dan tersebarnya kebodohan... 


Allah Azza wa Jalla berfirman,


وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً


"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.


(QS. Al-Isra’: 36)


Setelah menyebutkan pendapat para Salaf tentang ayat ini, Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Kesimpulan penjelasan yang mereka sebutkan adalah: bahwa Allah Azza wa Jalla melarang berbicara tanpa ilmu, yaitu berbicara hanya dengan persangkaan yang merupakan perkiraan dan khayalan.” 


(Tafsir Al-Qur’anul Azhim, QS. Al-Isra’: 36)


Saudaraku,

Imam Ali bin Abil ‘Izzi Al-Hanafi rahimahullah berkata: “Barangsiapa berbicara tanpa ilmu, maka sesungguhnya dia hanyalah mengikuti hawa-nafsunya, dan Allah Azza wa Jalla telah berfirman,


وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللهِ


"Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun."


(QS. Al-Qashash: 50) 


(Kitab Minhah Ilahiyah Fii Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hlm. 393)


Karena, tersebarluasnya kemungkaran tanpa adanya seorang pun dari ahli ilmu yang mengingkarinya. Sehingga akan membentuk anggapan bahwa hal tersebut bukanlah sebuah kebatilan. Bahkan bisa jadi mereka melihatnya sebagai perbuatan yang baik untuk dikerjakan. Selanjutnya, sikap menghalalkan hal-hal yang diharamkan Allah Azza wa Jalla dan mengharamkan hal-hal yang dihalalkan-Nya pun akan semakin merajalela...


Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa beramar ma'ruf nahi munkar agar cahaya kebenaran tidak sirna untuk meraih ridha-Nya...

Aamiin Ya Rabbal Aalamin

Faedah baca Yasin

Faedah baca Yaasin


Surat Yasin 83 Ayat dan Faedah membacanya.

Surat Yasin Sunnah dibaca 1 atau 3 atau 5 atau 7 kali

 سورة يس... يستحب قرائتها يوميا ١ أو٣ أو٥ أو ٧ فهي مفتاح السعادة 

والحفظ والرزق والتوفيق وتيسير جميع الأمور بإذن الله تعالى،،،،،علما انها من مستحبات السور كثيرة الاجر وقضاء الحوائج باذن الله


1. يس


2. وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ


3. إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ


4. عَلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ


5. تَنزِيلَ الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ


6. لِتُنذِرَ قَوْمًا مَّا أُنذِرَ آبَاؤُهُمْ فَهُمْ غَافِلُونَ


7. لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلَى أَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لا يُؤْمِنُونَ


8. إِنَّا جَعَلْنَا فِي أَعْنَاقِهِمْ أَغْلالاً فَهِيَ إِلَى الأَذْقَانِ فَهُم مُّقْمَحُونَ


9. وَجَعَلْنَا مِن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لاَ يُبْصِرُونَ


10. وَسَوَاء عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لاَ يُؤْمِنُونَ


11. إِنَّمَا تُنذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمَن بِالْغَيْبِ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَأَجْرٍ كَرِيمٍ


12. إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ


13. وَاضْرِبْ لَهُم مَّثَلاً أَصْحَابَ الْقَرْيَةِ إِذْ جَاءَهَا الْمُرْسَلُونَ


14. إِذْ أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّا إِلَيْكُم مُّرْسَلُونَ


15. قَالُوا مَا أَنتُمْ إِلاَّ بَشَرٌ مِّثْلُنَا وَمَا أَنزَلَ الرَّحْمَن مِن شَيْءٍ إِنْ أَنتُمْ إِلاَّ تَكْذِبُونَ


16. قَالُوا رَبُّنَا يَعْلَمُ إِنَّا إِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُونَ


17. وَمَا عَلَيْنَا إِلاَّ الْبَلاغُ الْمُبِينُ


18. قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ لَئِن لَّمْ تَنتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُم مِّنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ


19. قَالُوا طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ أَئِن ذُكِّرْتُم بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُونَ


20. وَجَاءَ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَى قَالَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ


21. اتَّبِعُوا مَن لاَّ يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُم مُّهْتَدُونَ


22. ومَا لِي لاَ أَعْبُدُ الَّذِي فَطَرَنِي وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ


23. أَأَتَّخِذُ مِن دُونِهِ آلِهَةً إِن يُرِدْنِ الرَّحْمَن بِضُرٍّ لاَّ تُغْنِ عَنِّي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا وَلاَ يُنقِذُونِ


24.إِنِّي إِذًا لَّفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ


25. إِنِّي آمَنتُ بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُونِ


26. قِيلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَ قَالَ يَا لَيْتَ قَوْمِي يَعْلَمُونَ


27. بِمَا غَفَرَ لِي رَبِّي وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُكْرَمِينَ


28. وَمَا أَنزَلْنَا عَلَى قَوْمِهِ مِن بَعْدِهِ مِنْ جُندٍ مِّنَ السَّمَاء وَمَا كُنَّا مُنزِلِينَ


29. إِن كَانَتْ إِلاَّ صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ خَامِدُونَ


30. يَا حَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِ مَا يَأْتِيهِم مِّن رَّسُولٍ إِلاَّ كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِؤُون


31. أَلَمْ يَرَوْا كَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُم مِّنْ الْقُرُونِ أَنَّهُمْ إِلَيْهِمْ لاَ يَرْجِعُونَ


32. وَإِن كُلٌّ لَّمَّا جَمِيعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُونَ


33. وَآيَةٌ لَّهُمُ الأَرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ


34. وَجَعَلْنَا فِيهَا جَنَّاتٍ مِن نَّخِيلٍ وَأَعْنَابٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا مِنْ الْعُيُونِ


35. لِيَأْكُلُوا مِن ثَمَرِهِ وَمَا عَمِلَتْهُ أَيْدِيهِمْ أَفَلا يَشْكُرُونَ


36. سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ الأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنبِتُ الأَرْضُ وَمِنْ أَنفُسِهِمْ وَمِمَّا لا يَعْلَمُونَ


37. وَآيَةٌ لَّهُمْ اللَّيْلُ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَإِذَا هُم مُّظْلِمُونَ


38. وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ


39. وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ


40. لا الشَّمْسُ يَنبَغِي لَهَا أَن تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ


41. وَآيَةٌ لَّهُمْ أَنَّا حَمَلْنَا ذُرِّيَّتَهُمْ فِي الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ


42. وَخَلَقْنَا لَهُم مِّن مِّثْلِهِ مَا يَرْكَبُونَ


43. وَإِن نَّشَأْ نُغْرِقْهُمْ فَلا صَرِيخَ لَهُمْ وَلا هُمْ يُنقَذُونَ


44. إِلاَّ رَحْمَةً مِّنَّا وَمَتَاعًا إِلَى حِينٍ


45. وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّقُوا مَا بَيْنَ أَيْدِيكُمْ وَمَا خَلْفَكُمْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ


46. وَمَا تَأْتِيهِم مِّنْ آيَةٍ مِّنْ آيَاتِ رَبِّهِمْ إِلاَّ كَانُوا عَنْهَا مُعْرِضِينَ


47. وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقَكُمْ اللَّهُ قَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنُطْعِمُ مَن لَّوْ يَشَاء اللَّهُ أَطْعَمَهُ إِنْ أَنتُمْ إِلاَّ فِي ضَلالٍ مُّبِينٍ


48. وَيَقُولُونَ مَتَى هَذَا الْوَعْدُ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ


49. مَا يَنظُرُونَ إِلاَّ صَيْحَةً وَاحِدَةً تَأْخُذُهُمْ وَهُمْ يَخِصِّمُونَ


50. فَلا يَسْتَطِيعُونَ تَوْصِيَةً وَلا إِلَى أَهْلِهِمْ يَرْجِعُونَ


51. وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَإِذَا هُم مِّنَ الأَجْدَاثِ إِلَى رَبِّهِمْ يَنسِلُونَ


52. قَالُوا يَا وَيْلَنَا مَن بَعَثَنَا مِن مَّرْقَدِنَا هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ


53. إِن كَانَتْ إِلاَّ صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ جَمِيعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُونَ


54. فَالْيَوْمَ لا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَلا تُجْزَوْنَ إِلاَّ مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ


55. إِنَّ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِي شُغُلٍ فَاكِهُونَ


56. هُمْ وَأَزْوَاجُهُمْ فِي ظِلالٍ عَلَى الأَرَائِكِ مُتَّكِؤُونَ


57. لَهُمْ فِيهَا فَاكِهَةٌ وَلَهُم مَّا يَدَّعُونَ


58. سَلامٌ قَوْلا مِن رَّبٍّ رَّحِيمٍ


59. وَامْتَازُوا الْيَوْمَ أَيُّهَا الْمُجْرِمُونَ


60. أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَن لّا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ


61. وَأَنْ اعْبُدُونِي هَذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيمٌ


62. وَلَقَدْ أَضَلَّ مِنكُمْ جِبِلًّا كَثِيرًا أَفَلَمْ تَكُونُوا تَعْقِلُونَ


63. هَذِهِ جَهَنَّمُ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ


64. اصْلَوْهَا الْيَوْمَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ


65. الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ


66. وَلَوْ نَشَاء لَطَمَسْنَا عَلَى أَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَأَنَّى يُبْصِرُونَ


67. وَلَوْ نَشَاء لَمَسَخْنَاهُمْ عَلَى مَكَانَتِهِمْ فَمَا اسْتَطَاعُوا مُضِيًّا وَلا يَرْجِعُونَ


68. وَمَنْ نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ أَفَلا يَعْقِلُونَ


69. وَمَا عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنبَغِي لَهُ إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُّبِينٌ


70. لِيُنذِرَ مَن كَانَ حَيًّا وَيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَى الْكَافِرِينَ


71. أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ


72. وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُونَ


73. وَلَهُمْ فِيهَا مَنَافِعُ وَمَشَارِبُ أَفَلا يَشْكُرُونَ


74. وَاتَّخَذُوا مِن دُونِ اللَّهِ آلِهَةً لَعَلَّهُمْ يُنصَرُونَ


75. لا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَهُمْ وَهُمْ لَهُمْ جُندٌ مُّحْضَرُونَ


76. فَلا يَحْزُنكَ قَوْلُهُمْ إِنَّا نَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ


77. أَوَلَمْ يَرَ الإِنسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِن نُّطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُّبِينٌ


78. وَضَرَبَ لَنَا مَثَلا وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ


79. قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ


80. الَّذِي جَعَلَ لَكُم مِّنَ الشَّجَرِ الأَخْضَرِ نَارًا فَإِذَا أَنتُم مِّنْهُ تُوقِدُونَ


81. أَوَلَيْسَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُم بَلَى وَهُوَ الْخَلاَّقُ الْعَلِيمُ


82. إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ


83. فَسُبْحَانَ الَّذِي بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ 

صدق الله العظيم

Manusia paling tinggi kedudukanya

Kedudukan Paling Tinggi disisi Allah SWT.


Sahabat gudang da'i tahukah anda, Islam hadir sejatinya untuk memerdekakan manusia dari menghamba kepada sesama makhluk, kepada Rabb-Nya makhluk...

“Merdeka!” teriak kita setiap kali menyambut dirgahayu hari kemerdekaan. Tapi, pernahkan sejenak kita merenungkan arti hakiki dari kemerdekaan itu sendiri? Sudahkah kita benar-benar merdeka?

Teringat sejarah, ketika pasukan Muslimin hendak menaklukkan kerajaan Persia. Rib’i bin Amir pergi mendatangi undangan Rustum dengan menggunakan baju yang sangat sederhana, sarung pedang dari balutan baju dan kuda yang kecil seolah memberi pesan kepada bangsa Persia bahwa harta yang kalian agung-agungkan tidak ada nilainya di sisi kami. Saat tiba dipelataran tenda Rustum , Rib’i bin Amir disuruh turun dari kudanya, bukannya turun, beliau malah terus menunggangi kudanya dan menginjak permadani yang telah dihamparkan. Saat sudah berada di hadapan Rustum beliau mengikatkan tali kudanya ke bantal yang ada di sana...

Apa yang dilakukan Rib’i bin Amir ini bukanlah tanpa sebab. Beliau melakukan hal itu dalam rangka meruntuhkan mental pasukan Persia yang begitu mengagungkan harta. Rustum bertanya kepada Rib’i bin Amir, risalah apa yang kalian bawa?

الله ابتعثنا، والله جاء بنا، لنخرج من شاء من عبادة العباد، إلى عبادة الله، ومن ضيق الدنيا إلى سعتها، ومن جور الأديان إلى عدل الإسلام

Rib’i menjawab, Allah mengutus kami untuk mengeluarkan manusia dari penghambaan terhadap sesama hamba menuju penghambaan kepada Sang Pencipta. Membawa manusia dari sempitnya dunia menuju kelapangan dunia dan akhirat…

Apa yang dilakukan oleh Rib’i bin Amir terhadap bangsa Persia mencerminkan kemerdekaan jiwa yang dimiliki oleh seorang Muslim. Dia tidak merasa rendah di hadapan para pemuja harta, dia tidak merasa hina berhadapan dengan para penguasa, karena dia memiliki jiwa yang merdeka, dimerdekakan oleh ketauhidan...

Saudaraku,
Penghambaan diri kepada Allah Azza wa Jalla atau _al-‘ubudiyyah_ adalah kedudukan manusia yang paling tinggi di sisi Allah Azza wa Jalla. Karena dalam kedudukan ini, seorang manusia benar-benar menempatkan dirinya sebagai hamba Allah Azza wa Jalla yang penuh dengan kekurangan, kelemahan dan ketergantungan kepada Rabb-nya, serta menempatkan dan mengagungkan Allah Azza wa Jalla sebagai Rabb yang Maha Sempurna, Maha Kaya, Maha Tinggi dan Maha Perkasa...

Allah Azza wa Jalla berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

“Wahai manusia, kamulah yang bergantung dan butuh kepada Allah; sedangkan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” 

(QS. Faathir: 15)

Saudaraku,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Kesempurnaan makhluk manusia adalah dengan merealisasikan _al-‘ubudiyyah_ (penghambaan diri) kepada Allah, dan semakin bertambah kuat realisasi penghambaan diri seorang hamba kepada Allah, maka semakin bertambah pula kesempurnaannya kemuliaannya dan semakin tinggi derajatnya di sisi Allah. Dan barangsiapa yang menyangka (dengan keliru) bahwa seorang hamba bisa saja keluar dari penghambaan diri kepada Allah (tidak terkena kewajiban beribadah kepada Allah) dalam satu sisi, atau (dia menyangka) bahwa keluar dari penghambaan diri itu lebih sempurna (utama), maka dia termasuk orang yang paling bodoh bahkan paling sesat.”

(Kitab _Al-‘Ubuudiyyah_ hlm. 57 - Tahqiiq: Syaikh ‘Ali bin Hasan al-Halabi, cet. Darul Ashaalah)

Saudaraku,
_Al-‘Ubudiyyah_ (penghambaan diri) adalah sesuatu yang menghimpun rasa cinta yang utuh disertai sikap merendahkan diri yang sempurna. 

(Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab _al-‘Ubuudiyyah_ hlm. 94 dan Imam Ibnul Qayyim dalam kitab _Thariiqul hijratain_ hlm. 510)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Ibadah atau penghambaan diri mengandung kesempurnaan dan puncak kecintaan serta kesempurnaan dan puncak sikap merendahkan diri. Sehingga sesuatu yang dicintai tapi tidak diagungkan dan merendahkan diri kepadanya maka tidaklah disebut sebagai sesembahan (sesuatu yang diibadahi). Sebagaimana sesuatu yang diagungkan tapi tidak dicintai maka tidaklah disebut sebagai sesembahan (sesuatu yang diibadahi). Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla berfirman,

 وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ 

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapan orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah” 

(QS. Al-Baqarah: 165, Kitab _Majmu’ul fata-wa,_ 10/56)

Imam Ibnul Qayyim berkata: “Tidak ada jalan menuju keridhaan Allah yang lebih dekat dari jalan _al-‘Ubudiyyah_ (penghambaan diri kepada Allah) dan tidak ada hijab (penghalang menuju keridhaan-Nya) yang lebih tebal dari pengakuan membanggakan dan kagum dengan diri sendiri. 

Inilah sifat yang menjadikan sempurna penghambaan diri mereka kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu orang-orang yang mencintai Allah Azza wa Jalla dengan utuh, selalu bersegera dan berungguh-sungguh dalam mengerjakan amal shaleh dan mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla. Bersamaan dengan itu, mereka tetap menundukkan diri dan meyakini ketergantungan diri mereka kepada-Nya, dengan selalu berharap dan takut kepada-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman,

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka selalu berdoa kepada Kami dengan berharap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ dalam beribadah.” 

(QS. Al-Anbiyaa’: 90)

Dalam ayat lain, Allah Azza wa Jalla berfirman,

تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya karena mereka selalu mengerjakan ibadah dan shalat ketika manusia sedang tertidur di malam hari, sedang mereka berdoa kepada Allah dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka.” 

(QS. As-Sajdah: 16)

Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa menyempurnakan penghambaan diri dan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla untuk meraih ridha-Nya... 
Aamiin Ya Rabb.