Selasa, 28 Agustus 2018

NASIONALISME, HARAMKAH?

Nasionalisme atau biasa dimaknai dengan cinta tanah air memiliki makna yang sangat mendalam bagi setiap individu, terlebih bagi seseorang yang sedang berada diluar tanah airnya, bagaimana tidak?
Tanah kelahiran memiliki banyak kenangan manis dan pahit yang bersentuhan langsung dengan kehidupannya. Cinta kepada tanah kelahiran, menjadi fitrah yang tak bisa dilepaskan sehingga setiap orang terdorong  untuk menjaga, peduli dan merawat tanah airnya, dan semua itu muncul dari rasa memiliki.

Namun, beberepa kelompok dari umat islam memiliki pandangan lain tentang Nasionalisme. Mereka berpendapat bahwa nasionalisme ciptaan imperialisme barat yang membuat sekat-sekat diantara kaum muslimin sehinga pendapat ini berujung kepada kesimpulan bahwa Nasionalisme itu haram dan harus dijauhkan dari kaum muslimin. Benarkah?
Lalu bagaimana pendapat para ulama' mengenai "mahfuhumul wathon" (pemahaman cinta tanah Air) ?

Asy-Syaikh al 'Alamah Dr. Usamah Sayyid Mahmud Al Azhari dalam kitabnya al Haqqul Mubiin fii Roddi 'ala Man Tala'aba biddin hal. 171 - 180. Beliau memaparkan pemahaman Nasionalisme yang benar dari berbagai pendangan, mulai dari pandangan Ulama' Tafsir, Hadits, Fuqoha', Para Wali hingga penyair.

A. Cinta Tanah Air di dalam al-Quran dan pendapat 'Ulama Tafsir.

Pertama, pandangan Imam Fakhruddin ar-Razi, beliau menegaskan bahwa cinta tanah air adalah dorongan fitrah yang sangat kuat di dalam jiwa manusia.

Beliau memberikan pandangan yang bagus ketika menafsirkan dalil dari al-Quran terkait cinta tanah air, QS. Annisa : 66

وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوٓا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيٰرِكُمْ

" Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka : Bunuhlah diri kalian atau keluarlah kalian dari kampung kalian "

Imam Fakhruddin ar-Rozi berkata :

جعل مفارقة الأوطان معادلة لقتل النفس

"Allah menjadikan meninggalkan kampung halaman setara dengan bunuh diri "
(At-Tafsir al-Kabir juz 15 hal 165)

Seakan-akan Allah ta'ala berfirman :
"Seandainya aku perintahkan kepada mereka salah satu dari dua kesulitan terbesar di alam semesta maka mereka pasti tidak akan melaksanakannya. Dua kesulitan besar itu adalah bunuh diri dan meninggalkan tanah air"

Allah menjadikan kesulitan untuk melakukan bunuh diri sama persis dengan kesulitan meninggalkan tanah air. Hal ini menunjukkan bahwa mencintai tanah air merupakan perkara yang sangat dalam maknanya bagi setiap individu.

Kedua, al 'Allamah Imam Mulla 'Ali al-Qari dalam Mirqotul Mafatiih (juz 7 hal. 582)

و مفارقة الأوطان المألوفة هي أشد البلاء
و من ثم فسّر قوله تعالى ( والفتنة أشدّ من القتل )

بالاخراج من الوطن، لأنه عقب بقوله ( و أخرجوهم من حيث أخرجوكم )

"Meninggalkan Tanah Air adalah fitnah (ujian) yang paling berat, karenanya lafadz fitnah (ujian) pada QS. Al Baqarah : 191 "Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan" ditafsirkan dengan mengeluarkan seseorang dari tanah airnya. Karena ayat itu urutannya adalah setelah firman Allah ta'ala " dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekkah) " (Al Baqarah : 191)

B. Cinta Tanah Air dalam pandangan Hadits Nabi Shollallahu alaihi wasallam  dan para pensyarahnya.

Telah meriwayatkan Imam Bukhori, Ibnu Hibban, Turmudzi dari hadits Anas r.a

أنّ النبي صلى الله عليه و سلم إذا قدم من سفر فنظر الى جدرات المدينة أوضع راحلته، و إن كان على دابة حركها من حبها

"Bahwa Nabi Shollallahu alaihi wasallam  ketika kembali dari berpergian dan melihat dinding - dinding Madinah beliau mempercepat laju untanya, dan jika beliau menunggangi unta maka beliau menggerakan untanya, karena kecintaan beliau kepada Madinah"

Dibalik perbuatan Baginda Rasul Shollallahu alaihi wasallam tersebut ada ilham dan wahyu yang menceritakan tentang kecintaan dan kerinduan Beliau akan kampung halaman.

Oleh karena itu,

Pertama, al Hafizh Ibnu Hajar al Asqolani dalam Fathul Bari yang merupakan Syarah Shohih Bukhori (juz 3 hal. 621) berpendapat terkait hadits tersebut :

و في الحديث دلالة على فضل المدينة، و على مشروعية حب الوطن، و الحنين

إليه

"Hadits ini menunjukkan atas keutamaan madinah, dan disyari'atkannya cinta tanah air, dan merindukannya"

Pendapat demikian juga diungkapkan oleh Imam al Badr al Aini dalam 'umdah al Qari' (juz 10, hal.135)

Kedua, al Hafizh adz Dzahabi berkata dalam Siyar A'lam An Nubala (juz 15 hal. 394):

و كان يحب عائشة و يحب أباها و يحب أسامة و يحب سبطيه و يحب الحلواء والعسل و يحب جبل أحد و يحب و طنه و يخب الانصار الى أشياء لا تحصى مما لا يغني ابمؤمن عنها

"Nabi Shollallahu alaihi wasallam mencintai 'Aisyah dan Ayahnya (Abu Bakar), mencintai Usamah, mencintai kedua cucu nya (Hasan & Husein) , nencintai manisan dan madu, mencintai gunung uhud dan tanah air beliau, mencintai kaum Anshor, dan hal - hal lain yang jumlahnya tidak terhitung, yang dibutuhkan oleh seorang mu'min".

Ketiga, Bahkan para Ulama' menjadikan cinta tanah air sebagai 'illah (sebab) beratnya perjalanan secara mutlak.

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan at-Thabarani dari Hadits Uqbah bin Amir al-Juhani, Bahwasannya Nabi Shollallahu alaihi wasallam  bersabda :

ثلاثة تستجاب دعوتهم : الوالد لولده، و المسافر ، و المظلوم على ظالمه

"Ada tiga orang yang doanya pasti dikabulkan : do'a orangtua kepada anaknya, Musafir (orang yang berpergian), dan orang yang teraniaya terhadap orang yang menganiayanya"

Para ulama' hadits menjelaskan sebab dikabulkannya do'a musafir adalah penderitaannya yang meliputi kekurangan bekal, kebutuhan dan kesedihan karena meninggalkan tanah air dan keluarganya

Imam al-Munawi dalam Faidhul Qadir (juz 3 Hal. 317) berkata dalam mensyarahi Hadits tersebut :

لأن السفر مظنة حصول إنكسار القلب بطول الغربة عن الأوطان، و تحمل المشاق و الإنكسار من أعظم أسباب الإجابة

"Karena sesungguhnya Berpergian itu mazhinnah penyebab hati hancur karena meninggalkan tanah air dalam waktu yang lama. Menanggung kesulitan dan hancurnya hati termasuk penyebab terbesar terkabulnya do'a"

C. Cinta Tanah Air menurut Ulama' Fiqih

Bahkan para Ulama' Fiqh berpendapat bahwa hikmah haji dan keagungan pahalanya disebabkan ibadah tersebut dapat mendidik jiwa dengan meninggalkan tanah air dan keluar dari kebiasaannya.

Telah berkata Imam al-Qorofi dalam Adz Dzakhiiroh (juz 3 hal. 193)

و مصالح الحج : تأديب النفس بمفارقة الأوطان

"Adapun manfaat / hikmah Haji adalah mendidik jiwa dengan meninggalkan tanah air "

Dan masih ada lagi pandangan Nasionalisme menurut Auliya, Ahli Hikmah dan penyair yang dipaparkan Asy Syekh Dr. Usamah dalam kitabnya tersebut.

D. Bersikap Objektif dan Proporsional (tidak berlebihan) Terhadap Nasionalisme.

Dari pemaparan Nasionalisme diatas yang diambil dari berbagai pandangan dapat ditarik kesimpulan bahwa, Nasionalisme atau cinta tanah Air merupakan perkara yang di syari'atkan dalam islam dan memiliki makna yang sangat mendalam bagi setiap individu.
 Namun, dalam menyikapi Nasionalisme setidaknya ada dua kutub (pandangan) ekstrem.

Pertama, kelompok yang terlalu tergesa - gesa dalam menghukumi bahwa Nasionalisme itu haram tanpa mengkajinya secara utuh.

Kedua, kelompok yang fanatik dalam menyikapi nasionalisme.

Mereka anti dengan syari'at islam, seperti jenggot, jilbab, cadar, gamis dan lainnya karena dianggap budaya arab, namun budaya korea, barat, jepang yang merasuki anak - anak muda mereka biarkan.

Mereka acuh terhadap kezholiman dan pembantaian yang terjadi di luar negeri seperti di Palestine dan Myanmar, dengan berkata "urusi saja dulu negeri sendiri, negeri sendiri saja juga banyak masalah"
Mereka bersikap seperti itu atas nama Nasionalisme

Mereka membela habis - habisan penista Agama Islam yang dilakukan oleh Non Muslim dengan dalih Nasionalisme dan kebhinekaan.

Pandangan Islam terhadap Nasionalisme, bukanlah macam kelompok kedua tersebut, Prilaku dan  Penafsiran Nasionalisme macam itu, itulah yang diharamkan dalam islam.

Lalu bagaimana pandangan Nasionalisme yang benar dalam islam ?
Nasionalisme kita bukanlah seperti Ultranasionalisme nya NAZI yang Fasis dan Rasis.

Nasionalisme kita bukanlah seperti Prilaku dan Penafsiran kelompok Liberal yang menolak Syari'at Islam tegak dengan dalih Nasionalisme, dan acuh dengan segala

pembantaian kaum muslimin yang terjadi di luar negeri.

Tapi Nasionalisme kita adalah ibaratkan dunia ini seperti perkampungan besar, kita butuh rumah untuk tinggal, yang harus kita jaga dan rawat, dengan tetap memperdulikan dan membantu tetangga kita yang sedang kesulitan.

Justru, ummat islam harus di garda terdepan dalam menjaga dan merawat NKRI, jika ummat islam anti Nasionalisme, maka Indonesia akan jatuh pada pangkuan orang - orang yang hanya berkepentingan memenuhi hawa nafsu perutnya dan orang - orang yang seenaknya membuat aturan yang anti dengan syari'at dan pergerakan islam.
Jika ummat islam anti Nasionalisme, maka kelompok sekuler dan liberal akan dengan leluasa mendoktrin masyarakat dengan perilaku dan tafsiran Nasionalisme yang sesat.

Ummat islam harus di garda terdepan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bagaimana pandangan Nasionalisme yang benar, yang tidak bertentangan dengan syari'at islam.

Oleh : Muhammad Fahrul Rizal (mahasiswa tingkat I universitas al-Ahgaff

Tidak ada komentar:

Posting Komentar