Home

Selasa, 26 Oktober 2021

Hukum Main Game dengan Beli Cip

Hukum Main Game dengan Beli Cip


        Kata perjudian sebagai salah satu jarimah  dalam Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, berarti maisir atau khomarun , sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, judi adalah permainan dengan bertaruh uang (seperti main dadu, main kartu dan sebagainya). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, judi adalah permainan dengan memakai uang atau barang berharga sebagai taruhan . Beberapa definisi tersebut sebenarnya saling melengkapi, sehingga darinya dapat disimpulkan sebuah definisi judi yang menyeluruh. Yakni judi adalah segala permainan yang mengandung unsur taruhan (harta/materi) di mana pihak yang menang mengambil harta/materi dari pihak yang kalah.

Dalam judi terdapat 3 unsur yaitu:

1. Adanya taruhan harta/materi (yang berasal dari kedua pihak yang berjudi).

2. Ada suatu permainan, yang digunakan untuk menentukan pihak yang menang dan yang kalah.

3. Pihak yang menang mengambil harta (sebagian/seluruhnya/kelipatan) yang menjadi taruhan (murahanah), sedang pihak yang kalah akan kehilangan hartanya.

Dasar Hukum Larangan Perjudian

    Perjudian dalam Islam adalah perbuatan yang dilarang, karena mudarat yang diakibatkan dari melakukan perbuatan itu jauh lebih besar daripada manfaatnya, sebagaimana yang telah disebutkan dalam al quran sebagai berikut :

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat, maka tidaklah kamu mau berhenti?” (QS. al- Ma’idah [5]: 90-91).

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw, datang ke Madinah, beliau melihat para sahabat sedang minum khamar dan bermain judi, kemudian mereka bertanya pada Rasulullah tentang khamar dan judi, lalu turun ayat ini. 

   Allah SWT melarang hambanya yang beriman meminum khamar dan berjudi. Telah disebutkan dalam sebuah riwayat dari Amirul Mu'minin Ali ibnu Abu Talib r.a., bahwa ia pernah mengatakan catur itu termasuk judi. Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Isa Ibnu Marhum, dari Hatim, dari Ja'far Ibnu Muhammad, dari Ali r.a. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad Ibnu Ismail Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada Wakil dari Sufyan, dari Lais, dari Ata, Mujahid, dan Tawus, menurut Sufyan atau dua orang dari mereka; mereka telah mengatakan bahwa segala sesuatu yang memakai taruhan dinamakan judi, hingga permainan anak yang memakai kelereng .

     Dasar larangan maisir di dalam hadis, di antaranya yang diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari, Rasulullah SAW bersabda:

Artinya: Dari Abi Mussa Al-Asyari, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, barang siapa yang bermain judi, maka sesungguhnya ia telah mendurhakai Allah dan Rasulnya. (HR. Ahmad, Malik, Abu Daud dan Ibnu Majah, Al-Albani berkata Hasan) .Islam pada dasarnya membolehkan berbagai macam permainan dan hiburan yang bermanfaat supaya mendidik bagi muslim, adapun yang di haramkan apabila jika permainan itu terdapat unsur perjudian. Imam Ghazali menjelaskan seluruh permainan yang di dalamnya terdapat unsur perjudian, maka permainan itu hukumnya haram. Di mana pemain tidak lepas dari untung dan rugi. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Yusuf Qardhawi dalam buku “Halal dan Haram”, beliau mengutip sebuah hadits Rasulullah SAW mengenai hal itu yang artinya “Barang siapa berkata kepada kawannya marilah berjudi maka hendaklah ia bersedekah.” Dengan demikian seorang muslim tidak menjadikan permainan judi sebagai alat untuk menghibur diri dengan mengisi waktu senggang. Sebagaimana tidak diperbolehkan menjadikannya sebagai cara mencari uang, dengan alasan apapun . 

Unsur-unsur Judi 

         Dari pemaparan data di atas mengenai perjudian, maka ada 3 unsur yang harus terpenuhi agar suatu perbuatan dapat dikatakan perjudian, ketiga unsur tersebut adalah: 

1. Permainan/Perlombaan

Perbuatan yang dilakukan biasanya berbentuk permainan atau perlombaan. Jadi dilakukan semata-mata untuk bersenang-senang atau kesibukan untuk mengisi waktu senggang guna menghibur hati. Jadi pada dasarnya bersifat rekreatif, namun di sini para pelaku tidak harus terlibat dalam permainan, karena boleh jadi mereka adalah penonton atau orang yang ikut bertaruh terhadap jalannya sebuah permainan atau perlombaan.

2. Ada Taruhan

Dalam permainan atau perlombaan ini ada taruhan yang dipasang oleh para pihak pemain atau bandar. Baik dalam bentuk uang ataupun harta benda lainnya, bahkan kadang istri pun bisa dijadikan taruhan. Akibat adanya taruhan tersebut, maka tentu saja ada pihak yang diuntungkan dan ada pihak yang dirugikan. Unsur ini merupakan unsur yang paling utama untuk menentukan apakah sebuah perbuatan dapat disebut judi atau bukan.

3. Keberuntungan

Untuk memenangkan perlombaan atau permainan, lebih banyak digantungkan pada unsur spekulatif/kebetulan atau untung-untungan, atau faktor kemenangan yang diperoleh dikarenakan kebiasaan atau kepintaran pemain yang sudah sangat terbiasa atau terlatih .

Keharaman Judi Menurut Pandangan Ulama'

         Dalam ayat di atas tidak disebutkan alasannya, hanya mengemukakan sebuah perbuatan yang kotor dan perbuatan setan, sehingga pernyataan tersebut tidak dapat dijadikan alasan /‘illah -nya. Mengenai ‘illah judi, menurut Hosen (1987:21), hakikat judi menurut bahasa Arab adalah permainan yang mengandung unsur taruhan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung atau berharap-harap di dalam suatu majelis. Hosen, sebelum menjelaskan ‘illah  judi Arab, mengemukakan bahwa sifat yang dijadikan ‘illah harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:

a. Sifatnya jelas (kongkret) dan dapat dicerna atau ditangkap pancaindra.

b. Sifatnya mundhabit atau mantap, tetap, pasti, dan tidak berubah-ubah karena situasi dan kondisi.

c. Sifatnya munasif (relevan), artinya sifat yang dijadikan ‘illat tadi mengandung hikmah.

d. Sifatnya dapat dibawa/dikembangkan pada kasus-kasus yang timbul kemudian, ini dilakukan untuk di qiyaskan.

         Selanjutnya, dikemukakan oleh Ibrahim Hosen bahwa yang pertama kali berhasil menemukan ‘illah maysir adalah Imam Syafi’i. ‘Illah maysir menurut Imam Syafi’I adalah berharap-harapan secara langsung. Dalam fikih mazhab Syafi’I, ada tiga macam taruhan yang dibenarkan oleh agama Islam, yaitu sebagai berikut:

a) Apabila yang mengeluarkan barang atau harta yang dipertaruhkan adalah pihak ketiga.

b) Taruhan yang bersifat sepihak.

c) Taruhan yang dilakukan oleh kedua orang atau lebih dengan ketentuan siapa saja yang kalah harus membayar atau memberikan sesuatu kepada seseorang yang menang. Akan tetapi, cara ini harus yang menghalalkan (muhallil) .

Kesimpulan

         Menurut Muhammad Abduh dalam Tafsir Al-Manar, yang dikemukakan oleh Ibrahim Hosen, berpendapat bahwa lotre (undian) berbeda dengan judi (maysir), sebab lotre dilakukan tidak berharap-harapan secara langsung. Dalam kitab Fathul Bari ( 413 Juz V) yang dikemukakan oleh Ibrahim Hosen yang disebut judi adalah apabila masing-masing kedua pihak mengeluarkan taruhan, siapa yang menang akan mengambil benda-benda yang dijadikan taruhan tersebut.

         Kesimpulan yang dikemukakan oleh Ibrahim Hosen bahwa yang dimaksud dengan judi (maysir) adalah permainan, baik yang lama maupun yang baru timbul, yang mengandung unsur taruhan dan dilakukan secara berharap-harapan secara langsung. Sementara itu, apabila unsur berharap-harapan secara langsung tidak ada atau unsur taruhan itu ada, tetapi tidak dilakukan berharap-harapan secara langsung, sehingga permainan itu tidak bisa dikategorikan sebagai judi (maysir).

Semoga Bermanfaat..


1 komentar: