Home

Minggu, 17 Oktober 2021

Hukum sewa menyewa dalam Islam

 Hukum sewa menyewa dalam Islam

PEREWAAN



Ijarah secara bahasa berarti upah. Sedangkan menurut istilah adalah transaksi atas sebuah manfaat atau jasa yang dimaklumi dan memiliki nilai komersial serta legal (halal) untuk diserahterimakan dengan adanya upah yang jelas. Keterangan ini terdapat dalam kitab Fath al-Qarib al-Mujib:

 Al-ijarah menurut bahasa berarti “al-ajru” yang berarti al-iwadu (ganti) oleh sebab itu as-sawab (pahala) dinamai ajru (upah). Menurut istilah, al-ijarah ialah menyerahkan (memberikan) manfaat benda kepada orang lain dengan suatu ganti pembayaran. Sehingga sewa menyewa atau ijarah bermakna akad pemindahan hak guna/manfaat atas suatu barang/jasa, dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah sewa (ujrah), tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.

 

Dalil yang berkaitan dengan akad sewa-menyewa adalah QS. Al-Thalaq (65) ayat 6. Allah SWT berfirman:

 

فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَئَاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى

 

“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik. Dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.” (QS. Al-Thalaq (65): 6)

 

Begitu juga dalam hadis dijelaskan tentang akad sewa-menyewa dalam hadis qudsi, riwayat Muslim serta riwayat Ibn Majah yang berbunyi:

 

قَالَ اللهُ: ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ, وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ, وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهُ أَجْرَ.

 

“Allah SWT berfirman (dalam hadis qudsi): ‘Ada tiga orang yang Akulah musuh mereka di hari kiamat: 1) Orang yang memberikan (sumpahnya) demi nama-Ku lalu berkhianat; 2) Orang yang menjual orang merdeka lalu memakan uangnya (hasil penjualannya); dan 3) Orang yang menyewa (jasa) buruh, ia sudah memanfaatkannya namun tidak membayar upahnya.’” (HR. Bukhari)

 

أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْمُزَارَعَةِ وَأَمَرَ بِالْمُؤَاجَرَةِ

 

“Sesungguhnya Rasulullah saw, melarang akad muzara’ah dan memerintahkan akad mu’ajarah (sewa-menyewa).” (HR. Muslim)

 

أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أُعْطُوا الْأَجِيْرَ أُجْرَتَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ

 

“Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: berikanlah upahnya buruh sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibn Majah dan al-Baihaqi)

 

Dalam akad ijarah, ada dua bentuk yang harus kita ketahui:

·         Pertama, Ijarah al-‘ain; ijarah yang kontraknya berhubungan dengan sebuah benda yang telah ditentukan (‘ain mu’ayyanah). Ijarah ini diperbolehkan dan sah apabila memenuhi syarat dan ketentuan sebagai berikut:

1. Benda yang disewakan sudah ditentukan.

2. Benda yang disewakan wujud dan dapat disaksikan di hadapan muta’aqidain (dua orang yang bertransaksi)

3. Jasa atau manfaat barang yang disewakan tidak ditangguhkan.

·         Kedua, Ijarah al-dzimmah; ijarah yang kontraknya berkaitan dengan jasa yang mesti dipenuhi oleh mu’jir (penyedia jasa). Ijarah ini memiliki dua syarat yang berbeda dengan ijarah al-‘ain, antara lain:

1. Ujrah (upah) wajib diserahkan secara kontan di tempat transaksi.

2. Menjelaskan benda yang akan disewa/dimanfaatkan, baik dari segi jenis dan sifatnya.

Akad ijarah memliki empat rukun yang harus dipenuhi, antara lain:

·         Muta’aqidain:

dua orang yang bertransaksi. Dalam hal ini adalah mu’jir/ajir (penyedia jasa) dan musta’jir (penyewa). Syarat dari keduanya adalah orang yang legal tasharufnya (tidak dalam pengampuan), dalam artian sudah berakal.

·         Sighah:

ijab dan qabul. Syarat-syaratnya antara lain: adanya kesesuaian antara ijab dan qabul, tidak adanya jarak waktu yang lama antara keduanya, dan tidak diantungkan (di-ta’liq).

·         Manfa’ah: jasa atau manfaat benda yang disewakan. Syaratnya antara lain: bernilai komersial, mampu menyerahkannya kepada musta’jir agar nilai manfaatnya dapat digunakan, dapat dirasakan oleh musta’jir dalam pemanfaatan barang, dan diketahui secara jelas dan rinci oleh muta’aqidain.

·         Ujrah: ongkos atau upah. Hakikatnya, upah yang dimaksud adalah tsaman (uang/harga) manfaat yang dimiliki melalui akad ijarah, sehingga syaratnya sama halnya dengan syarat tsaman dalam jual beli, antara lain: suci, memiliki nilai manfaat, dapat diserahterimakan, diketahui oleh kedua belah pihak.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar