Selasa, 12 Oktober 2021

Hukum sewa dalam Syareat Islam - Ijaroh

Hukum sewa dalam Syareat Islam - Ijaroh




A.  Pengertian

Ada beberapa definisi ijarah menurut para ulama

mazhab, yaitu :

·         Al-Hanafiyah, ijarah adalah : akad atau transaksi manfaat

dengan imbalan.

·         Ay-syafi'iyah, ijarah adalah : transaksi terhadap manfaat

yang dikehendaki secara jelas harta yang bersifat mubah

dan dapat dipertukarkan dengan imbalan tertentu.

·         Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah, ijarah adalah : pemilikan

manfaat suatu harta benda yang bersifat mubah selama

periode waktu tertentu dengan suatu imbalan.

B. Masyru'iyah

Hanzhalah bin Qais al-Zarqi al-Anshari, salah seorang periwayat thiqoh di

Madinah, sedikit cakap dan pendapatnya sentiasa cemerlang. Ramai ulama

yang meriwayatkan hadith daripadanya.

133- Daripada Tsabit bin al-Dhahhak (r.a) bahawa Rasulullah (s.a.w)

melarang muzara’ah dan menyuruh sewa menyewa. (Diriwayatkan oleh

Muslim: 933).

Makna Hadith

Degan Hadist ini dianjurkan sewa-menyewa sebagaimana yang diingatkan

dalam akhir hadith ini dan apa yang dilarang adalah apa yang digambarkan

oleh Rafi’.

Seeloknya Ibn Hajar menyebut hadith lebih dahulu agar diketahui

dengan jelas bahawa ia telah dimansukhkan.

 

Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka

tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran

menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan

Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu

kerjakan.. (QS. Al-Baqarah : 233)

 

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami

Telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam

kehidupan dunia, dan kami Telah meninggikan sebahagian

mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar

sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.

dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka

kumpulkan. (QS. Az-Zukhruf : 32)

C. Rukun Ijarah

Jumhur ulama menetapkan bahwa sebuah akad ijarah itu

Setidaknya harus mengandung 4 unsur yang menjadi rukun.

Dimana bila salah satu rukun itu kurang atau tidak

Terpenuhi, maka akad itu menjadi cacat atau tidak sah.

1.    Al-‘Aqidani (dua belah pihak)

Yang dimaksud adalah pihak yang menyewakan atau

Musta’jir (مستأجر (dan pihak yang menyewa atau muajjir (موجر)

Keduanya adalah inti dari akad ini yang bila salah

Satunya tidak ada, misalnya tidak ada yang menyewa atau

Tidak ada yang menyewakan, tentu tidak bisa dikatakan akad

Sewa menyewa.

2.       Shighat

 

3.       Pembayaran

 

4.       Manfaat

 

D. Objek Ijarah

Dari beberapa definisi di atas telah disebutkan bahwa

ijarah itu merupakan sebuah transaksi atas suatu manfaat.

Dalam hal ini, manfaat menjadi objek transaksi. Dari segi

ini, ijarah dapat dibedakan menjadi dua macam.

Pertama, ijarah yang mentransaksikan manfaat harta

benda yang lazim disebut dengan persewaan. Misalnya,

sewa-menyewa rumah, kendaraan, toko dan lainnya.

Kedua, ijarah yang mentransaksikan manfaat SDM yang

lazim disebut dengan perburuhan.

1. Manfaat Harta Benda

Tidak semua harta benda boleh diijarahkan, kecuali bila

bila memenuhi syarat-syarat berikut ini :

 Manfaat objek akad harus diketahui secara jelas. Hal ini

dilakukan misalnya dengan memeriksanya secara

langsung atau pemilik memberikan informasi secara

transparan tentang kualitas manfaat barang.

 Objek ijarah dapat diserah-terimakan dan dimanfaatkan

secara langsung dan tidak mengandung cacat yang

menghalangi fungsinya. Tidak dibenarkan transaksi ijarah

atas harta benda yang masih dalam penguasaan pihak

ketiga.

 Yang disewakan adalah manfaat langsung dari sebuah

benda. Misalnya, sewa menyewa rumah untuk ditempati,

mobil untuk dikendarai, tanah sawah untuk ditanami atau

buku untuk dibaca. Tetapi sebaliknya, menyewa suatu. benda untuk diambil hasil turunan dari benda itu tidak

dibenarkan secara syariah. Misalnya, menyewa pohon

untuk diambil buahnya, atau menyewa kambing untuk

diambil anaknya, atau menyewa ayam untuk diambil

telurnya atau menyewa sapi untuk diambil susunya. Sebab

telur, anak kambing, susu sapi dan lainnya adalah manfaat

turunan berikutnya, dimana benda itu melahirkan benda

baru lainnya.

 Harta benda yang mejadi objek ijarah haruslah harta

benda yang bersifat isti'mali, yakni harta benda yang

dapat dimanfaatkan berulang kali tanpa mengakibatkan

kerusakan dan pengurangan sifatnya. Seperti tanah,

kebun, mobil dan lainnya. Sedangkan benda yang bersifat

istihlaki atau benda yang rusak atau berkurang sifatnya

karena pemakaian seperti makanan, minuman atau buku

tulis, tidak boleh disewakan. Dalam hal ini ada sebuah

kaidah :

كل ما ينتفع به مع بقاء عينه تجوز إجارته وإلا فلا

Segala sesuatu yang bisa dimanfaatkan sedangkan zatnya

tidak mengalami perubahan, boleh disewwakan. Jika tidak

demikian, maka tidak boleh disewakan.

Kelima persyaratan di atas harus dipenuhi dalam setiap

ijarah yang mentransaksikan manfaat harta benda.

2. Pekerja

Adapun ijarah yang mentransaksikan suatu pekerjaan

atas seorang pekerja atau buruh, harus memenuhi beberapa

persyaratan berikut ini :

 Perbuatan tersebut harus jelas batas waktu pekerjaannya,

misalnya bekerja menjaga rumah satu malam atau satu

bulan. Dan harus jelas jenis pekerjaannya, misalnya

pekerjaan menjahit baju, memasak, mencuci dan lain

sebagainya. Dalam hal yang disebutkan terakhir ini

 tidakdisyaratkan adanya batas waktu pengerjaannya.

 Pekerjaan yang menjadi objek ijarah tidak berupa

pekerjaan yang telah menjadi kewajiban pihak pekerja

sebelum berlangsungnya akad ijarah. Seperti kewajiban

membayar hutang, mengembalikan pinjaman, menyusui

anak dan lain-lain.

Dari segi uang atau ongkos sewa, ijarah harus memenuhi

syarat berikut :

 Upah harus berupa mal mutaqawim, yaitu harta yang halal

untuk dimanfaatkan. Dan besarnya harus disepakati

secara jelas oleh kedua belah pihak. Sedangkan

mempekerjakan buruh dengan upah makan merupakan

contoh upah yang tidak jelas, karena mengandung unsur

jahalah (ketidak-pastian). Ijarah seperti menurut jumhur

ulama selain Al-Malikiyah, adalah tidak sah. Sedangkan

fuqaha Al-Malikiyah menetapkan keabsahan ijarah

tersebut sepanjang ukuran upah yang dimaksud dapat

diketahui berdasarkan kebiasaan.

 Upah itu harus berbeda dengan objek pekerjaannya.

Menyewa rumah dengan rumah lainnya, atau mengupah

suatu pekerjaan dengan pekerjaan serupa, merupakan

ijarah yang tidak memenuhi syarat. Karena hukumnya

tidak sah, karena dapat mengantarkan kepada riba.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar